Penurunan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia dalam beberapa bulan terakhir. Bahkan sudah memasuki zona kontraksi sejak April 2025 dengan angka 46,7 atau di bawah 50 menjadi sinyal kuat bahwa sektor industri manufaktur nasional sedang mengalami tekanan serius.
1. Pemerintah dan Industri
Pemerintah dan industri harus bergerak cepat dan tepat untuk mengambil langkah-langkah strategis dan terkoordinasi.
“Saya mengajak seluruh pihak, baik pemerintah, dunia usaha, dan pemangku kepentingan lainnya, untuk tidak menunggu krisis lebih dalam. Pelemahan aktivitas manufaktur ini sudah terlalu dalam, mencapai level terendah sejak Covid-19 harus dijadikan peringatan untuk segera bertindak demi menjaga ketahanan industri nasional dan melindungi tenaga kerja Indonesia,” kata Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Dr Evita Nursanty di Jakarta, Senin (19/5/2025).
Menanggapi pemberitaan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) di Panasonic Holdings, Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arief, menegaskan bahwa PHK tersebut tidak terjadi di Indonesia. Menurutnya, Indonesia tetap menjadi salah satu basis produksi penting bagi Panasonic di kawasan Asia Tenggara.
“PHK yang terjadi di Panasonic Holdings tidak berdampak pada operasional Panasonic di Indonesia. Pabrik di Indonesia justru menjadi basis ekspor ke lebih dari 80 negara, yang mencerminkan daya saing industri elektronik nasional yang sangat kuat,” ujar Febri di Jakarta.
Febri mengakui bahwa utilisasi industri elektronik saat ini sedang berada pada level yang rendah, yakni 50,64 persen pada triwulan I tahun 2025. Sedangkan, sebelum masa pandemi Covid-19, utilisasi sektor ini mencapai 75,6 persen. Kondisi ini menjadi pengingat bagi seluruh pelaku industri dan para karyawan untuk terus beradaptasi dan melakukan transformasi agar tetap kompetitif.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen memperkuat sektor manufaktur nasional di tengah dampak dari ketidakpastian ekonomi global.
Penguatan sektor manufaktur tersebut melalui kebijakan afirmatif yang pro-industri dalam negeri, yaitu penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, yang menekankan pentingnya perlindungan terhadap ekosistem industri nasional.
“Membangun industri manufaktur di sebuah negara tidak semudah membalikkan tangan. Kita bicara soal ekosistem, soal rantai pasok (supply chain). Namun sebaliknya, untuk menghancurkan industri itu bisa sangat mudah. Karena itu, kebijakan ini hadir untuk menjaga keberlangsungan sektor industri dalam negeri,” ujar Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, dikutip dari siaran pers Kemenperin, Kamis (15/5).
Ekosistem Industri Tak Bisa Dibangun Instan
Pemerintah memperkuat sektor industri manufaktur sebagai respons atas ketidakpastian ekonomi global yang belum mereda. Langkah ini ditempuh melalui reformasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan revisi aturan pengadaan barang dan jasa Pemerintah.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 sebagai bentuk afirmasi terhadap produk lokal dalam proyek-proyek Pemerintah.
“Kalau industri nasional tidak dilindungi, sangat mudah runtuh. Ekosistem industri tidak bisa dibangun instan. Perpres ini hadir untuk menjaga keberlanjutan industri nasional,” ujar Agus dikutip, Senin (12/5/2025).
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bertekad terus memacu pembangunan industri petrokimia melalui penyediaan tenaga kerja atau SDM yang kompeten guna memenuhi kebutuhan pasar domestik, mengingat produk yang dihasilkan dapat digunakan oleh sektor manufaktur lain sebagai bahan baku.
Adapun sektor yang memanfaatkan produk hasil industri petrokimia yakni plastik, tekstil, karet sintetis, kosmetik, bahan pembersih, dan farmasi.
"Petrokimia itu merupakan mother of industry. Artinya, industri petrokimia sebagai pilar utama dalam pengembangan berbagai industri turunan di Indonesia. Dengan membangun industri petrokimia, akan ikut memperkuat dan memperdalam struktur manufaktur di Indonesia sehingga bisa lebih berdaya saing,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Rabu.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan penting bagi Indonesia memperkuat ekosistem industri ramah lingkungan alias industri hijau. Terutama jika industri dalam negeri ingin mengekspor produk-produknya ke luar negeri.
Sebab menurutnya sejumlah negara seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, hingga Uni Eropa (UE) menerapkan kebijakan impor yang cukup ketat untuk memastikan produk yang mereka terima ramah lingkungan. Baik dari proses produksi hingga produk itu sendiri.
Misalkan saja di AS menerapkan kebijakan aturan import bebas polusi atau polluter import fee, Inggris dengan kebijakan anti-deforestasi untuk sejumlah komoditas tertentu, dan Uni Eropa yang menerapkan kebijakan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM), di mana seluruhnya akan menyulitkan masuknya produk-produk yang tidak ramah.
Page 2 of 130