Momentum pemulihan ekonomi Indonesia diyakini akan semakin membaik pada 2021. Hal ini terlihat dari beberapa indikator ekonomi yang sudah mulai menunjukkan pemulihan, terutama di bidang manufaktur. Hasil survei Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Desember lalu menunjukkan industri ini telah kembali tumbuh dari 50,6 ke level 51,3.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pertumbuhan industri manufaktur dalam negeri bisa tumbuh sekitar 3,95 persen. Optimisme tersebut sejalan dengan investasi pada industri pengolahan nonmigas yang masih tumbuh positif. “Dengan asumsi pandemi sudah bisa dikendalikan, terutama dengan komitmen pemerintah menghadirkan vaksin Covid-19,” ujar menteri dalam keterangan tertulisnya.
Peningkatan indeks dan proyeksi pertumbuhan industri manufaktur dalam negeri ini didukung adanya pertumbuhan pesanan baru, terutama di negara-negara yang memang menurut index ini manufakturnya kembali bergeliat. Pada bulan lalu, aktivitas manufaktur zona euro tercatat meningkat dalam laju tercepat sejak pertengahan 2018, dari 53,8 pada November menjadi 55,2 di bulan Desember.
Berbeda dengan industri jasa yang sangat terpengaruh oleh pembatasan aktivitas ekonomi untuk menekan laju penyebaran virus, sebagian besar pabrik di wilayah Jerman tetap beroperasi. Tidak hanya di Eropa, aktivitas manufaktur juga meluas di kawasan Asia, seperti Jepang, Korea Selatan dan Taiwan. Survei PMI menunjukkan, produsen di Asia terus bangkit kembali dari kerusakan akibat pandemi Covid-19 pada tahun lalu.
Merespon tumbuhnya industri manufaktur di kawasan Eropa dan Asia Timur, pemerintah pun mulai menjalin kerja sama ekonomi dengan beberapa negara di kawasan itu. Salah satunya melalui Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Korea Selatan (Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement/IK-CEPA).
Melalui IK-CEPA akses produk barang dan jasa Indonesia ke Korea Selatan akan semakin mudah dan murah. Dengan begitu, diharapkan terjadi lonjakan ekspor Indonesia mulai tahun depan ketika perjanjian ini sudah diratifikasi kedua belah pihak. Secara keseluruhan, IK-CEPA sangat menguntungkan Indonesia karena Korea Selatan akan mengeliminasi 95,54 persen pos tarif barang dan jasa dari Indonesia.
Sebaliknya, Indonesia hanya mengeliminasi 92,06 persen pos tarif produk barang dan jasa dari Korea Selatan. Hal ini akan meningkatkan arus ekspor Indonesia, terutama di bidang bahan baku yang selama ini dibutuhkan oleh industri manufaktur negeri gingseng itu.
Pertumbuhan positif industri manufaktur dalam negeri dibenarkan Jefri Junaedi, Direktur Utama PT Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk. (SBAT). SBAT merupakan salah satu perusahaan penghasil benang hasil daur ulang (recycle) bahan tekstil yang menghasilkan benang open end dan ring spinning untuk bahan baku sarung tangan, lap meja, bahan baku kain, alat pelindung diri medis hingga kain pel.
“Di awal-awal pandemi, semua industri terkena dampaknya. Ekspor kami ke beberapa negara tetangga sempat terkendala. Tapi di Q3 2020 dan ke 2021, mulai tumbuh kembali. Beberapa negara seperti Korsel dan Rusia justru minta tambah kapasitas ekspornya. Mereka butuh bahan benang untuk sarung tangan yang digunakan yang umumnya digunakan oleh pekerja industri,” ujar Jefri, seperti dikutip dari siaran pers, Senin (18/1/2021).
Menurut Jefri, Korea Selatan, Brasil, Bangladesh, Ukraina dan Rusia saat ini sedang menggenjot industri manufakturnya, terutama di sektor tekstil. Hal tersebut dilihat dari permintaan bahan baku benang yang semakin meningkat, terutama di kuartal tiga ini. “Korea Selatan biasanya hanya 3-5 kontainer bahan baku benang. Sekarang up to 10-12 kontainer dengan kapasitas tiap kontainer itu 20 ton. Rusia malah 2 kali lipatnya jadi 20 kontainer,” katanya
Jefri optimistis, di 2021 ekonomi dunia akan terus pulih, terutama di industri tekstil. Pasalnya, pandemi ini mulai bisa dikendalikan dan juga ada harapan dengan munculnya vaksin yang sudah teruji keampuhannya. Ia merujuk pada keterangan mendag dan menperin di beberapa kesempatan yang menunjukkan data pertumbuhan positif ekonomi nasional terutama di bidang manufaktur.
Salah satu yang paling jelas, tambah Jefri, kemungkinan kebijakan tatap muka yang akan dijalankan lembaga pendidikan di semester depan. Kebijakan ini, katanya, mulai mengerek market tekstil dalam negeri karena kebutuhan bahan tekstil meningkat untuk persiapan kebutuhan seragam, sepatu, topi anak-anak sekolah.
Sumber: https://ekonomi.bisnis.com