Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengatakan industri pengolahan nonmigas (IPNM) atau manufaktur menjadi penopang utama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi delapan persen seperti yang ditargetkan oleh Pemerintah.
"Tentu untuk tumbuh delapan persen salah satu faktornya adalah tumbuhnya industri. Tanpa industri tumbuh, ya jangan pernah berharap untuk ekonomi bisa tumbuh 8 persen," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian Saleh Husin di Jakarta, Selasa (7/10).
Ia mengatakan manufaktur berperan besar terhadap perekonomian nasional dan menjadi salah satu penentu utama dalam pencapaian target pertumbuhan tersebut. Menurut dia, hal itu terlihat dari kontribusi yang diberikan IPNM terhadap ekonomi domestik, pada triwulan II 2025 misalnya, manufaktur memberikan kontribusi 16,92 persen dan tumbuh 5,6 persen di periode yang sama.
Menteri Pertanian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan optimismenya terhadap kinerja Menteri Keuangan baru, Purbaya Yudhi Sadewa. Agus menilai kebijakan Purbaya lebih bersahabat bagi pertumbuhan manufaktur Indonesia.
Beberapa waktu lalu, Agus mengapresiasi kebijakan Purbaya mengalihkan dana Rp 200 triliun dari Bank Indonesia ke perbankan swasta. Hal itu dinilai menjadi angin segar bagi industri manufaktur.
"Dan saya lihat kebijakan dari Pak Menkeu itu sangat bersahabat, sangat friendly terhadap pertumbuhan manufaktur yang ada di Indonesia," ujarnya saat ditemui di Kantor Kemenperin, Jakarta Selatan, Selasa (2/10/2025).
Agus menilai dirinya memiliki pandangan yang sama terkait pengelolaan ekonomi Indonesia melalui manufaktur. Meski bukan menjadi kontributor utama, sumbangan manufaktur terhadap ekonomi nasional menjadi salah satu yang tertinggi.
Gabungan Industri Pengerjaan Logam dan Mesin Indonesia (GAMMA) menyebutkan target kontribusi manufaktur di level 20,8% bukan tidak mungkin, meskipun kemungkinannya kecil untuk dapat dicapai akhir tahun ini.
Ketua Umum GAMMA, Dadang Asikin mengatakan bahwa dengan kondisi global yang masih penuh tantangan ketidakpastian global yang dipicu perlambatan ekonomi dunia, ketegangan geopolitik, hingga pelemahan permintaan ekspor, maka untuk mencapai angka 20,8% dalam sisa waktu tahun 2025 ini menjadi tantangan yang cukup berat.
“Kami melihat [industri pengerjaan logam dan mesin Indonesia] memiliki potensi mendorong kenaikan meski secara realistis capaian di atas 20% membutuhkan strategi jangka menengah, bukan sekadar dalam hitungan bulan di sisa akhir tahun 2025,” ujar Dadang kepada Bisnis, dikutip Minggu (5/10/2025).
Apalagi, dalam satu dekade terakhir, kontribusi manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami stagnasi di kisaran 18%—19%.
Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan dinamika domestik, industri manufaktur Indonesia kembali menunjukkan ketangguhannya. Hal ini tercermin dari capaian Indeks Kepercayaan Industri (IKI) September 2025 yang berada di level 53,02, masih berada di zona ekspansi meskipun sedikit melambat dibanding Agustus 2025 (53,55).
Menariknya, capaian ini justru lebih tinggi dibanding periode sama tahun lalu (September 2024) yang hanya mencatat 52,48. Artinya, tren kepercayaan industri nasional masih berada di jalur positif.
“Aktivitas produksi membaik karena adanya peningkatan permintaan, ketersediaan bahan baku, serta dukungan teknologi. Ini jadi sinyal awal pemulihan industri,” jelas Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief, Selasa (30/9).
Sektor industri manufaktur Indonesia masih menunjukkan kinerja moderat pada akhir kuartal III-2025. Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada September 2025 ada di level 50,4, melambat dari Agustus yang berada di posisi 51,5. Kendati begitu, PMI Manufaktur Indonesia pada September tahun ini melampaui PMI manufaktur Jepang 48,5, Prancis 48,1, Jerman 48,5, Inggris 46,2, Taiwan 46,8, Malaysia 49,8, dan Filipina 49,9.
Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan capaian tersebut menunjukkan daya tahan industri nasional masih terjaga di tengah tantangan global.
“PMI Manufaktur Indonesia berhasil bertahan di zona ekspansif selama dua bulan berturut-turut. Hal ini mengindikasikan bahwa permintaan domestik yang kuat masih menjadi motor utama pertumbuhan, termasuk juga untuk permintaan ekspor masih cukup baik meskipun mengalami tekanan dari dampak ekonomi global,” ujar Agus lewat keterangan persi, Jumat (3/10/2025).
Industri manufaktur Indonesia kembali mencatatkan kinerja positif di tengah tantangan global. Data World Bank dan United Nations Statistic menunjukkan manufacturing value added Indonesia pada 2024 mencapai USD 265 miliar, naik 4 persen dibanding tahun sebelumnya.
Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza mengatakan capaian tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara manufaktur terbesar ke-13 di dunia dan peringkat ke-5 Asia.
“Posisi kita berada setelah Jepang, India, Korea Selatan, dan China. Ini bukti daya saing industri nasional semakin kuat,” kata Faisol di Tangerang, baru-baru ini.
Pertumbuhan sektor industri juga tercermin dari kinerja ekonomi nasional pada triwulan II 2025. Faisol menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,12 persen, sementara industri pengolahan non-migas justru tumbuh lebih tinggi di angka 5,6 persen.
Page 3 of 143




