Ada orang yang mengatakan sebuah pernyataan sarkastis, namun kerap disetujui oleh banyak pihak. Kalimat tersebut adalah kalau yang tidak jujur saja susah dapatnya, apalagi dengan cara yang jujur? Sekilas, di tengah maraknya kasus korupsi yang kerap menghiasi berbagai media belakangan ini, kalimat tersebut terasa menyentak akal sehat.

Tapi, apakah kemudian kejujuran telah demikian mahalnya untuk menjalankan sebuah bisnis? Saya sendiri berpendapat, bahwa bekerja, berkarya, dan berusaha harus berdasarkan prinsip baik, benar, dan jujur. Puluhan tahun menjadi pengusaha di beberapa bidang, saya merasakan, dengan prinsip itulah, saya lebih merasa nyaman dan tenang.

Ada satu ungkapan kuno yang saya letakkan dalam judul artikel ini, 诚心诚意 - cheng xin cheng yi. Meski makin “langka”, jujur adalah salah satu bentuk “cerdas hidup” yang pada akhirnya akan memuaskan semua pihak. Dan, sebagaimana usaha-usaha yang terus berkembang dan bertahan sekian lama, kunci utama “memuaskan pelanggan”—salah satunya dengan kejujuran—masih menjadi kekuatan yang dapat memajukan perusahaan.

Sebagai contoh, kita sering mendengar adanya perusahaan-perusahaan taksi yang menanamkan kejujuran sebagai budaya perusahan serta bentuk pelayanan kepada pelanggan.

Cerita yang saya ingat, ada seorang penumpang yang tanpa sengaja meninggalkan barang berharga miliknya di salah satu taksi yang ditumpanginya. Konon, isinya adalah berlian bernilai miliaran rupiah. Jika mau, bisa saja sang sopir taksi mengatakan bahwa ia tak menjumpai barang itu tertinggal di taksinya. Atau, bisa saja dengan mudah ia mengatakan mungkin sudah terbawa penumpang lain yang naik setelahnya. Sejuta alasan akan bisa dikatakan dengan sangat mudah kalau mau menguasai benda sangat berharga tersebut.

Namun, si sopir memilih mendengar suara hatinya. Ia mengantarkan barang tersebut ke kantor pusat tempat ia bekerja, dan meminta agar barang itu benar-benar dijaga sampai sang pemilik asli mendapatkannya lagi. Si sopir lantas mendapatkan penghargaan atas kejujuran itu. Tak lama, kisah ini mampu membuat branding tersendiri yang dapat menarik banyak pelanggan.

Begitu pula dengan beberapa maskapai penerbangan internasional. Beberapa kali saya menjumpai kisah barang tertinggal di kabin, sampai kembali dengan selamat kepada pemiliknya. Alhasil, maskapai tersebut makin mendapatkan kepercayaan penuh dari para penumpangnya.

Atau di sisi lain, ketika saya berkunjung ke beberapa negara maju dengan budaya kejujuran yang tinggi, saya pun mendapati negara tersebut tingkat kunjungan wisatawannya sangat tinggi. Artinya, budaya kejujuran menjadi penarik minat wisatawan, karena mereka merasa nyaman untuk tinggal berlama-lama di daerah tersebut.

The Cup of Wisdom

Terbukti, kejujuran membawa banyak manfaat. Bukan saja menjadi bagian dari “promosi” perusahaan yang luar biasa, tapi juga menjadi nilai budaya perusahaan yang melanggengkan usaha. Sederhananya, budaya kejujuran telah menjadi kekuatan yang luar biasa untuk menjadi “duta” yang diperbincangkan masyarakat. Sehingga, orang pun tak akan segan berbisnis atau menggunakan jasa usaha yang mengutamakan kejujuran. Bukankah kita sendiri—baik sebagai pengusaha atau pun pelanggan dan konsumen—juga akan lebih nyaman menggunakan jasa atau barang dari perusahaan yang jujur?

Itulah mengapa, ungkapan bijak “kejujuran sepenuh hati kepada semua orang” patut kita terapkan di semua lini. Jangan terjebak pada keuntungan instan sesaat, yang nantinya malah merugikan sendiri. Jangan pula tergoda oleh kemudahan yang diberikan fasilitas yang dilatarbelakangi ketidakjujuran. Semua akan terlihat sangat mudah pada awalnya. Namun, lambat laun ketidakjujuran akan membawa petaka.

Mari, biasakan berbisnis dengan cara yang baik, benar, dan jujur. Utamakan kejujuran dalam setiap lini usaha. Dengan begitu, kebaikan dan keberkahan akan jadi milik kita.

Salam sukses, luar biasa!

Sumber: http://www.andriewongso.com