Ekosistem Industri Tak Bisa Dibangun Instan

Pemerintah memperkuat sektor industri manufaktur sebagai respons atas ketidakpastian ekonomi global yang belum mereda. Langkah ini ditempuh melalui reformasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan revisi aturan pengadaan barang dan jasa Pemerintah.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 sebagai bentuk afirmasi terhadap produk lokal dalam proyek-proyek Pemerintah.

“Kalau industri nasional tidak dilindungi, sangat mudah runtuh. Ekosistem industri tidak bisa dibangun instan. Perpres ini hadir untuk menjaga keberlanjut­an industri nasional,” ujar Agus dikutip, Senin (12/5/2025).

Perpres baru ini menggantikan aturan sebelumnya, dengan menambahkan pasal progresif yang memberi peluang lebih besar bagi produsen dalam negeri untuk ambil bagian dalam pe­ngadaan Pemerintah. Salah satunya melalui Pasal 66 ayat (2B), yang menekankan keberpihakan terhadap produk lokal.

Hal ini sejalan de­ngan arahan Presiden Prabowo Subianto agar kebijakan TKDN direlaksasi dan dijadikan insentif.

Selain regulasi, Pemerintah juga tengah menyiapkan reformasi tata cara penghitungan TKDN yang lebih sederhana dan murah.

Tujuannya, agar lebih banyak produk lokal yang bersertifikat TKDN dan dapat dibeli oleh Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Pemerintah Daerah (Pemda).

Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Todotua Pasaribu menilai, relaksasi TKDN tidak akan menggerus investasi di sektor strategis.

Menurutnya, Pemerintah memiliki ruang fiskal yang cukup untuk menjaga daya tarik investasi.

“Kalau relaksasi terjadi, kita bisa atasi dengan insentif fiskal lainnya,” ujar Todotua.

Relaksasi tersebut, kata dia, hanya difokuskan pada sektor teknologi informasi dan komunikasi asal Amerika Serikat (AS). Sektor lain akan dipertimbangkan berdasarkan hasil negosiasi lanjutan.

Namun, sejumlah pengamat mengingatkan agar Pemerintah tidak melepas kewajiban TKDN tanpa skema insentif yang jelas dan terukur.

Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan, Indonesia bisa kehilangan pe­luang besar jika hanya dijadikan pasar, bukan pusat produksi.

“Kalau TKDN dihapus begitu saja, investor tidak punya insentif untuk bangun pabrik di sini,” kata Heru.

Dia menyarankan skema insentif berbasis penyerapan tena­ga kerja. Misalnya, perusahaan yang mempekerjakan 10 ribu orang mendapat potongan pajak 2 persen, dan pembebasan pajak untuk yang menyerap hingga sejuta pekerja.

“Vietnam sudah menawarkan insentif seperti ini. Kita tak boleh tertinggal,” ujarnya.

Heru juga menyoroti pen­tingnya kemudahan investasi lain, seperti penyediaan lahan, infrastruktur dan penyederhanaan izin.

Tanpa dukungan konkret dari Pemerintah, Heru menilai, daya saing industri nasional akan sulit dipertahankan dalam jangka panjang.

“Kalau investor merasa diberi karpet merah, mereka pasti lebih tertarik menanamkan modal di Indonesia,” ujarnya.

Sumber: https://rm.id