Sektor manufaktur Asean menunjukkan kontraksi pada akhir semester I/2025. Bahkan, disinyalir tren pelemahan akan berlanjut pada bulan-bulan berikutnya seiring dengan penerapan kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Laporan S&P Global menunjukkan Purchasing Managers’ Index™ (PMI) manufaktur Asean tercatat di bawah 50,0 selama 3 bulan berturut-turut. Pada Juni 2025, PMI manufaktur Asean berada di angka 48,6, turun dari 49,2 pada bulan Mei 2025.
Ekonom S&P Global Market Intelligence Maryam Baluch mengatakan, sektor manufaktur Asean mengakhiri semester pertama tahun ini dengan catatan kurang baik, indeks headline turun ke posisi terendah dalam 46 bulan.
Kondisi ini tak lain dipicu indeks produksi yang terus mengalami kontraksi, serta pesanan baru, aktivitas pembelian, dan ketenagakerjaan yang turun tajam.
“Meski berkurangnya tekanan inflasi mungkin sebagian membantu sektor memulihkan penjualan. Namun, penurunan saat ini berasal dari ketegangan internasional dan ketentuan tarif menambah ketidakpastian tentang potensi tahun mendatang,” kata Baluch dalam laporan tersebut, Selasa (1/7/2025).
Bahkan, kontraksi bulan ini menandai penurunan kondisi sektor paling signifikan sejak bulan Agustus 2021. Penurunan tajam pada permintaan baru dibarengi dengan pengurangan tenaga kerja dan aktivitas pembelian.
Produksi juga turun, tetapi hanya pada kisaran marginal. Optimisme tentang potensi output pada tahun mendatang masih kuat. Namun, kepercayaan diri turun sejak bulan Mei dan secara historis rendah. Hal ini menunjukkan kinerja sektor manufaktur masih lesu.
Sementara itu, permintaan baru dan output masih di wilayah kontraksi sejak bulan April. Angka terkini mengungkapkan penurunan tajam pada permintaan baru untuk produsen Asean, menandai penurunan signifikan sejak Agustus 2021.
Kondisi permintaan baru secara umum kembali terhambat oleh penurunan permintaan ekspor atas barang produksi Asean yang terus menurun. Bahkan, tingkat penurunan penjualan ekspor baru cukup signifikan dan paling besar dalam 8 bulan.
Sementara itu, penurunan produksi masih rendah dengan tingkat penurunan konsisten dengan data pada Mei.
Perusahaan manufaktur di seluruh Asean menyesuaikan pembelian input dan tenaga kerja sejalan dengan penurunan permintaan. Pihaknya juga mencatat kontraksi tajam dengan jumlah penggajian berkurang.
Kinerja sektor manufaktur Asean terkini diperparah oleh tekanan inflasi yang masih lemah secara historis. Tingkat inflasi harga input terus mereda sejak Mei, menunjukkan kenaikan tingkat sedang pada beban biaya yaitu yang paling lambat hanya dalam 5 tahun.
Meski laju inflasi biaya mengalami percepatan pada bulan ini, produsen menaikkan harga pada kisaran rendah. Sementara itu, produsen barang optimistis tentang peningkatan output pada tahun mendatang, tingkat optimisme secara keseluruhan turun dan secara historis rendah.
Tingkat optimisme saat ini adalah yang terendah kedua sejak Juli 2020, menunjukkan kinerja sektor manufaktur mendatang yang masih rendah.
Adapun, PMI manufaktur Indonesia tercatat kembali mengalami kontraksi ke level 46,9 pada Juni 2025. PMI manufaktur Malaysia juga tercatat kontraksi di angka 49,3 pada Juni, meskipun naik dari sebelumnya 48,8 pada Mei. Tak hanya itu, kondisi serupa juga terjadi pada Vietnam yang kontraksi ke level 48,9.
Sementara itu, PMI manufaktur Thailand masih ekspansi di angka 51,7 pada Juni atau naik dari sebelumnya 51,2.
Filipina juga tercatat masih ekspansi di level 50,7 atau naik tipis dari 50,1 pada Mei lalu. Di sisi lain, Myanmar mencatat produktivitas manufaktur yang pulih dengan angka indeks 49 pada Juni 2025 atau naik dari 47,6 bulan sebelumnya.
Sumber: https://ekonomi.bisnis.com