Di tengah ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dari pandemi, pemerintah optimistis penguatan industri dalam negeri tetap berjalan untuk mencapai target substitusi impor 35 persen pada tahun depan.
Menteri Perindustri Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan bahwa target yang ditetapkan sebelum pandemi atau awal 2020 masih realistis untuk diwujudkan. Salah satu strateginya, yakni dengan fokus pada lima sektor utama dan dua sektor tambahan.
“Pada 2020 awal target 35 persen [substitusi impor]. Apakah sekarang masih realistis? Kami upayakan,” ujarnya saat rapat kerja di DPR, Rabu (8/9/2021).
Lima sektor utama yang akan menjadi fokus Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tersebut, yakni industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik, serta kimia. Belakangan dua sektor ditambahkan sebagai dampak dari Covid-19, yaitu alat kesehatan dan farmasi.
Agus menyebut, capaian substitusi impor pada sejumlah direktorat yang membawahi sektor-sektor prioritas tersebut berada pada jalurnya untuk mencapai target. Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil, misalnya telah mencapai substitusi impor hingga 21 persen.
Sementara itu, pada Direktorat Jenderal Industri Agro, angkanya mencapai 18 persen hingga 19 persen. Selain itu, agar produk dalam negeri terserap dengan baik di pasar domestik, Kemenperin juga mendorong tercapainya persyaratan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), sehingga dapat membantu serapan oleh pengadaan pemerintah.
Upaya strategis lain, yakni membatasi produk impor yang tayang pada e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Sebanyak 79 jenis dari total 358 jenis alat kesehatan produksi dalam negeri sudah bisa menggantikan produk-produk impor di e-katalog LKPP.
“Jadi tugas di kami ini mendorong produksinya, tetapi kan investor melihat pasar, break even point, TKDN juga salah satu instrumen, SNI wajib, itu salah satu cara kita bisa menahan banjirnya barang impor,” ujarnya.
https://ekonomi.bisnis.com