Untuk mengubah sesuatu menjadi lebih baik, sangat diperlukan kebiasaan-kebiasaan positif. Dimulai dari berabad-abad lampau, tidak ada keahlian apa pun yang didapat yang tanpa melalui proses pengulangan yang kita sebut sebagai habit atau kebiasaan. Semua ada prosesnya! Orang paling hebat di berbagai bidang sekali pun, pasti mulai dari kebiasaan kecil yang dilakukan terus-menerus sampai akhirnya “jadi”.

Dalam berbagai kesempatan, baik dalam seminar/webinar atau buku-buku yang saya tulis, saya selalu menekankan kebiasaan positif yang dilakukan terus-menerus akan menghasilkan karakter, yang kemudian menjelma menjadi kekuatan untuk meraih kesuksesan.

Saya sendiri, selalu mengembangkan kebiasaan positif dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya, membaca buku setiap hari untuk mengembangkan wawasan dan pola pikir. Sebab, dengan gelar SDTT alias “sekolah dasar tidak tamat”, tanpa kebiasaan menimba ilmu setiap hari, maka saya tidak akan berhasil mencapai keadaan seperti saat ini.

Pada 2006, Blake Mycoskie, seorang pengusaha sekolah mengemudi melakukan perjalanan ke negara yang sudah lama menjadi incarannya untuk melancong, Argentina.

Sesampainya di sana, dia mengamati rata-rata orang memakai sepatu khas nasional mereka yang dinamai alpargata. Sepatu yang kasual, ringan, dan simpel.

Terlintas ide dalam pikirannya: kalau model sepatu seperti ini dibawa ke pasar Amerika dan sedikit dimodifikasi mungkin akan laku, tetapi dia segera meomotong ide tersebut. Pikirnya, dia sedang ingin berlibur dan tidak sedang ingin berbisnis.

Namun, situasi berubah begitu liburannya akan berakhir. Menjelang akhir liburannya, dia melihat kelompok orang yang sedang mengumpulkan donasi berupa sepatu yang akan diberikan kepada anak-anak yang membutuhkan. Ternyata di Amerika Latin banyak anak-anak yang tidak bersepatu, termasuk di negara berkembang seperti Argentina.

Pendidikan formal dan informal adalah bekal kehidupan yang tak bisa dipisahkan. Dengan pendidikan yang baik dan benar, kesuksesan sejati bisa kita dapatkan.

Saat kita masih anak-anak dan duduk di bangku sekolah, kita menghadapi banyak ujian, yang mengacu pada kemampuan dan pemahaman kita terhadap materi yang diajarkan. Ada yang lulus, ada yang tertahan. Lalu, ada suka dan ada pula duka bagi yang belum mendapatkan nilai sesuai standar. Belum berhenti di sana. Setelah lulus pun, seorang pelajar masih harus “bertarung” untuk mendapatkan sekolah yang didambakan. Ada yang ke SMP, SMU, hingga perguruan tinggi. Di sinilah ajang kompetisi kehidupan masa remaja dimulai. Yang mendapatkan sekolah favorit, tentu merasa bahagia. Sebaliknya, yang belum mendapat yang diharap, pasti timbul kekecewaan.

Namun, apakah semua “berhenti” pada titik tersebut? Tentu tidak. Pendidikan—sebagaimana pembelajaran—harus berjalan seumur hidup. Tentu, levelnya akan berbeda-beda. Pada masa remaja, pendidikan yang diutamakan adalah pendidikan dengan basis pembelajaran sebagaimana yang diajarkan dalam berbagai mata studi di sekolah. Bekal tersebut adalah modal dasar untuk menempuh jenjang pendidikan berikutnya. Yang berarti, jika ditekuni, bekal pendidikan dasar tersebut akan bermanfaat di kemudian hari.

Dikisahkan, ada seorang pelukis, yang dikenal luas karena kehalusan, ketelitian, dan keindahan lukisannya, serta sifatnya yang sangat memperhatikan detail objek yang digambarnya. Karena kehebatannya tersebut, pesanan lukisannya tidak pernah berhenti. Para kolektor maupun pencinta barang-barang seni sampai harus rela menunggu untuk mendapatkan karya-karyanya.

Suatu hari, setelah menyelesaikan sebuah lukisan, si pelukis merasa sangat puas dengan hasil lukisannya kali ini. Menurut pandangannya, lukisan itu sudah sangat sempurna. Melihat hasil tersebut, dia pun bermaksud mengadakan pameran lukisan. Dia ingin agar orang-orang dapat menikmati, serta mengagumi keindahannya.

Saat pameran, si pelukis meletakkan sebuah buku di dekat lukisan dengan keterangan sebagai berikut, “Yang terhormat, para pencinta dan penikmat seni. Setelah melihat dan menikmati lukisan ini, silakan isi di buku ini komentar Anda tentang kelemahan dan kekurangannya. Terima kasih atas waktu dan komentar Anda.”

Alkisah, ada seorang petani jagung yang sukses sekali dalam mengelola perkebunannya. Si petani bukan hanya mampu menghasilkan butir-butir jagung dengan kualitas yang prima tetapi juga dari hasil panennya yang sangat berlimpah.

Si petani telah beberapa kali memenangkan penghargaan, baik dari segi kualitas produk maupun kuantitasnya. Dari pemerintah pun, penghargaan tertinggi diraihnya karena dinilai sebagai pelopor kemajuan perekonomian masyarakat petani setempat.

Keberhasilan si petani bukan hanya untuk dirinya dan keluarganya saja, tetapi juga untuk petani-petani tetangganya. Dia seringkali membagi-bagikan bibit jagung berkualitasnya kepada mereka, mengajarinya cara bercocok tanam yang baik, sehingga hampir seluruh petani di daerah itu hidup sejahtera dan perekonomian pemerintah daerah pun juga meningkat tajam dan berlimpah.

Suatu hari, datang wartawan menanyakan, “Apa rahasia kesuksesan Bapak?”

Suatu pagi yang senyap, raja memutuskan untuk pergi berburu ditemani burung elang kesayangannya yang terlatih dalam berburu.

Di persimpangan jalan, raja ingin menikmati waktunya dan sengaja memilih arah yang berbeda dan berpisah dengan pengawalnya.

Tak lama, mentari bersinar dengan terik. Raja pun mulai merasa kehausan. Gerakan kuda melambat dan si elang pun terbang meninggalkannya.

Betapa gembiranya sang raja ketika melihat ada air yang mengalir dari celah-celah bebatuan di tempatnya melintas.

Ia segera melompat turun dari kuda, mengeluarkan piala perak berukuran kecil dari tas berburunya, dan menempelkan pialanya pada aliran air yang begitu pelan.

Setelah piala itu nyaris penuh dan air hendak diminum, tiba-tiba terdengar suara desing di udara.