Pelaku industri makanan dan minuman semakin mantap menuju Ramadan dan Idul Fotri karena momen tersebut diharapkan menjadi booster setelah kondisi tahun lalu.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) Rachmat Hidayat bahkan menyebut setelah tahun lalu industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) hanya tumbuh di bawah 1 persen, maka tahun ini diharapkan pertumbuhan melaju hingga 5 persen.

"Semester satu didorong Ramadan dan Lebaran kami harap pertumbuhan 3 persen sudah bisa didapat," katanya kepada Bisnis, Selasa (16/3/2021).

Meski demikian, Rachmat menekankan optimisme tersebut belum sampai di level pra pandemi. Sebagai gambaran, industri AMDK pada 2019 berhasil tumbuh di kisaran 9 persen. Rachmat menyebut tahun ini segmen galon masih menjadi andalan.

Sementara itu, segmen kemasan kecil masih diharapkan dapat tumbuh kembali mengingat tahun lalu pertumbuhannya justru minus.

"Sekarang rasanya sudah menuju aktivitas seperti normal dengan kegiatan vaksinasi sebagai upaya pengendalian Covid-19. Jadi mungkin itu sebagian yang akan menjadi pendorong," ujar Rachmat.

Dia menyebut secara produksi tahun ini diharapkan bisa lebih dari level 2,9 miliar liter. Produsen AMDK pun dinilai akan mulai menggenjot produksi menjelang Ramadan ini. Sebaliknya, utilisasi tercatat stabil di kisaran 70 persen, setelah tahun lalu sempat anjlok di kisaran 40 persen.

Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) ini memastikan pelaku usaha tahun ini masih berharap berbagai stimulus dan kemudahan dari pemerintah.

"Soalnya tahun lalu itu kan kami survival kalau tahun ini fase recovery, jadi insentif seperti BMTP dan BPJS-TK dapat dilonggarkan kembali," katanya.

Sebelumnya, Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman sempat mengatakan produsen mamin saat ini sudah berada dalam kapasitas yang penuh untuk menyambut Ramadan dan Lebaran. Secara bahan baku, pelaku usaha juga belum menemui sejumlah kendala karena peningkatan produktivitas sudah dilakukan sejak akhir tahun lalu.

Adhi juga menyebutkan aktivitas impor bahan baku dan penolong di industri makanan dan minuman cenderung meningkat. Komoditas gula dan serealia tercatat menjadi penyumbang kenaikan bulanan terbesar pada Februari 2021.

"Untuk jangka pendek ini menjadi sinyal positif. Namun dalam jangka panjang perlu dipikirkan pula bagaimana agar ketergantungan impor berkurang,” kata Adhi.

Adhi mengatakan ketergantungan bahan baku impor bakal membuat harga produk manufaktur di Tanah Air rentan berfluktuasi. Sebagaimana diketahui, harga komoditas pangan cenderung terus naik dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini juga diikuti dengan masih tingginya biaya pengapalan dan kondisi harga produk dari China yang naik.

Dalam situasi seperti ini, ia mengatakan pabrik manufaktur dengan tingkat ketahanan rendah akan cenderung menaikkan harga produk. Sementara pabrik dengan kemampuan yang lebih baik atau berskala menengah besar akan berupaya mempertahankan harga.

Sumber: https://ekonomi.bisnis.com