Pemerintah memiliki sejumlah strategi untuk meningkatkan daya saing industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia di tengah ancaman resesi ekonomi Amerika Serikat (AS).

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Dody Widodo mengatakan pemerintah memiliki delapan strategi terkait dengan upaya peningkatan daya saing industri TPT.

Pertama, substitusi impor dengan besaran 35 persen. Substitusi impor tersebut diharapkan mampu mendorong peningkatan utilisasi industri yang sudah beroperasi.

Kedua, perbaikan rantai pasok bahan baku. Ketiga, penerapan Harga Gas Bumi Tertentu untuk industri.

Termasuk, industri hulu tekstil. Keempat, pengendalian impor.

Kelima, verifikasi kemampuan industri mengacu kepada Permendag No. 25/2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Keenam, pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BAMD).

Ketujuh, penggunaan bea masuk tindakan pengamanan produk benang, kain, tirai, serta pakaian dan aksesoris pakaian. Kedelapan, adanya Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk poliester dan karpet.

"Namun demikian, kebijakan tersebut juga harus didukung dengan respons pasar yang baik," kata Dody seperti dikutip dari siaran pers, Minggu (31/7/2022).

Sejatinya, dukungan pemerintah memang cukup dinanti-nanti para pelaku industri TPT yang menghadapi banyak persoalan. Mulai dari ancaman resesi ekonomi AS yang berpotensi menekan harga komoditas ekspor, hingga kenaikan harga bahan baku.

Sebagai contoh, harga bahan baku. Mengutip data Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), harga bahan baku kapas saat ini naik nyaris 2 kali lipat dari posisi normal.

Harga kapas naik dari posisi normal senilai ¢1,2 per kilogram menjadi ¢2,2 per kilogram. Terakhir, asosiasi mencatat harga bahan baku kapas berada di posisi normal pada kuartal III/2021.

Selain kapas, harga bahan baku lain, yakni poliester atau serat, juga terkerek akibat fluktuasi harga minyak bumi. Akibatnya, harga bahan baku serat naik dari US$600 per ton menjadi US$900 per ton.

Sumber: https://ekonomi.bisnis.com