Ada sebuah pepatah bijak dalam bahasa Jawa, “Gelem nangkane, ora gelem pulute” yang berarti “Mau nangkanya, tapi tak mau terkena getahnya”. Pepatah ini mengandung makna bahwa orang cenderung menginginkan hal yang baik-baik saja, tapi kurang mau atau suka menghindar untuk menghadapi konsekuensinya. Ingin sukses, tapi tidak mau gagal. Mau kaya, tapi kurang mau berjuang dengan sungguh-sungguh. Bercita-cita terkenal, tapi berusaha dengan cara instan. Ingin ini dan itu, tapi tidak mau menjalani proses dan jalan berliku untuk memperolehnya. Akhirnya, banyak orang yang ujungnya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.

Padahal sejatinya, justru pada saat sulit, gagal, susah, berliku, turun, bahkan terantuk dan terluka, itulah saat kita sedang “digodok di kawah candradimuka”. Di mana, saat “panas” itulah, kita sedang ditempa menjadi berlian dan permata yang tak ternilai harganya. Hanya mereka yang tahan dalam menghadapi berbagai hadangan ujian dan cobaanlah yang akan mampu mewujudkan impian.

Untuk menggambarkan kekuatan menghadapi berbagai tempaan hidup ini, saya teringat salah satu omongan yang sering saya dengarkan ketika kecil, yakni mempeng yang dalam bahasa Indonesianya, kurang lebih artinya adalah tekun. Saat kecil, saya sering mendengar nasihat orangtua pada anaknya yang masih sekolah, “Mempengo sinau” atau “Tekunlah belajar”. Dan, saat sudah bekerja, banyak pula orang yang menasihati, “Mempengo nyambut gawe” atau “Tekunlah bekerja”. Sepertinya sederhana dan mudah dilakukan. Tapi, ketekunan sebenarnya mempunyai kekuatan yang luar biasa untuk menjadikan kita sebagai “permata-permata mahal kehidupan”.

Dalam sikap ketekunan, kita mendapati ketahanan dalam berfokus pada tujuan, kemampuan untuk menahan segala godaan yang melenakan, hingga kemauan sangat kuat untuk mewujudkan segala harapan. Ibarat kisah legenda Thomas Alva Edison yang menemukan bola lampu pijar setelah—konon—mengalami 9999 kali kegagalan. Dengan ketekunan, kita akan memiliki daya tahan dan mentalitas prima yang tak kan goyah oleh berbagai cobaan. Jika Edison bisa bertahan hingga ribuan kali kegagalan, pertanyaannya adalah, berapa kali kita mampu bangkit dari kegagalan? Tekun bisa menjadi “solusi” yang menunjukkan seberapa kuat kita saat mengalami masa-masa sulit.

Dear Readers,

Setiap orang sebenarnya dibekali dengan kelebihan masing-masing oleh Sang Mahakuasa. Hanya saja, semua potensi itu kadang memang butuh digali, dicari, dan dikembangkan melalui proses yang tidak sebentar.

Ada kalanya orang menemukan “bakat” asli yang membawanya menuju puncak sukses baru pada usia senja. Kita bisa lihat contoh nyatanya pada Kolonel Sanders sang pendiri Kentucky Fried Chicken. Namun, ada pula yang masih muda belia, sudah mendapatkan ketenaran yang luar biasa, misalnya di bidang seni, teknologi, bisnis, dan olahraga. Namun, tua maupun muda, sebenarnya mereka punya satu kunci sukses yang sama dalam mencapai impiannya masing-masing, yakni tekun dalam memperjuangkan apa yang dicita-citakan.

Berapa kali Kolonel Sanders harus menawarkan resep ayam gorengnya hingga ia benar-benar sukses? Atau, pernahkah kita menghitung, berapa kali seorang penyanyi muda harus meng-upload video-nya di YouTube serta berlatih bermusik dan bernyanyi sejak sangat belia? Bahkan, mereka yang sukses dan jadi terkenal lewat kontes bakat yang sifatnya instan sekali pun, mereka sebenarnya harus berjuang sangat berat dalam proses menjadi juara dan mengembangkan kariernya setelah itu.

Pesan saya, apa pun pilihan hidup yang ada di hadapan kita, mari kita coba untuk terus tekun memaksimalkan apa yang kita bisa. Tekun pada bidang yang kita kuasai, tekun pada profesi yang kita lakoni! Dan jangan lupa, selipkan cinta pada pekerjaan apa pun yang sedang kita jalani. Sehingga, kekuatan ketekunan akan jadi kekuatan pembeda, dan pintu-pintu sukses akan selalu siap terbuka untuk kita.

Salam sukses luar biasa!

Sumber: https://andriewongso.com