Kementerian Perindustrian menilai sektor manufaktur dalam optimisme yang cukup baik pada awal tahun. Tantangan banjirnya produk impor dinilai menjadi aspek penting yang patut diwaspadai.
Kondisi ini dilatarbelakangi capaian Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global, menunjukkan bahwa PMI manufaktur Indonesia pada bulan Februari menyentuh level 53,6 atau naik dari capaian bulan Januari di angka 51,9.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, PMI manufaktur yang berada di atas level 50 mencerminkan industri dalam kondisi ekspansif. Untuk fase ekspansi PMI Manufaktur Indonesia pada bulan Februari ini merupakan titik tertinggi sejak 11 bulan terakhir.
Level ekspansi ini juga sejalan dengan capaian Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang telah dilansir sebelumnya oleh Kementerian Perindustrian, yang memperlihatkan IKI pada Februari 2025 tercatat di level 53,15. Posisi tersebut meningkat 0,05 poin dibandingkan Januari 2025 atau meningkat 0,59 poin dibandingkan dengan Februari tahun lalu.
Kawasan Industri Kendal (KIK) menargetkan investasi yang akan masuk ke kawasan ekonomi khusus (KEK) tersebut dapat meningkat 20% dari total investasi yang masuk saat ini sebesar Rp141,7 triliun sejak awal berdiri pada 2016.
Direktur Eksekutif KIK Juliani Kusumaningrum mengatakan, peningkatan tersebut dapat diraih dengan berbagai stimulus yang diberikan pemerintah setelah mendapatkan status KEK, serta potensi relokasi pabrik akibat perang dagang AS-China.
"Tentunya targetnya sangat besar dari Kemenko dari Dewan Nasional, kita akan terus naikkan target, kisarannya di angka 20%-an naik dari sebelumnya," ujar Juliani saat ditemui di Menara Batavia, Jakarta, Kamis (27/2/2025).
Dia membenarkan bahwa saat ini ekonomi global sedang menghadapi ketidakpastian, salah satunya dengan perang dagang yang berlangsung. Kondisi ini dipicu pengenaan tarif tinggi bea masuk ke AS dari Presiden Donald Trump untuk sejumlah negara seperti China, Meksiko, dan lainnya.
Industri manufaktur di Indonesia masih menunjukkan geliat pada Februari 2025. Menurut data S&P Global, Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Februari menyentuh level 53,6 atau naik signifikan hingga 1,7 poin dari capaian bulan Januari di angka 51,9.
PMI manufaktur yang berada di atas level 50 mencerminkan dalam kondisi ekspansif yang sejalan dengan capaian Indeks Kepercayaan Industri (IKI)di level 53,15 pada Februari 2025. Untuk fase ekspansi PMI Manufaktur Indonesia pada Februari ini merupakan titik tertinggi sejak 11 bulan terakhir.
“Ini menandakan sektor industri manufaktur terus berkembang dengan optimisme yang cukup tinggi di awal tahun,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan resmi, Senin, 3 Maret 2025.
Meskipun di tengah berbagai dinamika politik dan ekonomi global, industri manufaktur nasional tetap menunjukkan kepercayaan yang tinggi. Hal ini mencerminkan kondisi iklim usaha di Indonesia yang kondusif karena adanya beberapa regulasi pemerintah yang mendukung daya saing sektor industri.
Industri tekstil dan alas kaki di Indonesia terus menjadi sorotan belakang ini. Kabar penutupan pabrik hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) mewarnai perjalanan industri tekstil di Indonesia. Banyak pihak yang bilang industri ini sudah hampir berada di masa senjakala atau sunset industry.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan membantah keras anggapan tersebut. Menurutnya, di tengah tantangan ekonomi global, industri tekstil tetap memiliki potensi besar untuk berkembang dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
"Banyak yang pesimis terhadap industri ini, menganggapnya sebagai industri sunset. Namun, kami di DEN melihatnya sebagai sektor strategis," tutur Luhut dalam keterangannya, Kamis (27/2/2025).
Dia pun buka-bukaan buktinya. Sejauh ini sektor industri tekstil telah menyerap 4 juta tenaga kerja. Industri tekstil juga bisa menjadi pendukung sektor usaha kecil dan mikro.
Sektor manufaktur Indonesia mengalami pertumbuhan signifikan pada Februari 2025, didorong oleh meningkatnya permintaan domestik dan optimisme produsen.
Berdasarkan laporan S&P Global, Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia mencapai 53,6, naik dari 51,9 pada Januari 2025.
Kenaikan ini mencerminkan perbaikan yang jelas dalam kesehatan sektor produksi barang. Peningkatan permintaan baru yang mencapai level tertinggi dalam hampir satu tahun menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan.
Selain itu, aktivitas pembelian dan ketenagakerjaan juga mencatat pertumbuhan yang signifikan.
Joe Hayes, Kepala Ekonom di S&P Global Market Intelligence, menegaskan bahwa momentum pertumbuhan sektor manufaktur Indonesia masih berlanjut.
Peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus mengharapkan hilirisasi jangan hanya fokus pada smelter, melainkan juga galangan kapal yang memegang peran penting pada kelangsungan industri maritim.
Ahmad mengatakan saat ini industri galangan kapal membutuhkan logam dasar yang selama ini justru diekspor. Sementara untuk kebutuhan galangan kapal, industri masih harus impor bahan baku. Padahal menurutnya, Indonesia mampu memproduksi logam di Sulawesi.
"Logam dasar untuk industri angkutan itu kita impor, padahal kita sudah bisa bikin logam dasar," ujar Ahmad dalam Indonesia Maritime Talks 2025, Selasa (25/2/2025).
Untuk melancarkan hilirisasi, industri manufaktur membutuhkan tambahan investasi yang besar hingga bisa tumbuh di atas 9% setiap tahunnya. Dengan begitu industri manufaktur bisa berkontribusi signifikan pada target pertumbuhan ekonomi 8%.
Page 4 of 125