Banyak orang punya keinginan ini dan itu. Banyak yang bercita-cita tinggi. Tak jarang yang pasang target menantang ke depan dengan visi yang luar biasa. Tapi, seberapa banyak orang yang berhasil mewujudkannya? Berapa gelintir orang yang berhasil meraihnya?

Sejatinya, impian dan cita-cita bisa menjadi kenyataan. Namun acap kali, orang sudah menyerah sebelum mencapai puncaknya. Bahkan, menyerah sebelum bertanding hanya karena anggapan tak bisa dan ketakutan tak bisa meraih. Parahnya, ada yang karena omongan orang lain, komentar miring, suara celaan, lantas memilih mundur atau mengganti target yang lebih rendah.

Untuk “melawan” itu, seharusnya kita mampu membiasakan diri memiliki kemauan yang sangat kuat. Ini penting untuk kita punyai sebagai dasar untuk meraih apa pun yang kita impikan. Layaknya anak kecil yang merengek tanpa henti saat meminta sesuatu. Kekuatan keinginan seperti sang bocah inilah yang patut kembali kita miliki dalam diri.

Dalam setiap aspek kehidupan, selalu ada yang berkembang. Atlet yang meraih predikat nomor satu datang silih berganti. Perkembangan teknologi informasi seolah tiada henti. Inovasi yang mengubah kehidupan manusia pun selalu terjadi. Apa yang baru di hari ini, akan segera berganti di keesokan hari.

Semua kondisi itu terjadi karena selalu ada perubahan menuju perbaikan yang terus dilakukan. Setiap saat, setiap waktu, selalu ada yang selalu berubah. Dan, hanya mereka yang mampu terus melakukan perbaikanlah yang akan mampu bertahan di zaman penuh tantangan. Sebaliknya, mereka yang tidak siap, akan hilang ditelan perputaran zaman yang terus berputar.

Judul tulisan ini, sengaja mengangkat tema yang sama dengan bunyi moto Olimpiade modern yang telah digunakan sejak tahun 1896. "Citius, Altius, Fortius," dalam bahasa Latin, atau "Faster, Higher, Stronger," dalam bahasa Inggris yang berarti lebih cepat, lebih tinggi, lebih kuat.

Seperti kita tahu, mulai tanggal 5-21 Agustus ini para atlet dari negara-negara di dunia bertanding untuk membuktikan diri sebagai yang lebih cepat, lebih tinggi, dan lebih kuat, di arena Olimpiade Musim Panas di Rio de Janeiro, Brazil.

Sementara menunggu banyak kisah dan inspirasi luar biasa dari arena OIimpiade, kita bisa belajar dulu dari mottonya. Keinginan—untuk menjadi lebih cepat, lebih tinggi, dan lebih kuat—ternyata tak hanya melulu diperlukan oleh para olahragawan saja, tetapi bahkan merpakan spirit khas umat manusia. Sebuah spirit yang sering juga disebut dengan istilah “spirit of success” atau Roh Keberhasilan.

Hobi yang tidak pernah saya tinggalkan sejak kecil bahkan semakin menggila ketika semakin bertambah usia adalah membaca. Bukan sekadar membaca majalah atau buku, tapi membaca dalam konteks yang lain.

Saya suka sekali membaca perasaan orang lain terutama penulis yang bukunya saya baca, dengan mengambil posisi seperti dirinya ketika sedang menulis buku. Lalu membayangkan apa yang penulis itu pikirkan dan rasakan pada saat ia sedang merangkai kata-kata. Bagaimana teman-teman dekatnya, bagaimana kehidupannya? Apakah teman yang ada di dalam cerita itu teman yang benar-benar nyata atau sekadar teman khayalan?

Banyak dari kita yang bermimpi menjadi seperti orang-orang hebat, sukses, dan terkenal di muka bumi ini. Kita kemudian bertanya-tanya, apa yang sebenarnya mereka lakukan untuk bisa meraih sukses luar biasa?

Perlu kita sadari, kekayaan dan kesuksesan mereka tidak turun dari langit begitu saja. Ada proses perjuangan yang sangat berat, kegagalan yang terus terjadi, persaingan sengit, hingga hal-hal remeh yang membuat mereka sukses luar biasa. Ada pula kebiasaan-kebiasaan positif yang kerap mereka lakukan, sehingga menjadi sebuah karakter sukses.

Untuk lebih meyakinkan, berikut juga saya paparkan, hal apa saja yang membuat orang-orang tersukses meraih impiannya, dari pendekatan paling mudah dan rasional yang juga BISA ANDA LAKUKAN! Cukup ambil satu saja, kebiasaan mana yang paling kita anggap bisa kita TIRU dan KEMBANGKAN, agar sukses luar biasa juga bisa kita wujudkan.

Andrias harefa

Bersediakah Anda mengerjakan apapun yang saat ini menjadi pekerjaan Anda, seandainya Anda tidak dibayar sepeser pun untuk itu? Bersediakah Anda menjual produk dan jasa yang sekarang Anda jual, seandainya Anda tidak mendapatkan gaji, insentif, atau komisi dari penjualan tersebut? Bersediakah Anda menjadi akuntan publik, seandainya Anda tidak mendapatkan imbalan uang sama sekali? Bersediakah Anda melakukan pekerjaan sebagai dokter, sekalipun tak ada yang mau membayar Anda untuk itu? Bersediakah Anda bekerja sebagai pengacara, kalau hal itu tidak memberikan manfaat finansial bagi Anda?

Bersediakah Anda bekerja sebagai insinyur sipil, arsitek, pembawa acara televisi, musisi, penyanyi, penari, penulis, ekonom, hakim, jaksa, polisi, tentara, anggota DPR, pejabat pemerintah, guru, pembicara, motivator, dan sebagainya, jika pekerjaan itu tidak mendatangkan uang buat Anda?