Dikisahkan, di sebuah seminar motivasi, setelah mendengar banyak kiat-kiat dan pelajaran di sana, para peserta membawa kesan dan semangat yang membara untuk dipraktikkan di kehidupan mereka lebih lanjut. Di antara mereka, beberapa orang tampak mengalami kemajuan yang berarti. Mereka yang merasakan manfaat dan sangat terbantu setelah mengikuti seminar tersebut, memberitahu teman dan saudara-saudaranya bahwa seminar yang diikutinya sangat bagus dan luar biasa. Dia mulai melakukan anjuran yang diajarkan dan mengalami perubahan cara pandang dan kebiasaannya. Dalam kesehariaannya, dia berusaha terus menyemangati diri sendiri, aktif mengikuti kegiatan yang positif, mengarahkan seluruh perhatiannya pada usaha yang dijalankan, dan hasilnya….perubahan yang luar biasa di kehidupannya! Ia mengalami kemajuan dan bersyukur!

Ada kelompok yang lain. Setelah mengikuti seminar, mereka juga tampak bersemangat, bersiap-siap untuk mengadakan perubahan, membuat rencana sedetail mungkin. Sayangnya, setelah beberapa saat, rencana yang dibuat tetaplah rencana.

Seorang anak muda berbicara dengan gurunya.

Ia bertanya, “Guru, bisakah engkau tunjukkan dimana jalan menuju sukses?”

“Hmmm…..,” Sang guru terdiam sejenak.

Tanpa mengucapkan sepatah kata, sang guru menunjuk ke arah sebuah jalan. Anak muda itu segera berlari menyusuri jalan yang ditunjukkan sang guru. Ia tak mau membuang-buang waktu lagi untuk meraih kesuksesan.

Setelah beberapa saat melangkah tiba-tiba ia berseru, “Ha! Ini jalan buntu!”

Benar, dihadapannya berdiri sebuah tembok besar yang menutupi jalan. Ia terpaku kebingungan, “Barangkali aku salah mengerti maksud sang guru.”

Kembali, Anak muda itu berbalik menemui sang guru untuk bertanya sekali lagi, “Guru, yang manakah jalan menuju sukses?”

Sang guru tetap menunjuk ke arah yang sama.

Di dalam masyarakat, hingga saat ini, banyak sekali orang masih percaya mitos-mitos yang menyesatkan yang menghambat kesuksesan kita.

Enam mitos menyesatkan tersebut adalah:
1. Mitos pendidikan: “Saya tidak bisa sukses karena pendidikan saya rendah”.
2. Mitos nasib: “Biar berjuang bagaimana pun, saya tidak mungkin sukses karena nasib saya memang sudah begini dari sononya”.
3. Mitos kesehatan: “Saya merasa diri saya tidak kuat secara fisik”.
4. Mitos usia: “Ini pekerjaan untuk anak muda, saya terlalu tua untuk pekerjaan ini”.
5. Mitos gender: “Ya jelas saja bisa, dia kan perempuan, saya kan laki-laki,” atau sebaliknya.
6. Mitos shio: “Dia kan shio macan.. memang bisa sukses, saya kan shio babi,” dan lain sebagainya.

Jika mitos-mitos itu telah dijadikan pedoman hidup, maka nasib kita akan sulit berubah. Sikap mental negatif seperti di atas, jelas merupakan pengertian yang salah. Apalagi jika sudah masuk ke alam bawah sadar kita, maka akan membawa dampak sangat negatif dalam kehidupan kita secara menyeluruh. Membuat kita kalah dan gagal sebelum berjuang!

Apa yang bisa kita lakukan dengan terjadinya banyak perubahan di sekitar? Sekadar menerima dan berusaha beradaptasi, atau berusaha menaklukkannya? Tentu, langkah terbaik adalah bersikap aktif dan berusaha untuk memaksimalkan segala potensi. Tetapi, pilihan itu bukan tanpa halangan. Pasti, segala kesulitan, ujian, dan tantangan akan selalu menghadang.

Untuk itu,simak sebuah kisah yang bisa menjadi pembelajaran bagi kita tentang bagaimana menghadapi perubahan dan mengantisipasinya dengan aktif untuk mengubahnya menjadi keberhasilan.

Alkisah, ada seorang pemuda yang mengadu pada gurunya. Ia merasa, dirinya selalu kurang beruntung. Ia menganggap, dirinya memang terlahir dengan sejumlah kesialan sehingga apa pun yang dilakukannya selalu gagal. Karena itu, ia meminta nasihat pada gurunya agar bisa mengubah nasibnya itu.

Sang guru kemudian memintanya untuk menanam dua buah biji kacang. Satunya diminta untuk dipelihara dengan baik-baik, dirawat, dan diperhatikan sungguh-sungguh. Sedangkan satunya lagi diminta oleh gurunya agar dibiarkan tumbuh secara alami, tanpa harus diperhatikan seperti yang pertama.

Berjuang sampai titik darah penghabisan bukan omong kosong semata. Keyakinan dalam dirilah yang akan menguatkan kita mencapai sukses yang sebenarnya.

Kata-kata pantang menyerah sepertinya mudah diucapkan. Namun, pada kenyataannya, banyak yang memilih untuk menyerah karena merasa memang sudah berjuang maksimal dan belum memperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan. Padahal, banyak teori sukses telah dibaca, direnungkan, diresapi, dan dipraktikkan. Tak jarang, bahkan jungkir balik menjalankan segala macam usaha dan aneka daya telah dimaksimalkan. Begini sudah, begitu sudah. Lantas, apalagi yang harus dilakukan sehingga kita tidak menyerah kalah?

Mencuplik lagu almarhum Chrisye, “Badai Pasti Berlalu”, maka jawaban dari semua kondisi itu pasti selalu ada jalan. Yang jadi pertanyaan, seberapa sanggup kita bertahan di tengah amukan gelombang ujian yang menerpa usaha kita? Seberapa kuat kita punya tenaga untuk bertahan dalam berbagai ancaman gelombang yang siap meluluhlantakkan usaha yang sudah dibangun susah-payah sebelumnya?

Di siang hari yang cerah, tampak seorang ibu di depan pintu rumahnya kedatangan seorang pengemis muda. Ia tampak berpakaian lusuh, berbadan dekil, dan sebelah tangannya kurang lengkap. Si pemuda berkata sopan, “Ibu yang baik, bolehkah saya minta sedikit makanan dan minuman, saya dari pagi belum makan. Tolong beri sedekah makanan pada orang seperti saya, Bu.”

Dengan senyuman lembut tapi tegas, si ibu menjawab, “Boleh, tetapi engkau harus mengerjakan sesuatu sebelum engkau menikmati makanan itu. Apakah engkau sanggup?”

Si pemuda pun menjawab, “Baiklah, pekerjaan apa yang harus saya kerjakan?”

Segera si ibu menunjuk ke arah setumpuk batu bata yang ada di halaman rumah,”Anak muda, pindahkan semua batu bata itu ke belakang rumah.”

Dengan raut muka terkejut, si pemuda menjawab. “Maaf Bu, bagaimana saya dapat memindahkan semua batu itu dengan sebelah tangan seperti ini?” Pengemis muda itu tampak keberatan.