Pemerintah berkomitmen akan terus mendorong penggunaan produk alat kesehatan yang bakal digunakan di sejumlah rumah sakit maupun lembaga pemerintah berasal dari hasil produksi pabrik dalam negeri.

Hal tersebut seperti dinyatakan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di sela kunjungannya ke salah satu produsen alat kesehatan dalam negeri, PT PHC Indonesia di Cikarang, Jawa Barat, Kamis (10/6/2021).

"Pemerintah memiliki intensi untuk mengarahkan pembelian alat kesehatan untuk rumah sakit dan lembaga kesehatan pemerintah, berasal dari produksi dalam negeri," ujar Menkes.

Oleh sebab itu, sebagai salah satu upaya mewujudkan hal tersebut, pihaknya melakukan kunjungan ke sejumlah produsen alat kesehatan di dalam negeri, termasuk PT PHC Indonesia, untuk mengetahui dan melihat langsung produk alkes domestik potensial tersebut.

Pasalnya Menkes mengakui bahwa hingga saat ini suplai produk alat kesehatan yang dapat dibeli dari dalam negeri masih sangat minim.

"Memang kita ingin tahu produsen produsen atau pabrik pabrik yang memproduksi alat kesehatan di dalam negeri itu seperti apa. Saat ini masih sedikit, yang kita beli mungkin masih di bawah 10%. Maka dari itulah ingin diarahkan lebih banyak dari dalam negeri," terangnya.

Menkes pun mengakui bahwa dari sisi harga, alkes domestik dinilai masih relatif lebih tinggi dibandingkan produk impor. Namun demikian, kebijakan pembelian produk alkes domestik dengan konsekuensi harga yang lebih mahal dibandingkan impor tersebut tetap bisa dilakukan, lantaran dampak positifnya bagi perekonomian secara luas, bakal lebih signifikan.

"Otomatis harus ada reasonability dari sisi harganya. Kita sudah mengambil kebijakan, oke beli dengan harga lebih [mahal] sedikit dibandingkan dengan impor, dan itu dampaknya ke perekonomian akan sangat signifikan," ujarnya.

Meskipun begitu, dirinya juga tetap meminta adanya efisiensi dari para produsen alkes dalam negeri tersebut, agar bisa mengejar harga yang lebih kompetitif dibandingkan dengan barang impor.

"Kita sih transparan saja. Misal tiga tahun kita akan beli ventilator sekian ribu. Harganya sekarang segini, ya sudah dalam 3 tahun itu dia harus bisa mengejar segini," ujarnya.

Sementara itu, dari hasil kunjungannya ke pabrik PT PHC Indonesia di Cikarang, Menkes mengakui terdapat beberapa produk yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan.

"Misalnya seperti alat ukur glukosa darah itu bisa. Kan kita mau lebih banyak lagi screening dan testing. Terus vaksinasi kan kita juga akan banyak, dan di sini kan ada produk alat untuk penyimpanan vaksin," ujarnya.

Selain itu, lanjut Menkes, alat kesehatan produksi PHC Indonesia lainnya yang potensial adalah ventilator. "Ventilator juga penting. Kemarin kan di Kudus dan Bangkalan lagi meledak (kasus Covid-19.) Dan masing-masing sudah kita kirim 30 unit ke sana untuk penanganan," ujarnya.

Wakil Ketua DPR RI Korinbang Rachmat Gobel mengapresiasi langkah strategis yang akan dilakukan Budi Gunadi Sadikin. Rachmat menilai pemerintah memang perlu memberi perhatian dan stimulus yang lebih besar bagi pengembangan industri alat kesehatan nasional karena sampai saat ini ketergantungan terhadap impor sangat besar, di atas 90%.

Langkah Menkes ini ungkap dia tidak hanya akan mengurangi ketergantungan pada pasar luar negeri, dan sekaligus untuk menggerak ekonomi dan membuka lapangan kerja.

“Potensi industri alat kesehatan nasional sesungguhnya sangat besar, untuk itu perlu digarap secara lebih serius. Industri ini memang berbasis riset sehingga pengembangan membutuhkan biaya besar karena itu perlu dukungan penuh dari pemerintah,” kata Rachmat.

Direktur PHC Indonesia Dewanto Hari Sulaksono, mengatakan bahwa salah satu produk alkes PHC Indonesia adalah ventilator Vent-I Essential 3.5. yang merupakan hasil kerjasama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB).

Alat ini diklaim efektif dan banyak dibutuhkan dalam menangani pasien Covid-19 fase 2, yaitu pasien yang masih bisa bernafas secara mandiri, namun saturasi oksigen nya di bawah 50%.

"Ventilator ini mampu meningkatkan oksigen pasien ke ke level yang cukup, yaitu di atas 50% secara terus menerus dengan tekanan terukur (5-15cmH2O)," terangnya.

Menurutnya melalui kerjasama tersebut, PHC Indonesia yang selama ini dikenal sebagai pelaku industri alat kesehatan yang lebih dari 85% di pasar ekspor, mampu menekan harga ventilator CPAP VEnti-I menjadi jauh lebih murah.

Alat ini dijual dengan harga Rp60 juta per unit, jauh di bawah produk impor Rp180 juta-Rp230 juta. "Ini terjadi karena sebagian besar yaitu sekitar 60% dari komponen Ventilator CPAP Vent-I menggunakan produk lokal," ujarnya.

Namun begitu, secara kualitas Ventilator CPAP Vent-I tidak kalah dengan produk impor karena mampu memenuhi standar internasional yaitu International Electronical Commission (IEC 60601) dan standar persyaratan ventilator (IEC80601), standar kompatibilitas elektromagnetik (Electro Magnetic Compatibility/EMC) EN55011 - CISPR 11.

Sumber: https://ekonomi.bisnis.com