Kementerian Perindustrian mengungkapkan bahwa sektor kosmetik tumbuh signifikan pada 2020. Hal itu terlihat dari kinerja pertumbuhan industri kimia, farmasi, dan obat tradisional, serta kosmetik termasuk di dalamnya, bertumbuh 9,39 persen.

“Sektor tersebut berkontribusi 1,92 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB),” kata Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih, Rabu (17/2/2021).

Bahkan, di tengah tekanan dampak pandemi Covid-19, kelompok manufaktur tersebut mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap devisa melalui capaian nilai ekspornya yang menembus US317 juta atau Rp4,44 triliun pada semester I/2020, atau naik 15,2 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan industri manufaktur di Tanah Air masih mencatat performa positif pada beberapa subsektornya meski tertekan dampak pandemi COVID-19, yang terlihat dari beberapa subsektor konsiten berkontribusi dan menopang angka pertumbuhan industri pengolahan pada kuartal IV tahun 2020.

“Memang secara tahunan industri pengolahan nonmigas terkontraksi sebesar 2,22 persen. Namun bila kita bandingkan dengan kuartal sebelumnya (q-to-q), saya melihat sudah ada tren positif dan pertumbuhan industri sudah mengalami rebound,” kata Menperin Agus lewat keterangan resmi di Jakarta, Senin.

Pada kuartal IV tahun 2020 industri logam dasar tumbuh 11,46 persen seiring naiknya permintaan luar negeri. Kemudian industri kimia, farmasi, dan obat tradisional tumbuh 8,45 persen, terutama didukung peningkatan permintaan domestik terhadap sabun, hand sanitizer, dan disinfektan serta peningkatan produksi obat-obatan, multivitamin dan suplemen makanan.

Industri manufaktur di Indonesia semakin bergeliat setelah tertekan pandemi virus Corona (COVID-19). Hal itu terlihat dari peningkatan Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia ke level 52,2 dari sebelumnya 51,3.

Angka tersebut membuat pihaknya optimistis bahwa pada tahun ini industri nasional akan bangkit dari keterpurukannya.

"Bisa kita lihat pada angka PMI/Purchasing Manager's Index dari bulan November sampai Desember telah kembali pada titik ekspansif, dan pada awal Januari 2021 tercatat sebesar 52,2 poin," kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (9/2/2021).

Angka itu lebih baik dibandingkan China dan beberapa negara di ASEAN. Berdasarkan data Kemenperin, PMI manufaktur Vietnam 51,3, Thailand 49,0, dan Malaysia 48,9.

Industri makanan dan minuman mencatat pertumbuhan di level 1,6 persen sepanjang tahun lalu sesuai dengan hasil yang dirilis dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gappmi) Adhi S. Lukman mengatakan angka itu sesuai dengan proyeksi pertumbuhan pelaku industri yang berkisar 1 hingga 2 persen.

Adapun pada kuartal I/2021 Adhi menyebut kinerja akan didorong oleh periode persiapan Ramadan dan Lebaran.

"Secara kuartalan kami belum membuat proyeksi, tetapi tetap optimistis akan positif untuk mencapai pertumbuhan tahun ini di level 5 hingga 7 persen. Sejauh ini produksi pabrik juga masih berjalan lancar belum ada keluhan dari anggota," katanya kepada Bisnis pada Minggu (7/2/2021).

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen untuk terus membangun zona integritas untuk mencapai reformasi birokrasi yang mampu mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sesuai dengan penuturan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita,

“Dukungan manajemen melalui peningkatan kapasitas Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemenperin, layanan data dan informasi Industri 4.0 juga diharapkan menjadi penguat pemulihan ekonomi nasional sekaligus menjadi modal penggerak dalam berkomitmen mencapai reformasi birokrasi,” kata Inspektur Jenderal Kemenperin Masrokhan lewat keterangan resmi diterima di Jakarta, Jumat.

Masrokhan memaparkan pemulihan ekonomi nasional dapat dicapai dengan menjalankan program-program prioritas yang mampu mendorong aktivitas ekonomi, peningkatan konsumsi, peningkatan ekspor, dan peningkatan investasi, dengan industri sebagai roda penggerak utamanya.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai industri bus nasional masih mampu bertahan di tengah pandemi.

"Pada tahun 2018 produksi bus sebesar 3.460 unit, pada tahun 2019 kita menghasilkan 3.275 unit, dan saat pandemi COVID-19 pada 2020 kita masih mampu memproduksi 2.075 unit bus," papar Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kemenperin Taufiek Bawazier dalam acara Busworld Southeast Asia, Selasa.

Menurut dia, kebutuhan bus di dalam negeri yang cukup tinggi menjadi salah satu penopang industri bus bertahan di tengah pandemi. Apalagi pemerintah juga terus meningkatkan sistem transportasi umum di sejumlah provinsi.

"Termasuk juga program peremajaan alat transportasi yang telah berusia 25 tahun, ini menjadi potensi," kata Taufiek Bawazier.

Taufiek juga menyampaikan pada masa pandemi prosentase kendaraan niaga cenderung meningkat dibandingkan dengan kendaraan penumpang.