Pemulihan industri manufaktur belum dapat dilepas tanpa insentif meski roda produksi sudah mulai kencang berputar. Di satu sisi permintaan mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan, di sisi lain faktor geopolitik memberikan tekanan berupa inflasi dan kemacetan rantai pasok bahan baku.

Ketua Industri Manufaktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Johnny Darmawan berpendapat untuk mempertahankan momentum ekspansi, pelaku usaha masih memerlukan insentif dari pemerintah.

"Kalau mau menjaga momentum ini, pemerintah harus memikirkan insentif, bukan BLT. Tetapi di lain pihak pemerintah lagi pusing kepala, karena utang bertambah," kata Johnny saat dihubungi, Senin (18/4/2022).

Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI-BI) pada kuartal I/2022 menunjukkan angka 51,77 persen, naik dari triwulan sebelumnya 50,17 persen.

Pada kuartal kedua tahun ini, PMI-BI diperkirakan melonjak hingga 56,06 persen. Meski demikian, perlu menjadi catatan bahwa secara historis PMI-BI belum pernah menyentuh angka 55 persen sejak pertama kali survei dilakukan pada 2012.

Menurut Johnny penaikan Pajak Pertamban Nilai (PPN) meski hanya satu persen menjadi 11 persen akan menekan daya beli yang belum sepenuhnya pulih. Belum lagi jika nantinya pemerintah memberlakukan pajak karbon dan kenaikan tarof dasar listrik yang juga diwacanakan pada tahun ini.

"Kami menghormati lah asumsi pemerintah, kalau tahun lalu saja bisa 56 lebih [PMI manufaktur], kenapa tahun ini tidak bisa. Tetapi di lain pihak faktor-faktor X keluar, salah satunya Rusia dan Ukraina," jelasnya.

Pada tahun lalu, pemerintah memang menggelontorkan sejumlah insentif untuk menggenjot konsumsi. Salah satu yang dinilai berhasil yakni Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mobil Ditanggung Pemerintah.

Selain itu, ada pula insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sektor perumahan yang masih berlaku sampai September 2022.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Mohamad Faisal juga menaksir PMI-BI pada kuartal kedua tahun ini belum akan menyentuh angka 55 persen, meski masih akan ekspansif terdorong naiknya permintaan jelang Lebaran.

"Saya rasa untuk meningkat sangat tinggi sampai 56 persen kemungkinannya kecil karena faktor kenaikan harga komoditas, dan juga ada inflasi dari PPN dan lain-lain," kata Faisal.

Sumber: https://ekonomi.bisnis.com