Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Doddy Rahadi menyampaikan industri manufaktur berperan penting dalam mewujudkan ekonomi sirkular, salah satunya adalah peran produsen dalam memproduksi barang yang dapat didaur ulang dan menggunakan bahan baku daur ulang.

“Sektor industri daur ulang diharapkan dapat berkontribusi dalam mendukung substitusi bahan baku impor,” kata Doddy saat pra-konferensi menuju Hannover Messe 2021 yang ditayangkan virtual di Jakarta, Kamis.

Berdasarkan data 2019, Indonesia memiliki sekitar 60 perusahaan industri daur ulang plastik. Perusahaan-perusahaan tersebut menggunakan bahan baku daur ulang atau scrab impor sebesar 30 persen dari total kebutuhan bahan baku sebesar 972 ribu ton plastik.

Di samping itu, kegiatan daur ulang juga telah berkembang pada komoditi kertas, tekstil, elektronika, kaca, keramik, logam, dan otomotif.

Permasalahan di industri manufaktur, seperti terbatasnya bahan baku lokal dan persaingan yang semakin ketat, menuntut industri untuk melakukan efisiensi sumber daya dan meningkatkan kualitas produk serta proses produksi yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

Inovasi untuk meningkatkan pemanfaatan limbah dan sampah menjadi bahan baku alternatif sekaligus sebagai bahan substitusi impor perlu dilakukan.

Kementerian Perindustrian saat ini sedang mengembangkan sebuah program terkait Smart-Eco Industrial Parks.

Dalam pengembangan Smart-Eco Industrial Parks tersebut, terdapat beberapa aspek-aspek untuk dilaksanakan di antaranya adalah Smart Energy Management dan Smart Water Management. Kedua aspek ini sejalan dengan penerapan prinsip-prinsip industri hijau yaitu Efisiensi Sumberdaya melalui Manajemen Energi dan Manajemen Air.

“Ke depannya, peran SIH perlu diperkuat untuk bersinergi dengan Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER),” ujar Doddy.

Menurut Doddy, industri yang telah memiliki Sertifikat Industri Hijau (SIH) perlu diusulkan untuk mendapat insentif atas kontribusi dalam penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

“Perlu juga dilakukan pembinaan terhadap perusahaan-perusahaan industri untuk mendapatkan peningkatan nilai proper sehingga sekurang kurangnya menjadi level biru,” ujar Doddy.

Sumber: https://www.antaranews.com