Industri tekstil China belum sepenuhnya pulih, sehingga menjadi berkah bagi pelaku usaha di dalam negeri sepanjang tahun ini.

Sekjen Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta memprediksi limpahan order dari China masih akan mengalir seiring perlambatan roda industri di Negeri Panda. Selain mengalami krisis energi pada akhir tahun lalu, Pemerintah China juga diketahui tengah berambisi memangkas emisi karbonnya. Sejumlah sektor industri pun terdampak kebijakan tersebut.

"Dari trennya ekspor [tekstil] China itu turun, hanya sekitar US$135 miliar [pada 2021]. Kalau dibandingkan 2017-2018 sekitar US$147 miliar. Prediksi kami di 2022 dia belum bisa balik, limpahan order dari sana pun cukup besar," katanya kepada Bisnis, Jumat (11/2/2022).

Pada tahun lalu, industri tekstil dalam negeri juga mendulang limpahan order akibat penutupan ketat Vietnam yang menyebabkan terhentinya produksi di negara itu.

Institute For Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksikan pertumbuhan industri manufaktur pada tahun ini bakal meleset dari target pemerintah sebesar 4,5 persen hingga 5 persen. Salah satu faktor yang menjadi tekanan adalah penyebaran Covid-19 varian Omicron yang mulai tinggi dan menyebabkan pemerintah menaikkan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad memprediksi industri manufaktur akan tumbuh di bawah 4,5 persen karena sejumlah sektor penopang terancam tergerus kinerjanya oleh kenaikan level PPKM.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan industri manufaktur sebesar 3,39 persen sepanjang tahun lalu. Khusus untuk industri pengolahan non migas, pertumbuhannya sebesar 3,67 persen. Capaian tersebut di bawah target Kementerian Perindustrian yang sebesar 4 persen hingga 4,5 persen.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif mengatakan manufaktur Indonesia semakin ekspansif ditandai dengan beberapa kinerja yang makin membaik, seperti PDB, realisasi investasi, capaian ekspor, serapan tenaga kerja, dan Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur.

“Pada 2020 kontribusi sektor industri di Indonesia yang mencapai 19,8 persen juga melampaui rata-rata dunia yang sebesar 16,5 persen,” ujar Febri lewat keterangannya di Jakarta, Kamis.

Kontribusi sektor industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.

Industri manufaktur mencatatkan pertumbuhan 3,39 persen secara year-on-year sepanjang 2021 yang salah satunya ditopang oleh industri alat angkutan yang meningkat 17,82 persen.

Angka pertumbuhan tersebut meleset dari proyeksi pertumbuhan manufaktur oleh Kementerian Perindustrian sebesar 4 persen hingga 4,5 persen untuk 2021.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengatakan pertumbuhan industri alat angkutan yang tinggi didorong insentif diskon pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) pada kendaraan roda empat.

"Ini lebih baik dari pertumbuhan [industri manufaktur] pada 2020 sebesar -2,93 persen," kata Margo dalam konferensi pers, Senin (7/2/2020).

Industri pengolahan nonmigas mencatatkan pertumbuhan sebesar 3,67 persen sepanjang 2021 atau lebih tinggi dibanding 2020 yang mengalami kontraksi 2,52 persen karena terdampak pandemi COVID-19.

Pemulihan sektor manufaktur itu disebut berkat berbagai kebijakan strategis yang telah dikeluarkan pemerintah guna mendongkrak produktivitas sekaligus menciptakan iklim usaha kondusif.

"Perjalanan pembangunan sektor industri manufaktur di tahun 2021 masih diwarnai dengan gejolak dan tantangan akibat pandemi COVID-19. Namun, Alhamdulillah, kita mampu melewati dan bisa mengendalikannya," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita lewat keterangannya di Jakarta, Senin.

Industri Air Minum dalam Kemasan (AMDK) diyakini akan berada dalam arah yang positif di tahun 2022.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) Rachmat Hidayat menyampaikan, apabila situasi dalam negeri kondusif dan pandemi Covid-19 dapat dikendalikan bersama melalui penegakan disiplin protokol kesehatan dan vaksinasi yang sesuai target, maka besar kemungkinan bisnis AMDK akan tetap moncer.

“Program stimulus ekonomi dari pemerintah yang sesuai rencana baik kepada masyarakat maupun dunia usaha juga menjadi faktor penentu kinerja bisnis AMDK,” imbuh dia, Jumat (4/2).

Aspadin pun memperkirakan pertumbuhan kinerja penjualan industri AMDK setidaknya mencapai 5% di tahun ini. Bahkan, masih ada ruang bagi pertumbuhan penjualan AMDK mencapai kisaran 8% seperti kinerja sebelum pandemi tiba.