Kita butuh kompromi dalam mengatasi masalah. Lantas, bagaimana agar kompromi terhadap masalah bisa menjadi solusi tepat ketika menghadapi ujian mahasulit?

Situasi yang buruk, memburuk, dan makin buruk tak jarang menghampiri kita. Bagi yang kuat, ia akan terus maju dan mencoba memperbaikinya. Bagi yang gampang menyerah, situasi yang kurang enak sekali saja, sudah langsung memilih untuk menghindarinya. Tentu, semua bergantung pada masing-masing individu.

Tapi tak jarang—barangkali karena sangat termotivasi—seseorang merasa harus terus berjuang dan berjuang lagi. Bahkan, kala ia sudah tak punya apa-apa lagi, dengan bersandar pada harapan dan keajaiban, ia terus nekad pantang mundur. Akibatnya, ia sendiri menjadi “korban” akibat obsesi yang tak kunjung jadi kenyataan. Tentu, mereka yang berjuang mati-matian itu tak salah. Namun, bisa jadi yang salah adalah metodenya. Atau, mungkin memang masanya yang sudah tidak tepat, sehingga apa pun yang dilakukan cenderung kurang baik hasilnya.

Lantas, di mana kita harus mengambil “titik tengah”? Mau menyerah, atau maju terus dengan segala konsekuensinya? Inilah yang kadang membuat kita terombang-ambing dalam kegalauan. Maju terus, hentikan, atau lupakan? Dalam kondisi tersebut, Deepak Chopra, seorang motivator dan guru spiritual yang menulis buku Spiritual Solutions: Answers to Life’s Greatest Challenges, menyebutkan setidaknya tiga hal yang perlu kita pertanyakan saat menghadapi kondisi tersebut. Berikut hal yang menurutnya bisa menjadi pertimbangan:

• Pertanyakan apakah yang sedang dihadapi adalah masalah yang harus diselesaikan, ditinggalkan, atau dilupakan?
Menurut Chopra, sangat penting bagi seseorang agar bisa menjawab pertanyaan tersebut. Sebab, jika kita sendiri tak tahu apa yang sedang kita lakukan, sedang kita tuju, atau yang harus kita selesaikan, sama saja kita sedang berjalan tanpa arah. Akibatnya, selain buang waktu, tenaga, dan pikiran, hasil yang didapat tak bisa terukur.

Karena itu, ia menyarankan, agar kita segera mencari tahu, apa tujuan kita sebenarnya, ketika sedang mengalami masalah atau cobaan. Kalau perlu, bertanyalah kepada orang lain, agar teryakinkan apa masalah yang sebenarnya sedang dihadapi. Dengan cara itu, kita akan bisa mencari jalan menuju solusi terbaik. Namun, jika kemudian memang dirasa tak ada jalan keluar sama sekali, pilihan terburuk adalah dengan meninggalkannya dan mengganti dengan fokus yang lain untuk dikerjakan. Ini baru bisa benar-benar diputuskan jika kita sudah tahu persis apa yang sedang dan akan kita tuju. Karena itu, Chopra menyebutkan pentingnya kejelasan visi tentang apa yang sedang, telah, dan akan kita kerjakan. Saat semua sudah lebih jelas, segeralah bertindak sesuai dengan apa yang telah jelas Anda lihat untuk diselesaikan atau ditinggalkan.

• Siapa orang yang bisa dijadikan referensi untuk mengatasi masalah yang sama dan telah berhasil mengatasinya?
Sejatinya, menurut Chopra, yang paling gampang membuat kita down dan terjatuh lebih dalam masalah adalah kesendirian. Saat menghadapi masalah, kita sering merasa tak ada orang yang datang membantu. Kalau pun membantu, kadang kita merasa ide atau solusi yang diberikan tidak cukup bisa membuat kita tenang. Akhirnya, kita kembali pada kesendirian, seolah tak ada solusi yang cukup empatik untuk bisa menjadi solusi terbaik.

Dalam kondisi tersebut, jika didiamkan terus-menerus, masalah bisa jadi tambah melebar. Karena itu, Chopra menyarankan untuk mencari orang-orang yang pernah mengalami hal yang sama. Dan, yang paling penting, orang tersebut adalah mereka yang terbukti mampu melewati masalah sejenis. Dengan cara itu, nasihat yang diberikan pun bisa sejalan dengan yang kita alami. Mereka akan lebih mudah berempati karena pernah dalam kondisi yang sama.

Orang-orang itu bisa kita temui baik dari teman dekat, saudara, komunitas, atau bahkan sebenarnya, kita bisa mencari dari teman di forum atau grup yang punya minat atau bidang yang sama. Tentu, harus diingat, jika nasihat itu benar-benar dari orang yang baru kita kenal, pastikan ia adalah orang yang bisa dipercaya. Satu hal yang pasti, di luar sana sebenarnya banyak orang yang mengalami masalah juga. Jadi, tak perlu merasa sendirian dalam menghadapi berbagai masalah. Dengan begitu, kita pun akan merasakan banyak dukungan yang bisa kita dapat atau ambil untuk mendapat solusi terbaik.

• Seberapa dalam kita bisa mencari solusi dari diri sendiri?
Pertanyaan ketiga ini sebenarnya sangat retoris. Sebab, kita sendiri yang bisa menjawab dan merasakannya. Namun, Chopra menekankan, di sinilah faktor di mana kita bisa mendapatkan solusi terbaik. Karena, siapa pun kita, sebenarnya sudah dibekali dengan “senjata” bernama pikiran dan akal budi. Maka sejatinya, saat permasalahan timbul, diri kita sendiri jugalah yang mampu menentukan solusi yang paling tepat.

Salah satu hal yang perlu kita kedepankan dalam hal ini adalah dengan menguatkan kesadaran bahwa adanya masalah adalah sumber untuk membuka kreasi baru, menemukan solusi, dan bahkan, cara baru untuk meraih kesuksesan. Karena itu, setelah di poin pertama kita telah menemukan tujuan yang jelas dari apa yang kita lakukan, semua harus dikembalikan ke dalam diri. Chopra menyebut ada bermacam cara yang bisa dilakukan. Misalnya, dengan meditasi, berkontemplasi, berdoa, atau cara apa pun yang membuat kita bisa merenung agar bisa menjernihkan suasana. Atau, menjelajahi perpustakaan dengan membaca buku-buku penuh motivasi dan inspirasi, bisa juga menjadi salah satu cara untuk mendapatkan pencerahan.

Memang, tingkat “kompromi” dalam memperjuangkan impian bagi tiap orang berbeda-beda. Ada yang sangat kuat dalam menahan ujian dan cobaan. Ada yang dengan “tiupan angin” sedikit saja, sudah goyang tak karuan. Yang pasti, Chopra menyebutkan, bahwa semua keputusan ada di tangan kita. Kita juga sendiri yang akan “menanggung” baik sedih atau gembira.

Jadi, sejauh mana kompromi kita dalam memperjuangkan impian?

Sumber: http://www.andriewongso.com