Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam menyampaikan bahwa kebijakan penurunan harga gas untuk sektor manufaktur membawa dampak positif terhadap naiknya utilisasi atau pemanfaatan produksi industri kaca lembaran hingga 67,5 persen pada akhir semester II/2020.
Pada semester sebelumnya, pemanfaatan produksi dari industri kaca lembaran sempat merosot sebesar 43,25 persen karena adanya pandemi COVID-19.
“Untuk mempertahankan daya saing sektor industri kaca lembaran dan pengaman nasional, diperlukan juga pengendalian impor yang diharapkan dapat meningkatkan utilisasinya,” kata Khayam lewat keterangan resmi di Jakarta, Rabu.
Dirjen IKFT menjelaskan implementasi pengendalian impor tersebut, diantaranya akan dilakukan melalui kebijakan pengendalian tata niaga impor kaca dan pembatasan pelabuhan masuk (bongkar) di wilayah Dumai dan Bitung. Selain itu, pemberlakuan dan memperketat pengawasan SNI wajib.
“Kami optimistis, berbagai kebijakan strategis itu dapat lebih memacu daya saing industri kaca lembaran di Tanah Air. Bahkan, mampu memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional,” tuturnya.
Khayam menyebutkan potensi industri kaca lembaran nasional saat ini ditopang oleh tiga perusahaan dengan total kapasitas produksi sebanyak 1,3 juta ton per tahun pada 2020.
Hasil produksi kaca lembaran ini untuk memenuhi kebutuhan sejumlah sektor hilir, antara lain produk kaca pengaman untuk industri kendaraan bermotor (90 persen), kaca pengaman untuk bangunan (70 persen), serta industri cermin kaca mencakup interior dan kosmetik, kaca isolasi (insulating glass unit) dan lain-lain (10 persen).
“Kami yakin, industri kaca nasional akan terus tumbuh setiap tahunnya, seiring kenaikan permintaan dari pasar domestik dan ekspor,” ujarnya.
Oleh karena itu, kebijakan pengembangan sektor manufaktur, seperti industri kaca ini difokuskan pada penguatan rantai pasok untuk menjamin ketersediaan bahan baku energi yang berkesinambungan dan terjangkau.
“Upaya tersebut juga untuk memperdalam dan memperkuat struktur manufakturnya di Indonesia,” imbuhnya.
Khayam berharap sektor industri yang menerima manfaat insentif harga gas 6 dolar AS per MMBTU, dapat meningkatkan kontribusi pajaknya.
“Di samping itu, mereka akan didorong melakukan ekspansi. Jadi, kalau performanya tidak bagus, akan dinaikkan jadi 6,5 dolar AS per MMBTU atau 7 dolar AS per MMBTU,” tegas Khayam.
Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan menilai implementasi kebijakan harga gas untuk industri sebesar 6 dolar AS per MMBTU telah membantu menaikkan daya saing dan utilisasi para anggotanya.
“Efek penurunan tarif gas berdampak positif bagi kinerja pabrikan selama pandemi. Bahkan, permintaan ekspor mulai naik,” ungkapnya.
Yustinus menyatakan, pihaknya mendukung upaya Kemenperin untuk menjalankan program substitusi impor 35 persen pada tahun 2022.
“Salah satunya kami ingin untuk menekan impor kaca lembaran tidak berwarna. Sebab, produk tersebut memiliki pangsa pasar terbesar di dalam negeri. Oleh karenanya, produsen lokal perlu didorong memperkuat lini kaca lembaran tidak berwarna,” tandasnya.
AKLP menargetkan pertumbuhan sektornya akan mampu mencapai 5 persen pada tahun 2021. Hal ini ditopang dengan adanya program vaksinasi COVID-19 yang mulai dilakukan oleh pemerintah.
“Target pertumbuhan industri kaca tahun ini sejalan dengan estimasi pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen versi pemerintah,” ucap Yustinus.
Sumber: https://www.antaranews.com