Presiden Prabowo Subianto menargetkan kontribusi manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 20,8% pada 2025. Angka tersebut naik dibanding baseline 2024 yang sebesar 18,98%.
Adapun, peningkatan target tersebut sebagaimana tertuang dalam lampiran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2025.
Dokumen ini menjadi pedoman pembangunan nasional di tahun pertama Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029.
Masih dalam lampiran beleid tersebut, target pertumbuhan ekonomi 2025 ditetapkan 5,3% pada tahun ini dengan produk domestik bruto per kapita US$5.410 (Atlas Method). Dengan begitu, Indonesia tetap berada dalam kategori upper middle income country.
Pemerintah resmi menempatkan dana sebesar Rp 200 triliun di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Kebijakan ini dinilai dapat mendorong investasi, produksi, hingga penciptaan lapangan kerja di sektor manufaktur dan padat karya.
Namun demikian, efektivitas kebijakan tersebut akan ditentukan oleh bagaimana anggaran benar-benar menyentuh kebutuhan industri, khususnya manufaktur dan sektor padat karya yang menjadi penopang serapan tenaga kerja nasional.
Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI), Akhmad Ma’ruf Maulana, menyebut dukungan dana jumbo itu harus diarahkan untuk memperkuat daya saing industri manufaktur dan sektor padat karya, yang merupakan salah satu tulang punggung ekonomi.
Konsep industri 4.0 harus diadopsi dan diterapkan pada sektor manufaktur, sehingga mampu mentransformasi industri manufaktur menjadi industri berbasis digital.
Kemudian berdampak pada peningkatan efisiensi sektor produksi sehingga menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi di pasar domestik maupun pasar global.
Ini disampaikan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada acara Indonesia 4.0 Conference & Expo 2025 di Jakarta, Selasa (17/9/2025).
“Indonesia sebagai negara besar dan negara yang kaya sumber daya alam belum dapat mengadopsi, menerapkan inovasi, untuk pertumbuhan ekonomi. Salah satu inovasi yang diharapkan diadopsi dan diterapkan pada sektor produksi adalah transformasi industri 4.0.
Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) menyambut baik kebijakan pemerintah menyalurkan dana sebesar Rp 200 triliun ke sektor riil. Ketua Umum HKI, Akhmad Ma’ruf Maulana berharap langkah ini bisa memberikan dorongan langsung pada investasi, produksi dan penciptaan lapangan kerja.
Hanya saja, Ma'ruf memberikan catatan bahwa efektivitas kebijakan tersebut akan sangat ditentukan oleh bagaimana dana ini benar-benar menyentuh kebutuhan industri. Khususnya industri manufaktur dan sektor padat karya yang menjadi penopang serapan tenaga kerja nasional.
“Dukungan dana sebesar ini harus mampu memperkuat daya saing industri manufaktur dan padat karya, karena keduanya memiliki multiplier effect yang luas dari penciptaan lapangan kerja, peningkatan ekspor, hingga penguatan rantai pasok nasional,” ungkap Ma'ruf dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Senin (15/9).
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong pengusaha industri nasional untuk meningkatkan aktivitas ekspor, mengingat kegiatan tersebut dapat memacu pertumbuhan ekonomi domestik.
"Kami berharap kegiatan ekspor ini akan semakin bertambah ke depan dan dapat menginspirasi pelaku industri manufaktur Indonesia untuk memiliki kepercayaan diri dan meningkatkan aktivitas ekspornya,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika dalam pernyataan, di Jakarta, Selasa.
Adapun pada 28 Agustus Komisi VII DPR RI bersama dengan Kemenperin melepas 10 kontainer makanan ringan menuju Pantai Gading milik PT URC Indonesia. Lokasi ekspor berada di Cikarang Dry Port Jababeka, Bekasi, Jawa Barat.
Pelepasan ekspor tersebut merupakan bagian dari kunjungan Panitia Kerja (Panja) Daya Saing Industri yang menjadi inisiatif penting untuk melihat langsung sektor riil di pusat industri manufaktur Indonesia, yaitu kawasan industri.
Ekonomi Indonesia terus menunjukkan tren positif. Aktivitas industri makin ramai, pasar dalam negeri kuat, dan permintaan ekspor ikut meningkat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai Rp 5.947 triliun pada triwulan II-2025. Angka ini mencerminkan peningkatan aktivitas ekonomi di berbagai sektor sekaligus menandakan roda industri bergerak semakin cepat seiring kenaikan permintaan pasar.
Perekonomian Indonesia masih didominasi oleh industri pengolahan dengan kontribusi 18,67%, disusul sektor pertanian, perdagangan, konstruksi, serta pertambangan. Kelima sektor ini menyumbang 63,59% terhadap perekonomian nasional. Kondisi tersebut membuka peluang besar bagi dunia usaha, namun juga menghadirkan tantangan dalam menjaga kelancaran produksi dan efisiensi operasional.
Dengan peran industri yang begitu besar, aktivitas produksi pun semakin intens. Mesin, peralatan, dan sarana industri dipacu untuk memenuhi lonjakan kebutuhan pasar. Namun intensitas penggunaan juga membawa konsekuensi, mulai dari potensi keausan, penurunan efisiensi, hingga downtime yang bisa menghambat produksi.
Page 5 of 143





