Target pertumbuhan ekonomi yang patok pemerintah sebesar 8% hingga lima tahun kedepan menjadi tantangan yang cukup besar di tengah ketidakpastian situasi global saat ini, termasuk salah satunya pada sektor industri. Apalagi bila mengejar pertumbuhan ekonomi hanya mengandalkan mesin konsumsi rumah tangga semata. Saat ini, jika melihat struktur pertumbuhan ekonomi, konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi 51%.

Direktur Eksekutif The Institute for Development of Economics and Finance, Esther Sri Astuti mengatakan, untuk mencapai target 8%, tidak mungkin hanya mengandalkan konsumsi semata."Tetapi harus mengaktifkan mesin ekonomi dari investasi, ekspor dan pengeluaran pemerintah," tegasnya.

Namun, saat ini, masalah yang harus diatasi pemerintah terlebih dahulu adalah daya beli masyarakat yang melemah. Pelemahan daya beli ini dinilai berisiko menghambat pertumbuhan ekonomi."Oleh karena itu, daya beli masyarakat yang lemah ini juga harus menjadi pertimbangan pemerintah, tidak hanya dengan mencapai target pertumbuhan ekonomi, tapi daya beli melemah," ujar Esther.

Meski begitu dengan sumber daya alam yang ada saat ini, maka pertumbuhan ekonomi bisa diwujudkan. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan, melihat potensi besar yang dimiliki Indonesia dengan sumber daya alam yang melimpah, sektor industri manufaktur yang semakin berkembang, serta inovasi dalam teknologi yang terus mendorong perubahan membawa optimisme mampu mengerek pertumbuhan ekonomi 8%.

Selain itu, hilirisasi industri juga kunci untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi delapan persen. Pasalnya, dengan mengolah sumber daya alam secara lebih dalam, Indonesia tidak hanya dapat meningkatkan nilai tambah produk, tetapi juga menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan berkualitas."Hilirisasi bukan sekadar mengolah bahan mentah, tetapi juga melibatkan inovasi dan teknologi tinggi. Dengan penguasaan teknologi, kita dapat menghasilkan produk dengan nilai tambah yang jauh lebih tinggi dan mampu bersaing di pasar global," kata Agus.

Disamping menciptakan lapangan kerja, hilirisasi juga berpotensi mengurangi ketergantungan Indonesia pada ekspor bahan mentah, meningkatkan devisa negara, serta memperkuat posisi tawar Indonesia dalam rantai pasok global. Lebih dari itu, pemerintah juga terus mendorong hilirisasi komoditas mineral dan batu bara (minerba) sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

Agus pun menyampaikan, dalam misi Asta Cita khususnya pada butir kelima, Presiden Prabowo telah mencanangkan untuk melanjutkan hilirisasi dan mengembangkan industri berbasis sumber daya alam untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri.“Untuk merealisasikan hal ini, tentunya perlu investasi yang cukup besar dari sektor industri dan tentunya perlu didukung dengan iklim investasi yang kondusif serta peningkatan daya saing industri maupun kawasan industri,”kata Agus.

Peran kawasan industri dalam mencapai sasaran tersebut menjadi sangat penting, mengingat amanat Undang Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, menyatakan bahwa semua kegiatan industri wajib berlokasi di dalam suatu kawasan industri. “Oleh karenanya, kawasan industri menjadi epicentrum untuk peningkatan daya saing maupun pertumbuhan ekonomi industri,” ujar Agus.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia juga terus berupaya untuk menyebarkan industrialisasi secara merata. Hingga bulan November 2024, terdapat 165 perusahaan kawasan industri yang telah mendapatkan Izin Usaha Kawasan Industri (IUKI) dan siap untuk beroperasi. Total luas lahan kawasan industri mencapai 94.054 hektar (ha), dengan lahan yang telah terokupansi (baik yang telah terisi tenan maupun untuk infrastruktur kawasan) mencapai 59,76%, dan sisanya sebesar 40,24% atau seluas 37.631 ha merupakan lahan yang masih tersedia untuk lokasi investasi.
 

Pemerataan Pembangunan
Upaya mendorong pemerataan pembangunan kawasan industri ke seluruh wilayah Indonesia, juga dilaksanakan melalui program Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) serta Proyek Strategis Nasional (PSN), yang sampai dengan saat ini telah terdapat 30 kawasan industri yang beroperasi, dan rata-rata berlokasi di luar Pulau Jawa.

PSN merupakan proyek dan/atau program yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah. Dalam dinamikanya, telah terdapat enam kali perubahan pada lampiran proyek PSN dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional sebagaimana diubah dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 12 Tahun 2024 yang memuat 41 proyek PSN sektor kawasan industri.“Dari data rencana investasi 41 kawasan industri PSN tersebut, terdapat komitmen investasi sekitar Rp2.785 triliun yang Akan direalisasikan bertahap, meliputi investasi pembangunan infrastruktur KI dan tenan di dalamnya,” sebut Agus.

Adapun hingga 2024, diperkirakan realisasi investasi di kawasan industri PSN mencapai Rp68 triliun.“Berdasarkan hasil estimasi dan simulasi penambahan nilai investasi pada KI, target investasi dalam jangka menengah pada 2029 sebesar Rp481 triliun,” jelas Agus.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia menekankan bahwa hilirisasi akan menjadi instrumen penting untuk mencapai tujuan tersebut. "Tidak ada cara lain yang harus kita lakukan untuk meningkatkan GDP dan pendapatan per kapita kita, selain dengan cara-cara terobosan baru. Hilirisasi adalah salah satu instrumen untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang kita inginkan," ujar Bahlil.

Pada Peta Jalan Hilirisasi Investasi Strategis, pemerintah memproyeksikan total investasi mencapai US$618 miliar yang akan dialokasikan untuk 28 komoditas hilirisasi. Sekitar 91% dari besaran investasi tersebut terkonsentrasi di sektor ESDM, terutama untuk komoditas minerba serta minyak dan gas bumi."Hilirisasi sebagai instrumen pertumbuhan ekonomi, terbanyak atau 91 persen dari 28 komoditas itu, total investasi sampai dengan 2035-2040 kita butuhkan US$618 Miliar. Dari angka tersebut, sekitar 91% ada di Kementerian ESDM. Minerba yang paling banyak," jelas Bahlil.

Sumber: https://www.neraca.co.id