Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita membidik kontribusi industri nonmigas mencapai 20 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional pada 2024, yang mana pada 2021 diproyeksikan sebesar 18 persen.
"Guna mencapai sasaran tersebut, minimal pertumbuhan industri di posisi lima persen pada 2022. Oleh karena itu, kami bertekad untuk turut menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi para pelaku industri di Tanah Air," katanya pada rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Rabu.
Menperin mengemukakan pandemi COVID-19 membawa dampak yang cukup berat bagi aktivitas sektor industri di Indonesia.
Pada kuartal I 2021, pertumbuhan industri manufaktur sempat minus 1,38 persen secara tahunan.
"Namun, lajunya semakin membaik, hingga mampu menembus 6,58 persen pada kuartal II 2021," ungkapnya melalui keterangan tertulis.
Hal itu, lanjutnya, terjadi karena adanya beberapa stimulus dan kebijakan probisnis antara lain pemberian fasilitas berupa relaksasi pajak penjualan atas barang mewah ditanggung pemerintah (PPnBM DTP) yang mendongkrak penjualan mobil lebih dari 758 persen pada triwulan II 2021.
Di samping itu, kebijakan lainnya adalah program substitusi impor 35 persen pada 2022.
"Strategi ini ditempuh guna merangsang pertumbuhan investasi di sektor industri substitusi impor dan peningkatan utilitas industri domestik," tutur Menperin.
Kebijakan tersebut akan didukung dengan optimalisasi program peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN).
Kemenperin juga menambah prioritas pengembangan industri dari 5 menjadi 7 yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik, kimia, alat kesehatan, serta farmasi.
Aspirasi besarnya, kata dia, dari kinerja tujuh sektor tersebut, Indonesia bisa menjadi bagian dari 10 negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada 2030.
"Target yang ditetapkan itu masih realistis untuk diwujudkan," tegas Menperin.
Berikutnya, agar produk dalam negeri terserap dengan baik di pasar domestik, Kemenperin juga mendorong tercapainya persyaratan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), sehingga dapat membantu serapan oleh pengadaan pemerintah.
Upaya strategis lain, yakni membatasi produk impor yang tayang pada e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Sebanyak 79 jenis dari total 358 jenis alat kesehatan produksi dalam negeri sudah bisa menggantikan produk-produk impor di e-katalog LKPP.
Menperin pun optimistis kenaikan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Indonesia akan terus berlanjut hingga ke level 50 atau menandakan sedang dalam fase ekspansi.
Pada Agustus 2021, PMI manufaktur Indonesia berada di posisi 43,7 atau naik dibanding bulan sebelumnya yang berada di level 40,3.
"Aktivitas industri manufaktur di Indonesia berkorelasi sekali dengan aktivitas masyarakat. Pembatasan membuat industri melakukan penyesuaian. Nah, pada Agustus sudah mulai ada pembukaan aktivitas lagi, sehingga dibanding dari angka Juli, PMI manufaktur Indonesia pada Agustus sudah masuk posisi rebound," jelas Menperin.
Agus optimistis pada September 2021, angka PMI akan terkerek ke level 50 atau dalam tahap ekspansi. Sementara itu, IHS Markit mencatat, perbaikan angka PMI Indonesia pada Agustus sejalan dengan kasus COVID-19 yang menurun.
Sumber: https://www.antaranews.com