Program substitusi impor yang ditargetkan mencapai 35 persen pada 2022 harus sejalan dengan daya dukung yang sinergi antarlembaga dan kementerian.

Ahmad Heri Firdaus, Peneliti di Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef, mengatakan bahwa peningkatan daya saing industri perlu diiringi dengan dukungan yang sinergis.

“Substitusi itu kan yang tadinya impor lalu kita bisa menghasilkan sendiri di dalam negeri, tetapi perlu yang namanya daya dukung. Untuk berdaya saing harus didahului dengan daya dukung,” ujar Ahmad dalam sebuah webinar, Kamis (16/9/2021).

Hal pertama untuk mencapai target substitusi impor, kata dia, adalah mengerek utilisasi industri ke level 80 persen ke atas. Pasalnya, penahanan impor di saat kapasitas produksi belum membaik akan menimbulkan kelangkaan bahan baku.

Asosiasi Produsen Baja Ringan Indonesia (APBRI) menyebutkan industri logam dasar bertumbuh 18 persen pada semester I/2021.

Ketua APBRI Benny Lau mengatakan selama paruh pertama tahun ini menjadi momentum bagi industri baja nasional dalam meningkatkan produksi dan ekspor baja ringan.

Sektor industri logam dasar mengalami pertumbuhan sebesar 18,03 persen pada semester I/2021 yang didukung oleh peningkatan produksi besi, baja, dan bahan baku logam lainnya.

"Peningkatan ini cukup signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya tercatat sebesar 2,76 persen," ujarnya, mengutip Antara.

Presiden Joko Widodo meresmikan groundbreaking pabrik baterai mobil listrik PT HKML Battery Indonesia di Karawang Jawa Barat. Proyek tersebut memiliki nilai investasi sebesar US$1,1 miliar atau setara Rp15,6 triliun.

Dalam pidatonya, Jokowi mengatakan pabrik tersebut akan menjadi yang pertama bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di Asia Tenggara.

"Kita patut bersyukur hari ini bisa menyaksikan groundbreaking pembangunan pabrik baterai listrik pertama di indonesia dan bahkan yang pertama di Asia tenggara," ujarnya, Rabu (15/9/2021).

Pabrik ini merupakan proyek investasi antara konsorsium asal Korea Selatan yakni LG Energy Solution dan Hyundai Motor Group dengan PT Industri Baretai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC). Pada tahap pertama, kapasitas produksinya akan mencapai 10 giga watt per hour.

Komisi VII DPR RI mendukung pelaku industri baja lokal untuk mendorong pemerintah menerapkan kebijakan pengetatan impor.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurahman mengatakan konsumsi baja Indonesia masih sangat rendah. Hal ini memunculkan peluang bagi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. untuk meningkatkan kinerja penjualan untuk pasar domestik maupun ekspor.

“Untuk mencapai kemandirian industri baja di Indonesia, sudah sepatutnya pemerintah turut mendukung pengetatan impor baja melalui kebijakan-kebijakan yang berpihak pada industri nasional. Kebijakan ini seperti anti dumping baja, pegawasan barang masuk di pelabuhan, dan sebagainya”, ujar Maman, Sabtu (11/9/2021).

Selain itu, Maman mengapresiasi upaya manajemen Krakatau Steel saat ini dalam memperbaiki kinerja Krakatau Steel dari yang sebelumnya merugi menjadi perusahaan baja yang untung pada 2020.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita membidik kontribusi industri nonmigas mencapai 20 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional pada 2024, yang mana pada 2021 diproyeksikan sebesar 18 persen.

"Guna mencapai sasaran tersebut, minimal pertumbuhan industri di posisi lima persen pada 2022. Oleh karena itu, kami bertekad untuk turut menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi para pelaku industri di Tanah Air," katanya pada rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Rabu.

Menperin mengemukakan pandemi COVID-19 membawa dampak yang cukup berat bagi aktivitas sektor industri di Indonesia.

Pada kuartal I 2021, pertumbuhan industri manufaktur sempat minus 1,38 persen secara tahunan.

"Namun, lajunya semakin membaik, hingga mampu menembus 6,58 persen pada kuartal II 2021," ungkapnya melalui keterangan tertulis.

Plt Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika menyebutkan industri sawit dalam negeri mampu menghasilkan 160 produk hilirisasi dari bahan baku minyak sawit mentah atau CPO untuk meningkatkan nilai tambah.

"Kami juga mencatat di perindustrian ada 160 produk hilir yang mampu diproduksi di dalam negeri. Baik untuk keperluan pangan, nutrisi, maupun bahan kimia, dan juga sebagai bahan bakar energi baru terbarukan," kata Putu dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Putu menyebut jumlah produk sawit Indonesia juga sudah didominasi oleh produk hilirisasi yaitu sebesar 80 persen ketimbang dijual dalam bentuk bahan baku minyak sawit mentah sekitar 15 persen. Menurut Putu, jumlah produk hilirisasi ini semakin bertambah dari tahun ke tahun.

Dia berharap industri sawit Indonesia ke depannya berfokus pada pengembangan energi baru terbarukan yang menjadi andalan Indonesia di mata dunia.