Pada suatu hari, ada sepuluh petani yang sedang berjalan di ladang. Mereka dikejutkan oleh guntur badai yang sangat keras, dan mereka pun bersembunyi di kuil yang kondisinya sudah setengah hancur.

Guntur itu terus mendekat dan makin besar sehingga menimbulkan kegemparan di sekitar kuil.

Semua orang gemetar ketakutan sementara petir terus-menerus menerangi sekeliling kuil.

Mereka berpikir bahwa pasti ada pendosa di antara mereka yang disambar petir.

Untuk mencari tahu siapakah pendosa itu, mereka semua setuju untuk menggantung topi jerami di pintu dan topi yang terhempas jatuh menjadi pertanda bahwa itu adalah takdir akhir hidup si pemilik topi.

Pemenang adalah yang belajar dari kesalahannya, sedangkan pecundang adalah yang malu dan tak mau mengakui kesalahannya.

Pemenang adalah yang tak pernah berhenti belajar, sedangkan pecundang tak suka belajar.

Pemenang fokus mencari ide sedangkan pecundang pikirannya dipenuhi ketakutan.

Seorang pemenang mencari solusi, sedangkan pecundang mencari orang andalan.

Pemenang adalah ia yang fokus untuk masa depan, sedangkan pecundang terlalu fokus pada masa lalu.

Suatu hari di dalam hutan, rubah melihat seekor gagak terbang dengan sepotong daging di paruhnya. Sang Gagak lantas bertengger di dahan pohon.

Rubah yang sejak pagi belum makan, ingin sekali mendapatkan daging tersebut. Ia pun berjalan hingga ke bawah pohon yang dihinggapi gagak tadi.

“Selamat siang, Nyonya Gagak yang cantik,” serunya.

“Betapa mempesonanya penampilanmu hari ini. Matamu tampak cerah, paruhmu bersih dan bulumu berkilau.”

Mendengar pujian itu, Gagak menoleh ke bawah. Senang sekali ia mendapati Rubah sedang mengaguminya di sana.

Melihat reaksi Gagak, Rubah melanjutkan rencananya. Ia memuji Gagak lebih jauh lagi.

Ada seorang kakek yang sangat terkenal. Tidak hanya di daerahnya, tetapi di seluruh pelosok negeri.

Ia tidak hanya dikenal sebagai seorang yang baik dan cerdas, namun lebih dari itu ia dipandang sebagai seorang yang amat bijaksana.

Setiap kali berhadapan dengan persoalan yang paling rumit sekalipun, ia pasti akan mampu keluar dengan ide-ide yang cemerlang.

Sambil menggenggam seekor burung kecil dalam kepakan tangannya, seorang anak datang menghadap seorang kakek tersebut.

Anak kecil itu berdiri di hadapan kakek tua dan secara saksama memperhatikannya.

Dalam hatinya ia berpikir bahwa saat ini akan berakhirlah reputasi bapak tua itu sebagai seorang bijak, karena ia amat yakin bahwa si kakek itu tak akan mampu memberikan jawaban yang memuaskan.

    Aku berjanji pada diri sendiri…..

Untuk menjadi kuat sehinggga tidak ada yang bisa mengganggu kedamaian pikiranku.

Untuk membicarakan kesehatan, kebahagiaan, dan kemakmuran kepada setiap orang yang kutemui.

Untuk membuat semua temanku merasa ada yang berharga dalam diri mereka.

Untuk melihat sisi terang dari segala sesuatu dan mewujudkan optimismeku.

Untuk hanya memikirkan yang terbaik, hanya melakukan yang terbaik, dan hanya mengharapkan yang terbaik.

Seseorang menemukan sebuah kepompong dan membawanya pulang untuk diamati perkembangannya. Pada suatu hari tampaklah garis pecahan pada kepompong itu. Rupa-rupanya bakal kupu-kupu itu berusaha membebaskan diri.

Orang itu merasa kasihan, lalu mengambil gunting dan membuka kulit kepompong. Bakal kupu-kupu itu pun lalu dengan mudah bergerak keluar. Tubuhnya sedikit panjang dan gembur. Sayapnya pendek dan layu.

Orang itu mengharapkan, dalam beberapa jam kemudian sayap si kupu-kupu akan membentang dengan indahnya. Kenyataannya tidak demikian. Kupu-kupu kecil itu hanya bisa bergerak berputar-putar dengan sayapnya yang kerdil.

Selamanya kupu-kupu itu tidak bisa terbang.