Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) menyambut baik kebijakan pemerintah menyalurkan dana sebesar Rp 200 triliun ke sektor riil. Ketua Umum HKI, Akhmad Ma’ruf Maulana berharap langkah ini bisa memberikan dorongan langsung pada investasi, produksi dan penciptaan lapangan kerja.

Hanya saja, Ma'ruf memberikan catatan bahwa efektivitas kebijakan tersebut akan sangat ditentukan oleh bagaimana dana ini benar-benar menyentuh kebutuhan industri. Khususnya industri manufaktur dan sektor padat karya yang menjadi penopang serapan tenaga kerja nasional.

“Dukungan dana sebesar ini harus mampu memperkuat daya saing industri manufaktur dan padat karya, karena keduanya memiliki multiplier effect yang luas dari penciptaan lapangan kerja, peningkatan ekspor, hingga penguatan rantai pasok nasional,” ungkap Ma'ruf dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Senin (15/9).

Di sisi yang lain, dunia usaha masih menghadapi tantangan nyata berupa daya beli masyarakat yang melemah, iklim ekonomi yang belum sepenuhnya kondusif, serta tingginya biaya logistik dan energi. "Jika hanya mendorong suplai tanpa memperhatikan sisi permintaan, hasilnya bisa kurang optimal," imbuh Ma'ruf. 

Oleh sebab itu, HKI menekankan pentingnya kebijakan pendukung seperti kepastian regulasi, efisiensi biaya, serta stabilitas pasar domestik. Dengan begitu, dana stimulus tidak hanya menjadi solusi jangka pendek, tetapi juga memperkuat daya saing industri nasional secara berkelanjutan. 

Bagi HKI, kucuran dana Rp 200 triliun ke sektor riil merupakan peluang sekaligus tantangan. Ma'ruf menekankan bahwa masalah utama bukan semata ketersediaan dana, melainkan kepastian iklim usaha.

"Banyak industri manufaktur padat karya masih berhadapan dengan biaya produksi yang tinggi, mahalnya energi dan logistik, serta lemahnya kepastian hukum," jelas Ma'ruf.

Ma'ruf menegaskan bahwa momentum ini harus diikuti dengan reformasi struktural yang konsisten. HKI menyoroti empat hal penting. Pertama, kepastian regulasi.

HKI berharap agar sinkronisasi antar kementerian/lembaga, serta koordinasi pemerintah pusat dan daerah dapat terwujud. Ma'ruf menyatakan bahwa hal tersebut merupakan kunci kelancaran investasi.

Kedua, efisiensi biaya. Perbaikan infrastruktur, biaya logistik, penurunan biaya energi, serta ketersediaan utilitas dasar yang terjangkau agar daya saing industri dapat meningkat.

Ketiga, keterkaitan (linkage) dengan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Investasi baru harus memberi ruang bagi UMKM untuk masuk dalam rantai pasok, sehingga manfaatnya menyebar lebih luas.

Keempat, penguatan Sumber Daya Manusia (SDM). HKI menyoroti, dunia usaha membutuhkan tenaga kerja vokasi dan digital yang sesuai dengan kebutuhan industri generasi baru, agar transformasi manufaktur tidak tertinggal.

Selain itu, HKI menekankan dana Rp200 triliun ini mesti dibarengi dengan percepatan perizinan, khususnya pada Proyek Strategis Nasional (PSN), serta investasi yang sudah siap bergerak namun masih menemui hambatan birokrasi. "Tanpa perbaikan mendasar tersebut, dana besar ini berisiko hanya “parkir” di perbankan tanpa memberi efek riil ke dunia usaha," ujar Ma'ruf.

Ma'ruf menambahkan, kucuran dana Rp 200 triliun ini dapat menjadi instrumen penting dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% sebagaimana arahan Presiden Prabowo Subianto. Namun, pencapaian target ini hanya mungkin terwujud bila ada perbaikan sistemik serta kolaborasi erat antara pemerintah, dunia usaha, dan seluruh pemangku kepentingan.

“Kami percaya, dengan kebijakan yang tepat sasaran, dukungan infrastruktur, serta kepastian iklim usaha, dana stimulus ini akan benar-benar menjadi motor penggerak ekonomi nasional sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat manufaktur strategis di Asia,” tutup Ma’ruf. 

Sumber: https://industri.kontan.co.id