Aku adalah Sebuah Batu

    Cobalah untuk membakarku

    Aku akan bergeming

    Karena aku sebuah batu.

    Coba pukul aku lebih keras

    Aku tetap utuh

    Karena aku sebuah batu

    Yang paling keras.

Kopi memang bukan sekedar minuman, ada banyak hal yang bisa kamu ambil dari secangkir kopi.

Mulai dari pemilihan biji kopi itu sendiri, pembuatan sampai rasa, banyak pelajaran penting yang bisa kamu dapatkan.

Berikut ini 5 filosofi kopi yang bisa kamu petik dari secangkir kopi yang nikmat.

1. Pilih biji kopi terbaik untuk mendapatkan secangkir kopi yang enak.

Jika ingin hasil yang terbaik, kamu harus kerahkan kemampuanmu dengan maksimal pula.

Untuk membuat segelas kopi yang nikmat, dibutuhkan biji kopi terbaik. Bukan yang bentuknya jelek atau sudah rusak. Biji kopi yang baik akan menghasilkan bubuk kopi yang berkualitas, sehingga rasa dan aromanya begitu sedap saat diminum.

Ada seorang laki-laki bernama Agfian. Ia berumur 25 tahun. Dan ini perjalanan kisah cintanya.

Pertama, dia mengenal Risma. Kenalan, pendekatan selama 6 bulan, ketika dia nembak ditolak.

Kedua, dia tertarik sekali dengan Ratna. Dia kenalan, melakukan pendekatan, pacaran selama 2 tahun. Ketika Agfian serius ingin menikahinya ternyata orang tua Ratna tidak merestuinya. Gagal.

Ketiga, Agfian akhirnya dekat dengan teman SMAnya dulu. Delima. Mereka cocok, saling suka, dan akhirnya jadian selama 1 tahun. Ketika cocok-cocoknya ternyata Delima ketahuan selingkuh. Agfian marah besar dan memutuskannya.

Keempat, datang seorang wanita baru dalam kehidupan Agfian. Namanya Anggraeni. Setelah jalan 1,5 tahun, antar jemput ke kampus, makan bareng, nonton bareng, main ke rumah orang tuanya. Sama-sama cocok, Anggraeni mengalami kecelakaan motor yang menyebabkannya meninggal di tempat. Pupus seluruh kenangan dan harapan Agfian.

Pada suatu masa, di sebuah pedesaan China, hidup seorang pria tua dan keluarganya.

Pria tersebut mengolah sebuah kebun dan memiliki beberapa hewan peliharaan, salah satu peliharaannya adalah seekor kuda jantan.

Suatu ketika, kuda yang dimiliki pria tua tersebut hilang. Beberapa tetangga mengatakan sempat melihat kuda tersebut berlari melewati batas daerah yang tidak boleh dilewati oleh warga desa.

Pria tua itu menjadi sedih, tetapi dia mengatakan, “Tidak apa, barangkali kejadian ini bukan sesuatu yang buruk dan siapa tahu akan datang sesuatu yang baik.”

Setelah hari berganti hari, pada malam hari, pria tua itu dikejutkan dengan suara kuda. Dia langsung bangkit dan melihat ke arah luar rumah, tampak kudanya yang hilang telah kembali dan membawa seekor kuda betina entah milik siapa yang menjadi pasangannya.

Seorang pembawa kuda beban yang sangat miskin bertemu pengemis yang terbaring sakit di tepi jalan.

“Ya, ampun! Adakah yang hidup lebih buruk dari diriku?” pikirnya.

“Aku harus menolong orang ini.”

Ia dan istrinya membaringkan pengemis itu di lantai rumahnya beralaskan tikar.

Karena tak punya makanan, mereka lalu membuat api untuk menghangatkan badan, dan menutupi tubuh pengemis itu dengan tikar.

Keesokan harinya mereka membangunkan si pengemis dan menyingkapkan tikar yang menutupi tubuhnya.

Namun betapa terkejutnya mereka, ternyata yang selama ini mereka kira pengemis adalah sebongkah emas yang sangat besar.

Sepasang suami isteri menggelar dagangannya di trotoar jalan. Saat itu petang turun terburu-buru. Lampu jalan cukup terang untuk menerangi dagangan mereka.

Di kanan kiri tumpukan puing-puing bongkaran pasar mengepung. Di depan berlalu-lalang kendaraan dan langkah-langkah cepat.

Siapa pula tertarik membeli? Namun, mereka berdua silih berganti menyapa dan menawarkan dagangan.

Kaos anak warna-warni, setangan sebungkus tiga, rok kecil, dan entah apalagi.

“Wahai suami isteri pedagang, mengapa kalian yakin ada yang membeli dagangan itu. Bagaimana kalian bias menjajakan barang di keremangan dan keriuhan seperti ini?”

“Kami tak kehilangan harapan”, begitu jawabnya.