Tahun 2015 akan segera berlalu. Pastilah banyak hal yang bisa kita evaluasi terhadap karier yang kita jalani. Ada yang memuaskan. Ada pula yang belum sesuai harapan. Jika prestasi tahun ini masih belum sesuai harapan, tentu kita pun harus segera menentukan rencana ke depan untuk memperbaiki prestasi. Mulai dari melihat kemampuan diri, memperbaiki hubungan dengan rekan kerja, hingga menentukan prioritas kerja yang bisa dilakukan untuk meraih kinerja lebih baik.

Salah satu hal yang menjadi tantangan seorang pekerja untuk mencapai perbaikan karier, menurut Red Ladder Inc. (sebuah konsultan pemberdayaan manusia dari Amerika) adalah sifat suka menunda. Yang unik, dari survei yang diadakan, mereka menemukan fakta bahwa 90% orang merasa menyesal dan merasa seharusnya mampu menyelesaikan pekerjaan lebih awal. Dan, 50% berjanji, akan melakukan pekerjaan lebih awal. Namun, yang terjadi selanjutnya, kebanyakan masih berkutat dengan hal yang sama. Untuk itu, salah satu hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi kebiasaan menunda-nunda adalah memprioritaskan pekerjaan. Bagaimana caranya? Grant Cardone, mengatakan satu hal utama yang harus dicamkan baik-baik adalah bahwa kita HARUS MAMPU MENGENDALIKAN WAKTU. Berikut beberapa hal yang disarankan oleh Cardone, yang disarikan dari bukunya The 10X Rule: The Only Difference Between Success and Failure (John Wiley & Sons, 2011).

• Tentukan hal spesifik yang harus dikerjakan lebih dahulu
Pilihlah pekerjaan yang memang punya aspek dan dampak paling besar bagi kita. Misalnya, ada orang yang suka menyelesaikan pekerjaan lebih berat dulu, atau sebaliknya, yang ringan-ringan dulu. Saat berhasil menyelesaikan tugas itu, semangat yang muncul biasanya akan menular untuk bisa segera menyelesaikan pekerjaan yang lainnya. Kondisi inilah yang harus bisa dimunculkan saat menentukan apa hal penting yang harus kita kerjakan terlebih dahulu.

• Buatlah lingkungan agar mendukung prioritas kerja yang telah kita tentukan
Satu hal yang juga harus dilakukan adalah meminta lingkungan sekitar agar mendukung apa yang telah kita prioritaskan. Buatlah jadwal atau pengkondisian terhadap apa yang akan dilakukan agar diketahui oleh lingkungan terdekat, mulai dari keluarga hingga rekan kerja. Jangan sampai, apa yang sudah diputuskan untuk dilakukan, “terganggu” oleh jadwal mendadak yang sering kali menyita waktu kita. Jika perlu, sedari awal libatkan orang-orang di sekitar untuk “mengkritisi dan memberi masukan” terhadap rencana-rencana prioritas kerja kita. Sehingga, secara tidak langsung, komitmen untuk tidak mengganggu jadwal kerja akan bisa disepakati sejak dini.

• Lacak “jejak” waktu yang telah kita habiskan dan evaluasi
Sering kali, kita mendapati orang-orang—atau bahkan kita sendiri—merasa waktu 24 jam sehari belum cukup untuk menampung semua kegiatan kita. Ada masa di mana kita merasa “supersibuk” sehingga waktu terasa berputar sangat cepat. Hal itu biasanya terjadi karena kita tidak terbiasa “melacak jejak” waktu yang terbuang dan waktu yang termanfaatkan. Misalnya, yang paling sederhana, berapa kali kita ke toilet saat kerja. Sepertinya sepele, tapi kadang saat ke toilet, tanpa sadar kita bertemu dengan rekan kerja atau siapa pun yang berujung pada percakapan yang tidak perlu. Jika hal-hal kecil seperti itu bisa kita lacak dan evaluasi, maka kita bisa membuat jadwal yang lebih terinci untuk memaksimalkan waktu yang kita miliki. Tentu, memang adakalanya kita perlu untuk memberi waktu santai pada diri sendiri. Namun dengan jadwal yang sudah tertata, kita akan bisa lebih menentukan skala prioritas yang bisa memandu kita mencapai sukses. Kuncinya tentu adalah kedisiplinan dalam menjalankan jadwal tersebut.

• Cari cara untuk memaksimalkan waktu yang kita miliki
Sebenarnya ada banyak cara untuk “mengakali” ketatnya jadwal kerja. Termasuk, bagaimana mengatasi kebosanan dalam menjalankan pekerjaan yang itu-itu saja. Dan hal itu biasanya masing-masing orang punya cara sendiri. Contoh, mendengar musik saat bekerja bagi orang tertentu akan memicu semangat sehingga bisa kerja lebih cepat. Tapi, bagi yang lain, bisa jadi malah jadi suara berisik yang mengusik. Atau, soal chatting di komputer. Bagi sebagian orang yang bisa memaksimalkannya, bisa jadi sarana untuk mempermudah komunikasi dan mempercepat kinerja. Tapi bagi yang lain, malah jadi ajang membuang-buang waktu. Untuk itu, kita perlu lebih jeli dan hati-hati dalam mencari waktu-waktu untuk lebih bisa kita maksimalkan.

• Jangan berhenti memodifikasi jadwal jika diperlukan
Perubahan waktu biasanya juga berpengaruh pada perubahan skala prioritas. Apalagi, jika kita telah naik jenjang karier ke level yang lebih tinggi. Biasanya, akan ada skala baru yang harus diprioritaskan. Termasuk, saat sudah berkeluarga dan punya anak. Kembali lakukan evaluasi untuk menentukan skala hal-hal penting yang harus didahulukan. Dengan cara itu, kita akan bisa lebih mengendalikan waktu yang kita miliki.

Sumber: http://www.andriewongso.com