Bertepatan dengan Peringatan Hari Kakao Nasional, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kembali menegaskan komitmennya untuk meningkatkan produksi dan daya saing produk turunan kakao, terutama produk cokelat artisan.
Jumlah industri cokelat artisan tercatat mengalami peningkatan, dari 31 perusahaan menjadi 39 perusahaan pada tahun 2023.
“Dalam lima tahun ke depan, diharapkan industri ini terus dapat berkembang hingga 120 industri,” ujar Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika pada acara Peringatan ke-23 Hari Kakao Indonesia dikutip dari siaran pers di situs Kemenperin, Rabu (25/9).
Putu juga menyampaikan, potensi nilai tambah biji kakao jika diolah menjadi produk artisan bisa menghasilkan enam hingga sepuluh kali nilai tambah. Bahkan, apabila diolah menjadi produk farmasi seperti suppositoria, nilai tambahnya dapat mencapai 36 kali.
Untuk mendukung pengembangan industri pengolahan kakao nasional yang mandiri, Kemenperin telah melakukan program pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) berkolaborasi dengan Cocoa Mars Academy di Tarengge, Sulawesi Selatan.
Program pelatihan ini telah menghasilkan lebih dari 200 SDM terlatih dari seluruh Indonesia yang mampu melaksanakan Good Agricultural Practices (GAP) kakao, mulai dari membuat pembibitan/nursery terstandar, perawatan tanaman, sampai penanganan pascapanen. Pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan kakao mencapai 1-1,5 ton/hektare/tahun.
“Kami juga membuka kesempatan untuk talenta-talenta di perkakaoan Indonesia untuk on the job training di perusahaan atau pusat pengembangan kakao,” tutur Putu.
Selanjutnya, Putu menyampaikan bahwa pemerintah melalui program restrukturisasi menawarkan insentif investasi sebesar 35% untuk penggantian biaya mesin peralatan. Program ini dapat dimanfaatkan seluruh insan pengolahan kakao dalam meningkatkan kapasitas dan efisiensi.
Sementara itu, untuk dapat menembus pasar ekspor, industri kakao dalam negeri perlu memenuhi European Union Deforestation Regulation (EUDR), yang menetapkan persyaratan uji tuntas bagi perusahaan yang menempatkan atau mengekspor komoditas tertentu yang terkait dengan deforestasi di pasar Uni Eropa.
Persyaratan tersebut berdampak pada tujuh komoditas termasuk kakao dan menjadi tantangan tersendiri bagi petani kakao. Selanjutnya, Kemenperin akan mendorong industri untuk membantu sertifikasi bagi petani dampingan dan memperluas kemitraan.
Untuk mendukung para pelaku usaha dalam memenuhi ketentuan EUDR, Kemenperin telah menjalankan beberapa upaya, antara lain sosialisasi kepada pelaku usaha terkait EUDR dan mendorong diversifikasi negara tujuan ekspor kakao olahan ke negara konsumen selain negara Uni Eropa, seperti India, Amerika Serikat, China, Malaysia, Australia, Filipina, dan Kanada.
Sementara itu, beberapa produk cokelat artisan sendiri telah memiliki sertifikat seperti fairtrade, sustainability, hingga organik, sehingga diharapkan industri cokelat artisan lebih siap dalam menghadapi EUDR.
“Dengan adanya EUDR, Indonesia memperoleh kesempatan yang baik untuk menata proses bisnis industri kakao dan diharapkan cokelat artisan bisa menjadi tulang punggung industri kakao di Indonesia,” tutup Putu.
Sumber: https://industri.kontan.co.id