Persaingan dalam industri alat berat di Indonesia semakin meningkat seiring dengan membanjirnya produk-produk dari China ke pasar domestik.

Emiten kontraktor tambang dan alat berat, PT United Tractors Tbk (UNTR) dan PT Kobexindo Tractors Tbk (KOBX), mengakui bahwa kehadiran merek-merek asing membuat persaingan semakin ketat. Keduanya pun menunjukkan kesiapan untuk berkompetisi lebih intensif di pasar alat berat.

Sekretaris Perusahaan United Tractors (UNTR), Sara K. Loebis, menjelaskan bahwa banyaknya merek alat berat, sebagian besar berasal dari Jepang, Korea, dan China, menyebabkan persaingan di pasar alat berat menjadi lebih ketat.

"Hal ini dapat dimaklumi karena kebutuhan alat berat di Indonesia cukup beragam, dari alat kecil atau menengah untuk proyek-proyek jangka pendek atau skala kecil atau menengah, hingga alat besar untuk proyek-proyek jangka panjang dan berskala besar," kata Sara kepada Kontan, Selasa (3/9).

Dalam menghadapi persaingan ini, Sara mengungkapkan bahwa strategi UNTR adalah menjaga kualitas layanan pelanggan, khususnya dalam hal layanan purna jual. Saat ini, UNTR masih menjadi pemimpin pasar.

Selain itu, UNTR menerapkan prinsip dual product line, sebuah strategi yang telah diterapkan sejak beberapa tahun lalu dan terbukti mampu mempertahankan pangsa pasar.

Produk unggulan UNTR ditujukan untuk segmen yang memerlukan pekerjaan berat dan produktivitas tinggi, dengan fokus pada nilai tambah yang memuaskan pelanggan.

UNTR juga memanfaatkan digitalisasi untuk memungkinkan pelanggan memantau armada secara real-time, yang mengurangi kekhawatiran mengenai perawatan atau pemeliharaan alat berat.

UNTR memproyeksikan adanya kenaikan permintaan di pasar alat berat dalam tiga bulan ke depan, yang menjadi katalis positif untuk perusahaan meskipun mengalami penurunan penjualan pada semester pertama tahun ini.

Pada periode Januari-Juli 2024, UNTR mencatat penurunan penjualan alat berat merek Komatsu sebesar 29,17% YoY menjadi 2.515 unit.

Meski demikian, UNTR meningkatkan target penjualan alat berat tahun ini dari 4.000 unit menjadi 4.500 unit, dengan sebagian besar penjualan ditujukan untuk sektor pertambangan.

Di sisi lain, PT Kobexindo Tractors Tbk (KOBX) juga menunjukkan kesiapan untuk bersaing baik dari segi produk maupun harga dengan merek-merek asal China yang beredar di Indonesia.

Corporate Secretary Kobexindo Tractors (KOBX), Gabrielle Azelia, menegaskan bahwa pihaknya siap bersaing dengan berbagai produk berkualitas dari berbagai merek di pasar Indonesia.

"Kami percaya diri untuk terus bersaing. Selain menjual produk, kami juga mempersiapkan layanan purna jual, baik suku cadang maupun jasa perbaikan," kata Gabrielle kepada Kontan pada Selasa (3/8).

Gabrielle juga mengakui bahwa pasar alat pertambangan tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan akibat keterbatasan produsen dan izin lokasi tambang yang diberikan Pemerintah.

Harga yang fluktuatif dan meningkatnya permintaan energi hijau terbarukan juga menjadi tantangan bagi pelaku industri alat berat. Untuk mengatasi hal ini, Kobexindo memanfaatkan pengalaman lebih dari dua dekade serta keunggulan produk dengan ketahanan yang lebih baik.  

Mereka memiliki jaringan cabang dan site office yang tersebar di seluruh Indonesia, serta ketersediaan suku cadang dan mekanik berpengalaman sebagai modal dalam memasarkan produk-produk alat berat berkualitas.

Gabrielle menyebutkan bahwa Kobexindo juga melakukan diversifikasi ke segmen non-pertambangan, seperti forklift untuk industri manufaktur dan logistik.

Inisiatif diversifikasi ini terus diperkuat dengan memasukkan alat berat segmen konstruksi/infrastruktur seperti excavator kelas kecil menengah dari Develon, bulldozer, dan motor grader dari Shantui.

Shantui Bulldozer bahkan tercatat sebagai bulldozer dengan penjualan nomor satu di China dan nomor dua di pasar internasional.

Menurut Gabrielle, lonjakan permintaan alat berat pada tahun 2021 yang mengakibatkan keterbatasan pasokan berdampak pada masuknya produsen atau distributor alat berat baru di Indonesia, termasuk dari China. Hal ini tentu saja membuat pasar alat berat semakin kompetitif dan bervariasi dalam hal kualitas dan harga jual.

Saturasi pasar di industri alat berat semakin tinggi, namun Gabrielle melihat masuknya merek baru sebagai keuntungan bagi konsumen untuk mencoba produk baru dengan harga yang lebih bersaing.

Pada akhirnya, kehandalan produk saat digunakan di lapangan serta ketersediaan suku cadang dan kesiapan mekanik akan menentukan kepuasan konsumen dalam memilih antara merek lama atau beralih ke merek baru.

Ketua Umum Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi), Giri Kus Anggoro, sebelumnya menyebutkan bahwa keberadaan alat berat impor dari China jelas mempengaruhi pangsa pasar produsen alat berat lokal.

Alat berat dari China diimpor secara utuh atau completely built up (CBU) dengan harga yang lebih murah karena harga bahan bakunya, khususnya komponen besi dan baja, lebih rendah. Selain itu, perjanjian perdagangan bebas (FTA) juga memungkinkan alat berat dari China masuk ke Indonesia dengan tarif bea masuk 0%.

Sumber: https://industri.kontan.co.id