Perbaikan kinerja manufaktur yang ditunjukan oleh lonjakan angka purchasing managers' index (PMI) pada Oktober tercermin di industri tekstil.

Perbaikan tersebut, selain karena pelonggaran pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), juga dipengaruhi faktor eksternal seperti turunnya pasokan barang impor dari China.

Krisis energi China dan kemacetan pengapalan membuka pasar baru yang mau tidak mau harus diisi oleh pelaku industri domestik sehingga mengerek aktivitas produksi.

"Produksi kami naik lumayan banyak terutama ketika sudah selesai PPKM, dan yang paling penting demand-nya naik cukup besar di dua bulan terakhir karena kondisi dunia," kata Sekjen Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, saat dihubungi, Senin (1/11/2021).

Redma melanjutkan, rata-rata angka utilisasi industri berada di kisaran 60 persen sampai 90 persen. Selain itu, kinerja tekstil yang moncer juga tidak terpengaruh naiknya harga kapas di pasar dunia karena adanya substitusi ke bahan polyester dan rayon.

Redma menggarisbawahi perbaikan kinerja ini lebih banyak dipengaruhi faktor eksternal daripada kebijakan pemerintah untuk mengendalikan impor. Namun demikian, dia tetap berharap pemerintah melakukan mekanisme kontrol impor sehingga membuka peluang perluasan pasar domestik bagi pelaku usaha.

"Kami harap ini jadi pelajaran, kalau mau investasi naik, aktivitas industri lancar, kasih kami market, pasti jalan, yang penting impornya dikendalikan," ujarnya.

Dia pun optimistis kinerja industri tekstil akan menorehkan capaian positif sepanjang tahun ini, meski terkontraksi pada dua kuartal pertama 2021. Kinerja kuartal III dan IV diprediksi bakal tumbuh sehingga menutupi kontraksi sepanjang semester pertama tahun ini.

Sebelumnya, pada kuartal II/2021, secara year-on-year sektor tekstil dan pakaian jadi mencatatkan kontraksi 4,54 persen, sedangkan secara quartal-to-quartal tumbuh 0,43 persen.

Tekstil dan pakaian jadi menjadi satu-satunya sektor di industri pengolahan nonmigas yang terkontraksi pada triwulan kedua tahun ini.

Demikian pula dengan kuartal pertama 2021, di mana tekstil mencatatkan rapor merah dengan kontraksi paling dalam di antara sektor manufaktur lainnya, yakni sebesar 13,28 persen.

Sumber : https://ekonomi.bisnis.com