Badan Pusat Statistik mencatat kontribusi sektor manufaktur mencapai terhadap perekonomian nasional pada triwulan III–2024 mencapoai 19,02 persen, dengan pertumbuhan 4,72 persen secara tahunan atau year on year (y-o-y).
Capaian tersebut menegaskan ketangguhan industri nasional di tengah tantangan global dan pentingnya kebijakan strategis seperti peningkatan penggunaan produk dalam negeri.
Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian Kementerian perindustrian RI, Yan Sibarang Tandiele mengatakan, seiring meningkatnya permintaan domestik dan eskpor di sektor makanan dan minuman (mamin), bahan bangunan dari logam dan logam dasar, serta komponen elektronik, industri manufaktur berhasil mencatat pertumbuhan tertinggi terhadap ekonomi nasional dengan kontribusi sebesar 0,96 persen (y-o-y) pada kuartal ketiga tahun ini.
S&P Global Market Intelligence menilai, peningkatan Indeks Manajer Pembelian atau Purchasing Manager’s Index (PMI) Indonesia yang tercatat 49,6 pada November 2024 mencerminkan adanya ekspansi produksi untuk pertama kalinya dalam lima bulan terakhir.
Pertumbuhan ini terjadi meskipun pesanan baru mengalami penurunan serta perusahaan mencatat permintaan barang yang masih lemah.
"Data survei bulan November menunjukkan hasil yang beragam saat menilai kesehatan sektor manufaktur Indonesia. Di satu sisi, peningkatan output menjadi kabar baik, karena perusahaan meningkatkan produksi untuk membangun inventaris dan menyelesaikan pekerjaan sebelum terjadi peningkatan penjualan dan permintaan pada tahun depan,” kata Economics Director S&P Global Market Inttigence Paul Smith dalam keterangannya, di Jakarta, Senin.
Meskipun demikian, kenaikan indeks menjadi 49,6 pada bulan November, dari 49,2 pada Oktober, mengindikasikan kondisi operasional yang sedikit melambat pada periode penurunan saat ini.
Badan Pusat Statistik mencatat kontribusi sektor manufaktur terhadap perekonomian nasional pada triwulan III 2024 mencapai 19,02 persen.
Angka ini tumbuh 4,72 persen secara tahunan (y-o-y) sekaligus menegaskan ketangguhan industri nasional di tengah tantangan global dan pentingnya kebijakan strategis seperti peningkatan penggunaan produk dalam negeri.
Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian Kementerian Perindustrian RI Yan Sibarang Tandiele mengatakan, industri manufaktur berhasil mencatat pertumbuhan tertinggi terhadap ekonomi nasional dengan kontribusi sebesar 0,96 persen (y-o-y) pada kuartal ketiga tahun ini.
“Hal ini seiring meningkatnya permintaan domestik dan ekspor di sektor makanan & minuman, bahan bangunan dari logam dan logam dasar, serta komponen elektronik," ujarnya saat membuka pameran Manufacturing Indonesia 2024 yang berlangsung di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu, 4 Desember 2024.
Sebesar 75 persen produk industri manufaktur dalam negeri dipasarkan di dalam negeri. Dengan perbandingan orientasi pasar domestik dengan pasar ekspor sebesar 75:25, Tim Analis Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Kementerian Perindustrian menyimpulkan bahwa kinerja industri manufaktur, yang secara umum masih menunjukkan ekspansi di tengah ketidakstabilan kondisi global, sangat dipengaruhi oleh kondisi kestabilan ekonomi dan daya beli di dalam negeri.
Indeks Kepercayaan Industri bulan November 2024 mencapai 52,95 (ekspansi), meningkat 0,20 poin dibandingkan dengan bulan Oktober 2024 atau meningkat 0,52 poin dibandingkan dengan November tahun lalu. “Meningkatnya IKI bulan Oktober ini ditopang oleh ekspansi 21 subsektor dengan kontribusi terhadap PDB Industri Manufaktur Nonmigas Triwulan II 2024 sebesar 99,3%,” ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif dalam keterangan tertulis, Kamis (28/11).
Industri manufaktur Indonesia tengah menghadapi masa yang penuh tantangan. Salah satu indikator yang menggambarkan kesulitan ini adalah Purchasing Managers' Index (PMI) yang terus terkontraksi selama lima bulan berturut-turut.
PMI adalah sebuah indikator ekonomi yang mengukur aktivitas sektor manufaktur berdasarkan survei terhadap para manajer pembelian di perusahaan manufaktur.
PMI Manufaktur Indonesia yang tercatat pada bulan November 2024 berada di angka 49,6, meskipun ada sedikit peningkatan dari bulan sebelumnya yang berada di angka 49,2.
Meskipun PMI Manufaktur Indonesia menunjukkan sedikit perbaikan, kenyataannya sektor manufaktur Indonesia masih berada dalam tekanan.
Apa yang bisa dipelajari dari situasi ini, dan bagaimana industri manufaktur dapat mengambil langkah strategis untuk menghadapinya?
Proyeksi seputar kondisi ekonomi Indonesia sebenarnya tidak sepenuhnya baik-baik saja. Contohnya sektor manufaktur yang padat karya sedang menghadapi tekanan berat yang berimbas pada peningkatan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sepanjang semester I-2024 saja, tercatat 32.064 pekerja dirumahkan, naik 21,45 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sektor manufaktur yang paling parah mengalami PHK massal yakni industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Dalam dua tahun terakhir sudah sebanyak 30 pabrik tekstil yang tutup.
Penutupan pabrik tersebut menyebabkan lebih dari 11 ribu orang kehilangan pekerjaannya. Pelemahan ini dipastikan meluas ke sektor lainnya seperti petrokimia yang berimbas pada penurunan permintaan bahan baku aromatik untuk industri tekstil.
Menurut Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), melemahnya industri tekstil pasti akan berdampak pada kinerja industri petrokimia.
Page 1 of 115