Sektor industri manufaktur Indonesia masih menunjukkan kinerja moderat pada akhir kuartal III-2025. Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada September 2025 ada di level 50,4, melambat dari Agustus yang berada di posisi 51,5. Kendati begitu, PMI Manufaktur Indonesia pada September tahun ini melampaui PMI manufaktur Jepang 48,5, Prancis 48,1, Jerman 48,5, Inggris 46,2, Taiwan 46,8, Malaysia 49,8, dan Filipina 49,9.

Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan capaian tersebut menunjukkan daya tahan industri nasional masih terjaga di tengah tantangan global.

“PMI Manufaktur Indonesia berhasil bertahan di zona ekspansif selama dua bulan berturut-turut. Hal ini mengindikasikan bahwa permintaan domestik yang kuat masih menjadi motor utama pertumbuhan, termasuk juga untuk permintaan ekspor masih cukup baik meskipun mengalami tekanan dari dampak ekonomi global,” ujar Agus lewat keterangan persi, Jumat (3/10/2025).

Data S&P Global menunjukkan bahwa permintaan baru naik selama dua bulan beruntun, didorong oleh meningkatnya konsumsi dalam negeri. Hal ini menjadi momentum baik bagi pelaku industri nasional untuk terus mengoptimalkan pasar domestik.

“Apalagi, Kemenperin telah melakukan reformasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk membuka peluang lebih besar dalam upaya penyerapan produk dalam negeri. Dengan kebijakan ini, industri dapat lebih percaya diri untuk meningkatkan produksi sekaligus memperluas basis konsumen di pasar nasional,” paparnya. Selanjutnya, dari hasil survei PMI manufaktur Indonesia pada bulan kesembilan, para pelaku industri tetap meningkatkan pembelian input dan stok inventaris sebagai bentuk antisipasi atas potensi kenaikan produksi ke depan. “Langkah ini juga turut mencerminkan optimisme pelaku industri terhadap prospek pertumbuhan beberapa bulan mendatang,” imbuh Menperin.

Indikator lain yang menggembirakan adalah tingkat ketenagakerjaan di sektor manufaktur, yang berada di level tertinggi dalam empat bulan terakhir.

Kepercayaan bisnis juga meningkat ke posisi tertinggi sejak Mei 2025, seiring dengan ekspektasi bahwa kondisi permintaan akan terus membaik.

Kemenperin mencermati bahwa peningkatan penyerapan tenaga kerja menjadi sinyal positif.

Ini menandakan pelaku industri bersiap menghadapi prospek permintaan yang lebih baik, sekaligus memperkuat kontribusi sektor industri terhadap penciptaan lapangan kerja.

Bahkan, Kemenperin menyambut baik pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, bahwa pemerintah tidak akan menaikkan cukai rokok pada tahun depan. Langkah itu dipandang sebagai bentuk insentif bagi pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) yang selama ini memiliki kontribusi besar terhadap penerimaan negara, penyerapan tenaga kerja, serta devisa ekspor.

“Kebijakan ini diharapkan mampu menjaga keberlanjutan usaha sekaligus mendukung stabilitas ekonomi nasional. Sebab, tidak mekenaikkan cukai rokok itu saja sudah merupakan insentif bagi pelaku IHT, dan itu juga akan ikut menaikkan demand,” lanjut Agus.

Sumber: https://money.kompas.com