Alkisah di sebuah lepas pantai, beberapa ekor kerang kecil sedang bermain-main diterjang ombak pantai yang terlihat tenang. Namun, dalam sebuah sapuan ombak yang tiba-tiba datang, satu buah kerang tiba-tiba menjerit kesakitan. Rupanya, ombak yang menerjangnya membawa pasir laut yang tajam masuk ke dalam tubuh di cangkangnya.

Kerang kecil itu pun mengadu pada ibunya. Sambil terus menangis, ia berkata pada ibunya, “Tolong aku, Ibu. Pasir tajam ini benar-benar menyiksaku. Tolong keluarkan benda kecil ini dari dalam tubuhku. Aku ingin kembali bebas bermain-main dengan kawan-kawanku.”

Sang ibu merasa kasihan. Tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Hanya nasihat yang mampu diucapkannya. “Anakku, kita ini terlahir tanpa tangan. Jadi, terima saja pasir yang masuk ke dalam tubuhmu. Coba tahan rasa sakit itu. Ibu tahu, itu tentu sangat menyakitkan. Tetaplah semangat dalam melawan rasa pedih yang pasti bakal menyiksamu. Untuk mengurangi rasa sakit itu, balutlah pasir itu dengan getah lembut yang keluar dari dalam tubuhmu. Hanya itu satu-satunya jalan yang bisa kamu lakukan saat ini,” hibur ibu kerang sembari terus mencoba menenangkan anaknya.

Hari itu berlalu menjadi hari yang amat menyakitkan bagi kerang kecil. Nasihat ibunya sudah dituruti. Namun, sakit akibat tusukan sudut tajam pasir itu terus menyiksanya. Begitu seterusnya. Saat sakit masih menyiksa, saat itu pulalah si kerang kecil terus berusaha membalut pasir itu dengan getah lembut yang dimilikinya.

Berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, si kerang kecil harus menahan siksaan yang sangat pedih. Namun, karena memang hanya itulah satu-satunya jalan yang bisa dilakukan untuk mengurangi rasa sakit, maka si kerang kecil terus berupaya bertahan.

Hingga, suatu hari, balutan getah itu rupanya makin hari makin membentuk adukan padat yang lembut. Tanpa disadari si kerang, dalam perjuangannya meredakan rasa sakit, getah yang dimilikinya mampu membungkus pasir itu hingga akhirnya mengeras dan membentuk bulatan kecil yang halus. Rasa sakit yang dulu tiap hari dirasakannya pun mulai menjadi sesuatu yang biasa. Sehingga, setiap hari si kerang terus berusaha untuk mengeluarkan getahnya agar rasa sakit itu terus makin berkurang. Begitu seterusnya.

Lama-kelamaan, adukan padat dari balutan pasir itu rupanya menjadi sebuah mutiara cantik, besar, dan indah. Bentuknya yang bulat utuh sempurna membuat mutiara itu menjadi salah satu mutiara paling indah yang pernah ada. Sehingga, saat kerang kecil teman-temannya hanya dihargai sebagai makanan laut rebus, ia memiliki harga sangat mahal yang dicari-cari keindahan mutiara di dalamnya. Rasa sakit yang dulu menjalarinya, kini telah berubah menjadi sebuah penghargaan yang luar biasa atas kecantikan mutiara yang dihasilkannya.

Pembaca yang Bijaksana,

Kita tahu dan sadar, bahwa ujian dan kesulitan adalah hal yang lumrah dalam hidup. Tapi, kita sering kali merasa kecewa saat-saat hal tersebut datang kepada kita. Bahkan tak jarang, seolah-olah kita merasa penderitaan seperti tak ada akhirnya.

Kita bisa saja marah. Kita bisa pula emosi dan tak puas diri. Tapi sejatinya, saat-saat itulah, biasanya kita sedang dalam masa penggemblengan diri. Saat sulit akan menjadi pembelajaran hidup yang bisa jadi bekal meraih kesuksesan. Saat menyulitkan akan menjadi sarana evaluasi untuk melakukan berbagai perbaikan.

Maka, seperti kisah si kerang kecil, saat tantangan dan halangan datang, coba tahan! Lakukan yang terbaik untuk tetap berjuang. Kerahkan segenap kekuatan untuk memperbaiki keadaan. Mungkin semua itu akan terasa menyiksa. Bisa jadi pula segera mengundang rasa putus asa. Tapi yakini, badai pasti berlalu. Bukankah pelangi indah biasanya muncul setelah usai hujan lebat..?

Mari, terus bersabar dalam berjuang! Kuatkan tekad untuk mengatasi segala keterbatasan. Jika kita terus dan mampu bertahan, berjuang, berkarya, dan bekerja semaksimal yang kita bisa, niscaya, mutiara indah kehidupan akan datang.

Salam sukses luar biasa!

Sumber: https://andriewongso.com