Keberadaan berbagai insentif pajak untuk mobil listrik diyakini akan berdampak positif bagi industri penopang produk tersebut, salah satunya adalah ban.

Sebagai pengingat, pemerintah belum lama ini menerbitkan Peraturan Menteri Investasi/Kepala BKPM (Permeninves) No. 6 Tahun 2023 yang berisi insentif pembebasan bea masuk dan PPnBM ditanggung pemerintah atas impor mobil listrik, baik secara completely built up (CBU) maupun completely knock down (CKD). Beleid ini merupakan aturan turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) No. 79 Tahun 2023.

Ketua Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) Aziz Pane menyampaikan, saat ini industri ban sebenarnya tidak terlalu terpengaruh oleh dinamika perkembangan mobil listrik. Sebab, ban untuk mobil konvensional tetap bisa digunakan secara normal pada mobil listrik di seluruh dunia.

"Banyak mobil listrik yang ada di Indonesia yang tetap memakai ban mobil konvensional," ujar dia, Kamis (11/1).

Walau demikian, APBI tak menampik fakta bahwa para produsen mobil listrik global mulai melirik ban yang dirancang khusus untuk mobil tersebut. Biasanya ban mobil listrik terbuat dari karet sintetis yang diproduksi melalui proses kimiawi. Alhasil, ban tersebut terasa halus ketika mengaspal di jalan dan nyaris tidak menimbulkan efek suara layaknya ban mobil konvensional.

Sayangnya, belum ada produsen ban di Indonesia yang memiliki teknologi pembuatan ban dari karet sintetis. Selama ini, karet sintetis diperoleh secara impor dari negara-negara seperti India, Thailand, dan Korea Selatan.

Maka dari itu, APBI mendorong pemerintah supaya mewujudkan hilirisasi komoditas karet agar Indonesia bisa memproduksi karet sintetis secara mandiri yang akan bermanfaat bagi industri ban nasional.

"Sejauh ini baru ada riset dari beberapa institusi perguruan tinggi saja soal karet sintetis. Belum ada investasinya," kata Aziz.

Padahal, menurut Aziz, kebutuhan investasi pengembangan karet sintetis lebih rendah ketimbang pengembangan baterai.

Sementara itu, Managing Director PT Bridgestone Tire Indonesia Mukiat Sutikno mengatakan, saat ini Bridgestone belum menerima permintaan ban khusus mobil listrik dari konsumen Indonesia. Namun, ia menilai, ban mobil listrik adalah sebuah keniscayaan.

Bridgestone sendiri sebenarnya sudah memproduksi ban mobil listrik di pasar China, Eropa, dan Amerika Serikat. Apabila permintaan ban mobil listrik mulai tumbuh di Indonesia, Bridgestone kemungkinan akan melakukan importasi dari pabrik mereka di luar negeri yang sudah memproduksi ban tersebut.

Jika permintaan ban mobil listrik di Indonesia semakin bertambah di kemudian hari, maka Bridgestone berencana melakukan lokalisasi ban tersebut di Tanah Air. "Lokalisasi ini bergantung dari seberapa permintaan yang ada, tapi secara umum teknologi kami siap," imbuh Mukiat, Jumat (12/1).

President Director Michelin Indonesia Sai Banu Ramani menyatakan, Michelin Indonesia memiliki semangat untuk menjadi pemimpin yang menggerakkan industri menuju mobilitas yang lebih aman, lebih efektif, dan semakin berkelanjutan. Secara global, Michelin mengadopsi strategi "All Sustainable" yang diwujudkan bertahap hingga tahun 2030.

"Kami aktif berinvestasi dalam riset dan pengembangan untuk memperkenalkan solusi berkendara baru yang secara spesifik mendukung penggunaan kendaraan listrik," ungkap Sai Banu, Jumat (12/1).

Sebagai langkah awal terhadap permintaan ban mobil listrik, Michelin sudah meluncurkan E-Primacy yang dipakai untuk pengguna Volvo XC 90 dan Pilot Sport EV untuk Hyundai Ioniq 5.

Secara umum, seluruh produk ban Michelin pada dasarnya bisa digunakan untuk mobil listrik selama speed index dan load index ban tersebut sesuai dengan spesifikasi mobil listrik. "Tentunya kami akan terus memantau kondisi pasar dan beradaptasi dengan dinamika konsumen," tandas dia.

Sumber: https://industri.kontan.co.id