Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menyatakan iklim investasi menjadi tantangan bagi upaya untuk meningkatkan kinerja ekspor alas kaki. Hal itu terkait dengan biaya input tenaga kerja yang harus dijaga agar harga di pasar ekspor dipertahankan tetap kompetitif.

Sepanjang Januari–November 2021, kinerja ekspor alas kaki nasional mencatatkan pertumbuhan 27,3 persen menjadi US$5,52 miliar yang didominasi oleh sepatu olah raga sebesar 69,52 persen.

Direktur Eksekutif Aprisindo Firman Bakrie mengatakan peluang perluasan kinerja ekspor alas kaki masih terbuka lebar. Di satu sisi Indonesia memiliki nilai tambah setelah mampu mempertahankan utilitas produksi di tengah pandemi. Namun di sisi lain, iklim investasi terkait dengan tenaga kerja tetap menjadi tantangan.

Asosiasi Pengusaha Mainan Indonesia (APMI) memperkirakan permintaan mainan akan lebih bergairah pada tahun ini, seiring dengan perbaikan daya beli masyarakat.

Ketua APMI Sutjiadi Lukas mengatakan, penjualan lokal pada tahun lalu sudah mencapai 70–80 persen dari kondisi prapandemi Covid-19.

Hal tersebut didorong oleh momentum awal tahun yang umumnya menjadi musim puncak mainan, sehingga penjualan diharapkan kembali ke posisi sebelum pandemi Covid-19.

“Tahun ini kami berharap sudah bisa normal, dan kami harapkan kebijakan pemerintah yang mendukung dunia usaha, terutama perizinan,” kata Sutjiadi kepada Bisnis, belum lama ini.

Dia melanjutkan, pemulihan yang tersendat pada tahun lalu juga dipengaruhi oleh sulitnya mainan impor masuk.

Industri keramik dalam negeri bakal meningkatkan kapasitas produksinya sebesar 35 juta meter persegi pada tahun ini, setelah pada tahun lalu berhasil berekspansi 13 juta meter persegi.

Penambahan tersebut menjadikan total kapasitas terpasang industri keramik lokal sebesar 586 juta meter persegi, dari tahun lalu yang mencapai 551 juta meter persegi.

Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan, ekspansi dan bergulirnya investasi baru dimungkinkan dengan peningkatan utilitas produksi industri yang sepanjang 2021 telah pulih ke angka 75 persen.

Utilitas kapasitas produksi minuman ringan membaik ke angka 70 persen hingga 75 persen pada kuartal terakhir 2021. Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) mencatat, perbaikan utilitas tersebut terdorong oleh momentum Natal dan Tahun Baru atau Nataru.

Ketua Umum Asrim Triyono Pridjosoesilo mengatakan, produksi minuman ringan pada tahun ini diprediksi tumbuh 9,3 persen menjadi 7 miliar liter. Pada tahun lalu, produksi cenderung stagnan di angka 6,4 miliar liter, tak berubah dari posisi 2020.

Adapun, angka produksi sebelum pandemi Covid-19 atau pada 2019 tercatat mencapai 8 miliar liter.

“Untuk 2022, harapan kami kalau bisa tumbuh ke kisaran 7 miliar liter akan bagus,” kata Tri kepada Bisnis, dikutip Jumat (14/1/2022).

Investasi di industri plastik hilir berpeluang untuk bertambah pada paruh kedua tahun ini jika pada semester pertama industri mengalami pertumbuhan paling tidak 5 persen.

Asosiasi Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) sebelumnya mencatat, investasi di industri plastik hilir diperkirakan akan mencapai US$500 juta atau sekitar Rp71,17 triliun pada tahun ini. Investasi tersebut sebagian besar mengalir ke pengadaan mesin-mesin baru.

“Kita lihat nanti di semester dua, kalau semester satu tahun ini bisa pertumbuhannya di atas 5 persen secara global, ada kemungkinan investasi-investasi baru di industri hilir,” kata Fajar saat dihubungi Bisnis, Senin (17/1/2022).

Pemulihan ekonomi nasional yang dibarengi dengan bergeliatnya aktivitas pembangunan diproyeksi akan mengerek permintaan kabel listrik pada 2022 hingga 20 persen.

Asosiasi Perusahaan Kabel Listrik Indonesia (Apkabel) mencatat utilitas kapasitas produksi kabel listrik pada tahun lalu membaik ke angka 60 persen berkat kenaikan permintaan pada kuartal terakhir.

Ketua Umum Apkabel Noval Jamalullail mengatakan dengan proyeksi pertumbuhan permintaan sebesar 20 persen pada tahun ini, utilitas diharapkan terkerek hingga 70 persen hingga 75 persen.

"Harapannya tahun ini Omicron dan pandemi tidak mengganggu, sehingga pertumbuhan ekonomi bisa kembali normal," kata Noval kepada Bisnis, Rabu (12/1/2022).