Kementerian Perindustrian (Kemenperin) optimistis industri nasional dapat terus tumbuh dan menguat setelah menghadapi badai pandemi COVID-19 yang teruji mampu dilampaui.

"Ke depan ini kita optimistis bahwa industri nasional ini akan terus tumbuh dan kita mampu memperkuat dalam artian dengan kekuatan nasional ini untuk mendukung industri nasionalnya," kata Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazir pada webinar "Prospek Pemulihan Ekonomi Indonesia di Tengah Perubahan Geopolitik Global Pasca Pandemi," Selasa.

Taufiek memaparkan ekonomi Indonesia mulai tumbuh dan stabil, yang artinya industri nasional juga sudah menguat.

"Artinya kekuatan kita untuk menghadapi berbagai gejolak ini sudah teruji dan kita bisa bertahan," kata Taufik.

Pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia mendesak pemerintah untuk mengoptimalkan pasar domestik sebagai antisipasi dampak ancaman resesi ekonomi Amerika Serikat.

Ketua Umum Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan optimalisasi pasar domestik sangat memungkinkan lantaran daya beli dan permintaan dalam negeri aman.

"Permintaan domestik tidak masalah. Daya beli juga tidak masalah. Inflasi nasional juga masih terkendali," kata Redma kepada Bisnis.com, Minggu (31/7/2022).

Menurutnya, hal yang perlu dilakukan pemerintah secara lebih serius adalah memastikan industri TPT dalam negeri aman dari gempuran produk-produk impor maupun yang berstatus ilegal.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Dody Widodo menyebut produk tekstil dari Indonesia memiliki peluang untuk memenuhi kebutuhan sandang dunia di tengah situasi krisis global.

"Sekarang ada (krisis) perang Ukraina, pasca-pandemi, itu ada peluang besar, itu peluang perlu kita ambil untuk bisa memenuhi kebutuhan sandang dunia," kata Sekjen Kemenperin Dody Widodo di Politeknik STT Tekstil Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu.

Sejauh ini, menurutnya, sektor tekstil menyumbang sekitar 12,5 persen pada pertumbuhan ekonomi Tanah Air. Pertumbuhan itu, lanjutnya, didukung dari ekspor yang sangat besar.

Namun, kata dia, pasca-pandemi ini kebutuhan tekstil untuk dalam negeri masih cukup besar, sehingga untuk membuat tekstil Indonesia bisa memenuhi sandang dunia perlu dilakukan secara paralel.

Jepang disebut-sebut tidak mau kehilangan kesempatan untuk berinvestasi di industri pangan dan pupuk Indonesia.

Menurut Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Negeri Sakura sedang mengalami masalah dalam pemenuhan kebutuhan pangan domestik akibat industri pertanian yang dinilai tidak efisien.

Selain bermasalah dengan persediaan komoditas pangan, Jepang masih harus menghadapi persediaan pupuk yang tidak banyak karena keterbatasan pasokan gas.

"Dalam hal ini, Jepang tidak mau kehilangan kesempatan untuk mengamankan akses ke komoditas pangan dan pupuk. Salah satunya dari Indonesia," jelasnya.

Pemerintah memiliki sejumlah strategi untuk meningkatkan daya saing industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia di tengah ancaman resesi ekonomi Amerika Serikat (AS).

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Dody Widodo mengatakan pemerintah memiliki delapan strategi terkait dengan upaya peningkatan daya saing industri TPT.

Pertama, substitusi impor dengan besaran 35 persen. Substitusi impor tersebut diharapkan mampu mendorong peningkatan utilisasi industri yang sudah beroperasi.

Kedua, perbaikan rantai pasok bahan baku. Ketiga, penerapan Harga Gas Bumi Tertentu untuk industri.

Termasuk, industri hulu tekstil. Keempat, pengendalian impor.

Investasi ke industri pangan dalam negeri dinilai bisa menyelamatkan Indonesia dari kontraksi pertumbuhan ekonomi yang berpotensi terjadi pada 2023.

Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi mengatakan Indonesia berpotensi mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi mulai kuartal II/2023 jika gagal menjaga persediaan komoditas pangan. Salah satu hal yang dikhawatirkan adalah agresifitas berlebihan RI dalam mengekspor komoditas pangan.

"Tanpa kontrol, produksi dalam negeri akan menipis dan persediaan pangan domestik menjadi langka. Hal tersebut bakal memicu kontraksi pertumbuhan ekonomi di kisaran 0,7 0,8 persen," kata Fithra kepada Bisnis, Selasa (26/7/2022).

Alih-alih terlalu semangat meraup cuan dari aktivitas ekspor, Fithra menilai akan lebih menguntungkan bagi Indonesia ketika mampu membawa investor masuk sehingga terjadi pengembangan dari sisi kapasitas produksi.