Industri pengecoran logam optimistis produksi tahun ini akan lebih meningkat dibandingkan ketika Covid-19 pertama kali merebak di Indonesia sehingga mengubah banyak rencana dan proyeksi pelaku usaha.

Ketua Umum Asosiasi Industri Pengecoran Logam Indonesia (Aplindo) Achmad Safiun mengatakan pada tahun lalu industri pengecoran hanya bekerja sekitar 30-50 persen dari kapasitas produksinya. Hal itu sejalan dengan kebijakan pemerintah yang menerapkan pembatasan sosial ke industri dengan batasan tenaga kerja hingga 50 persen.

"Salah satu produksi industri pengecoran anggota Aplindo untuk pengecoran besi tahun lalu turun hingga 48,4 persen menjadi 119.843 ton dari periode 2019 yang sebesar 232.435 ton. Namun, tahun ini saya kira akan lebih baik," katanya kepada Bisnis, Kamis (22/4/2021).

Untuk itu, utilisasi tahun ini diproyeksi mulai kembali berangsur menuju 60-70 persen setelah tahun lalu sempat turun di 50 persen.

Safiun berharap kegiatan ekspor tahun ini akan lebih lancar selepas isu kontainer langka sejak akhir tahun lalu.

Ia menyebut saat ini sejumlah indikator ekonomi menunjukkan peluang pemulihan ekonomi di Indonesia. Pemerintah juga telah mengeluarkan berbagai kebijakan pemberian Insentif Relaksasi PPnBM untuk Kendaraan Bermotor, serta untuk sektor Properti berupa PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk Rumah Tapak dan Rumah Susun.

Di sisi lain, insentif pajak penghasilan (PPh) 21 untuk individu yang masih berlaku hingga Juni 2021 cukup membantu industri dalam kondisi saat ini.

"Kebijakan diskon pajak akan berdampak positif terhadap pertumbuhan industri pengecoran logam di Indonesia yang bergerak di bidang otomotif dan pembangunan infrastruktur yang terus digalakkan pemerintah," ujarnya.

Selain itu, dengan dikeluarkannya UU Cipta Kerja Nomor 11/2020 dan Peraturan Pemerintah Nomor 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menghilangkan pengecoran pasir dari daftar Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) akan berdampak positif pada perkembangan dan pertumbuhan industri pengecoran di Indonesia ke depan. Secara keseluruhan, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mencatat tahun lalu industri logam tumbuh 5,57 persen dan diharapkan tahun ini masih dapat tumbuh 2,02 persen.

Karena itu, pemerintah bertekad untuk terus melindungi industri dalam negeri dari serbuan produk impor. Kementerian Perindustrian akan memacu kinerja industri logam agar bisa memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Apalagi, kebutuhan baja saat ini semakin meningkat, baik di pasar domestik maupun ekspor.

Industri baja diklaim merupakan sektor high resilience yang mampu bertahan di tengah pandemi Covid-19 dan siap untuk kembali meningkatkan kemampuan dan performanya di tahun ini. Kemenperin mencatat nilai impor untuk HS produk SNI wajib 2020 sebesar Rp102 triliun, menurun jika dibandingkan 2019 sebesar Rp133 triliun.

Sumber: https://ekonomi.bisnis.com