Pada suatu hari yang cerah di sebuah kota, seorang pria berencana pergi ke tempat pertunjukan sirkus dengan membawa anak dan istrinya.
Niatnya sederhana, ingin memberikan hiburan kepada keluarga di hari libur sekolah.
Sebelum sampai ke tempat pertunjukan, pria tersebut harus melewati sebuah perkemahan dengan tenda yang berukuran besar berisi gajah-gajah sirkus.
Gajah-gajah dengan ukuran besar berdiri melamun dengan kondisi satu kaki yang diikat oleh rantai kecil.
Tidak ada pagar sama sekali, setiap gajah hanya diikat dengan rantai kecil di salah satu kakinya dan tidak ada yang berusaha untuk kabur, semuanya terdiam.
Jorgen Vig Knudstorp (pemimpin perusahaan Lego, produk mainan kreatif dan inovatif kelas dunia) mengatakan untuk menjadi yang terbaik di dunia dalam bidangnya diperlukan semangat berkompetisi. Dengan bersaing maka kita akan mendapatkan ide-ide dan peluang baru yang segar melintasi apa yang dapat kita pikirkan dan lakukan sebelumnya. Berkompetisi menstimulir dan memancing pikiran untuk bekerja dalam dinamika mencari terobosan baru demi masa depan pertumbuhan.
Bagi sebagian orang, bersaing akan menakutkan karena harus mengerahkan segala kemampuan yang dimiliki, berproses dalam waktu yang relatif lama. Ada kecenderungan pula, akan membawa kita melihat sisi orang lain lebih unggul. Sikap ini akan membawa rasa takut. pesimis untuk berubah dan maju.
Pada suatu hari, di sebuah perguruan silat, seorang murid bertanya kepada gurunya. Murid ini adalah murid terbaik dan paling disayang oleh sang guru.
“Guru, sekarang saya sudah makin dewasa, tolong ajarkan saya satu ilmu yang baru.”
Lalu gurunya bilang, “Hmm, besok pagi kamu ketemu sama saya ya, di ladang jagung di tepi hutan sebelah sana. Saya mau ajarkan kamu satu ilmu baru.”
Sang murid pun setuju saja untuk bertemu dengan gurunya.
Keesokan harinya, sang murid bertemu dengan gurunya di tepi hutan, dimana ada ladang jagung yang sangat luas. Sepanjang mata memandang hanya ada ladang jagung.
“Membaca akan memberikan manfaat (开卷有益 kāi juǎn yǒu yì),” demikian peribahasa Tiongkok yang terkenal. Selain itu, dalam peribahasa Tiongkok masih terdapat ungkapan-ungkapan yang berkaitan dengan sisi positif dari belajar atau membaca, seperti 活到老, 学到老 huó dào lǎo, xué dào lǎo, hidup sampai tua belajar sampai tua. Ada pula ungkapan 囊萤映雪 náng yíng yìng xuě, berkisah tentang seorang anak yang memiliki semangat belajar dan membaca begitu tinggi walaupun hanya diterangi sinar dari sejumlah kunang-kunang yang ditempatkan dalam kantong plastik.
Coba simak kisah di bawah ini:
Pada awal Dinasti Song, Song Tai Zong (宋太宗 sòng tài zōng) adalah salah satu raja yang dalam catatan sejarah disebut-sebut sebagai kutu buku karena ia yang sangat rajin dan hobi membaca. Ia mempunyai prinsip “menguasai atau dikuasai zaman”. Ia yakin tanpa menambah pengetahuan secara berkelanjutan, maka pengetahuan seseorang akan semakin sempit, tergerogoti oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan perubahan-perubahan yang terjadi. Oleh sebab itu, Song Tai Zong tidak pernah melewati hari-harinya tanpa membaca.
Pada awal kelas filsafat di sebuah universitas, profesor berdiri dengan beberapa item yang terlihat berbahaya di mejanya. Yaitu sebuah toples mayonaisse kosong, beberapa batu, beberapa kerikil, dan pasir. Mahasiswa memandang benda-benda tersebut dengan penasaran. Mereka bertanya-tanya, apa yang ingin profesor itu lakukan dan mencoba untuk menebak demonstrasi apa yang akan terjadi.
Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, profesor mulai meletakkan batu-batu kecil ke dalam toples mayonaisse satu per satu. Para siswa pun bingung, namun profesor tidak memberikan penjelasan terlebih dahulu. Setelah batu-batu itu sampai ke leher tabung, profesor berbicara untuk pertama kalinya hari itu. Dia bertanya kepada siswa apakah mereka pikir toples itu sudah penuh. Para siswa sepakat bahwa toples tersebut sudah penuh.
Pernah mengamati petugas valet parking di hotel-hotel atau pusat pertokoan? Mereka dengan keramahannya menjaga betul mobil kita. Apa pun jenis mobil yang kita kendarai, akan dijaga sesuai dengan standar dan prosedur yang telah menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Begitu juga saat mereka mengambilkan kendaraan kita kembali. Senyum ramah mereka sunggingkan, sembari mengucapkan selamat jalan dan semoga selamat sampai tujuan.
Meski bukan mobil milik sendiri, mereka memperlakukan layaknya kendaraan sendiri. Begitu harus “melepas” kendaraan kembali ke pemiliknya, mereka pun tulus memberi ucapan selamat dan mendoakan agar sampai tujuan. Sepele sepertinya. Namun, dari peristiwa sederhana tersebut, bisa jadi pembelajaran bagi kita tentang ketulusan ketika memperoleh sesuatu. Ya, para petugas valet parking itu menerima titipan, menjaganya, dan kemudian mengembalikan tanpa harus “merasa kehilangan”.
Pada tulisan kali ini, saya ingin menggarisbawahi poin soal “merasa kehilangan”. Banyak dari kita yang sering menerima titipan—apalagi berwujud jabatan dalam bisnis dan usahanya—tapi kemudian melekat pada titipan tersebut. Akibatnya, saat harus melepas titipan, terasa berat. Padahal, sedari awal, sudah jelas ,semua ada masanya.
Page 21 of 32