Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa kawasan industri memegang peranan strategis sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya di tengah dinamika tantangan geoekonomi dan geopolitik global. Hal tersebut disampaikannya dalam agenda Fullday Penguatan Pendataan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri (KI) Menyongsong Sensus Ekonomi 2026 di Jakarta, Rabu (18/12).
Menurut Agus, kinerja sektor industri manufaktur nasional atau Industri Pengolahan Non Migas (IPNM) terus menunjukkan tren positif dan menjadi penopang utama perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan IPNM pada Triwulan III Tahun 2025 mencapai 5,58 persen (year-on-year), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat sebesar 5,04 persen.
“Industri manufaktur masih menjadi kontributor terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, dengan sumbangan sebesar 1,04 persen. Ini menegaskan peran strategis sektor industri dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujar Agus.
Kontribusi IPNM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada Triwulan III Tahun 2025 tercatat sebesar 17,39 persen, meningkat dibandingkan Triwulan II 2025 yang sebesar 16,92 persen. Dari sisi perdagangan, nilai ekspor IPNM secara kumulatif pada periode Januari hingga Oktober 2025 mencapai USD 187,82 miliar atau setara 80,25 persen dari total ekspor nasional, dengan pertumbuhan 15,75 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Selain itu, sektor IPNM juga menyerap tenaga kerja hingga 20,31 juta orang atau sekitar 13 persen dari total tenaga kerja nasional per Agustus 2025, serta memberikan kontribusi investasi sebesar 37,73 persen terhadap total investasi nasional pada Triwulan III 2025.
Menperin menambahkan, tingkat utilisasi industri manufaktur yang berada di angka 59,28 persen pada Triwulan III 2025 menunjukkan masih besarnya ruang ekspansi industri nasional. Optimisme pelaku usaha juga tercermin dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) November 2025 yang berada di level 53,45 dan Purchasing Managers’ Index (PMI) sebesar 53,3.
“Kinerja positif industri manufaktur ini tidak terlepas dari peran kawasan industri sebagai lokasi utama kegiatan produksi,” tegasnya.
Saat ini, Indonesia memiliki 175 perusahaan kawasan industri yang beroperasi dengan total luas lahan mencapai 98.235,59 hektare dan tingkat okupansi sebesar 58,19 persen. Kawasan industri tersebut menaungi sebanyak 11.970 perusahaan tenant yang berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional.
Berdasarkan data BPS Triwulan III Tahun 2025 yang diolah Kementerian Perindustrian, kawasan industri beserta tenannya berkontribusi sebesar 9,44 persen terhadap PDB nasional dan menyumbang 0,67 persen terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain itu, kawasan industri mampu menyerap investasi hingga Rp6.744,58 triliun serta menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 2,35 juta tenaga kerja.
Dalam rangka meningkatkan daya saing kawasan industri, Kementerian Perindustrian telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 26 Tahun 2025 tentang Standar Kawasan Industri dan Akreditasi Kawasan Industri yang akan mulai berlaku pada 23 Januari 2026. Regulasi tersebut bertujuan untuk menciptakan kawasan industri yang berdaya saing, tangguh, dan berkelanjutan.
“Kami juga tengah memperkuat kerangka regulasi melalui penyusunan Rancangan Undang-Undang Kawasan Industri, agar berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapi pengelola kawasan industri dapat diatasi secara komprehensif,” ungkap Agus.
Menperin optimistis, penguatan regulasi dan peningkatan daya saing kawasan industri akan meningkatkan minat investasi, menciptakan efek berganda bagi perekonomian, serta mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen pada tahun 2029.
Sebagai penutup, Agus menekankan pentingnya pendataan kawasan ekonomi khusus dan kawasan industri yang akurat untuk mendukung pelaksanaan Sensus Ekonomi 2026. Ia mengajak seluruh pengelola kawasan industri dan pelaku ekonomi di dalam KEK dan kawasan industri untuk berpartisipasi aktif dalam proses pendataan tersebut.
“Data yang akurat akan menjadi fondasi perumusan kebijakan industri yang tepat sasaran dan berkelanjutan ke depan,” pungkasnya.
Sumber: https://kemenperin.go.id




