Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai industri bus nasional masih mampu bertahan di tengah pandemi.

"Pada tahun 2018 produksi bus sebesar 3.460 unit, pada tahun 2019 kita menghasilkan 3.275 unit, dan saat pandemi COVID-19 pada 2020 kita masih mampu memproduksi 2.075 unit bus," papar Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kemenperin Taufiek Bawazier dalam acara Busworld Southeast Asia, Selasa.

Menurut dia, kebutuhan bus di dalam negeri yang cukup tinggi menjadi salah satu penopang industri bus bertahan di tengah pandemi. Apalagi pemerintah juga terus meningkatkan sistem transportasi umum di sejumlah provinsi.

"Termasuk juga program peremajaan alat transportasi yang telah berusia 25 tahun, ini menjadi potensi," kata Taufiek Bawazier.

Taufiek juga menyampaikan pada masa pandemi prosentase kendaraan niaga cenderung meningkat dibandingkan dengan kendaraan penumpang.

Kendati terus menunjukkan laju ekspansi di tengah pandemi Covid-19, industri manufaktur dinilai tetap membutuhkan perbaikan secara fundamental agar memperkuat struktur industri ke depan.

Wakil Komisi Tetap Industri Hulu dan Petrokimia Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Achmad Widjaja mengatakan daripada berbicara PMI yang hanya menunjukkan ekspansi hilir, sebaiknya pemerintah mulai serius mengembangkan investasi manufaktur untuk mendorong kinerja lebih baik.

"Manufaktur kita mesti greget untuk apa PMI naik tetapi hanya hilirnya saja yang ekspansif, struktur industri itu ada hulu, intermediate, dan hilir. Sebaiknya mulai perbaiki intermediate dan hulu dengan mendorong investasi," katanya kepada Bisnis, Senin (1/2/2021).

Achmad mengemukakan dengan postur negara sebesar Tanah Air ini semestinya industri pengolahan mampu menyumbang hingga 15 persen pada GDP. Pasalnya, jika belum mencapai level tersebut tentu masih ada indikasi kinerja intermediate yang belum jalan.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat penarik investasi tahun ini utamanya berasal dari industri kendaraan listrik.
Seperti telah disebutkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kemenperin pun mencatat setidaknya ada tiga perusahaan yang akan merealisasikan investasinya tahun ini.

Ketiganya yakni Contemporary Amperex Technology (CATL) asal China dengan nilai investasi US$5,2 miliar, LG Chem asal Korea Selatan dengan investasi sebesar US$9,8 miliar, dan BASF asal Jerman.

BASF merupakan perusahaan kimia yang sudah memulai investasinya di Indonesia sejak 1976. Perusahaan ini per 2019 mencatat penjualan sebesar 462 juta Euro dengan total karyawan 645 orang.

Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin, Eko S.A. Cahyanto mengatakan guna lebih menarik investasi ke depan, pihaknya mendorong penyelesaian pembahasan rancangan PP dalam rangka implementasi dari UU Cipta kerja, khususnya PP yang masuk ke dalam klaster perindustrian.

Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia dari IHS Markit periode Januari 2021 tercatat naik 52,2 lebih tinggi dari periode bulan sebelumnya atau Desember 2020 yang sebesar 51,3.

Menurut IHS Markit peningkatan terbaru di sektor kesehatan merupakan yang paling cepat selama enam setengah tahun, dan yang paling besar sejak survei pada April 2011.

Sementara ekspansi semakin cepat dalam permintaan baru selama Januari, dengan kenaikan ketiga pada jumlah bisnis baru yang paling kuat sejak Juli 2014.

Direktur Ekonomi di IHS Markit Andrew Harker mengatakan sektor manufaktur Indonesia masih dalam jalur pemulihan pada awal 2021, dengan pertumbuhan output dan pesanan baru di antara yang terbaik dalam survei selama satu dekade ini. Tren ini memberikan dorongan kepercayaan lebih lanjut pada awal tahun ini.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengharapkan penurunan impor produk besi dan baja pada tahun lalu berlanjut pada 2021.

Plt. Kasubdit Logam Besi Direktorat Jenderal ILMATE Kemenperin Rizky Aditya Wijaya mengatakan secara tahunan impor berhasil turun sebesar 30 persen pada 2020. Alhasil tahun ini diharapkan setidaknya akan sama dengan tahun lalu dengan tiga catatan.

Pertama, penuruan impor pada 2021 ini tidak berdampak pada sektor hilir secara signifikan, terutama sektor otomotif.

Kedua, untuk arus barang-barang modal yang tercakup dalam kelompok industri baja akan diberikan kemudahan impor agar pemulihan ekonomi bisa secepatnya.

Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam menyampaikan bahwa kebijakan penurunan harga gas untuk sektor manufaktur membawa dampak positif terhadap naiknya utilisasi atau pemanfaatan produksi industri kaca lembaran hingga 67,5 persen pada akhir semester II/2020.

Pada semester sebelumnya, pemanfaatan produksi dari industri kaca lembaran sempat merosot sebesar 43,25 persen karena adanya pandemi COVID-19.

“Untuk mempertahankan daya saing sektor industri kaca lembaran dan pengaman nasional, diperlukan juga pengendalian impor yang diharapkan dapat meningkatkan utilisasinya,” kata Khayam lewat keterangan resmi di Jakarta, Rabu.