Ada seorang kakek yang sangat terkenal. Tidak hanya di daerahnya, tetapi di seluruh pelosok negeri.
Ia tidak hanya dikenal sebagai seorang yang baik dan cerdas, namun lebih dari itu ia dipandang sebagai seorang yang amat bijaksana.
Setiap kali berhadapan dengan persoalan yang paling rumit sekalipun, ia pasti akan mampu keluar dengan ide-ide yang cemerlang.
Sambil menggenggam seekor burung kecil dalam kepakan tangannya, seorang anak datang menghadap seorang kakek tersebut.
Anak kecil itu berdiri di hadapan kakek tua dan secara saksama memperhatikannya.
Dalam hatinya ia berpikir bahwa saat ini akan berakhirlah reputasi bapak tua itu sebagai seorang bijak, karena ia amat yakin bahwa si kakek itu tak akan mampu memberikan jawaban yang memuaskan.
Setelah cukup lama memperhatikan kakek itu, dan sambil mengangkat tangannya yang tergenggam, anak itu mengajukan sebuah pertanyaan..
“Kakek yang bijaksana, katakanlah kepadaku, apakah burung kecil yang ada dalam genggaman tanganku ini masih hidup atau telah mati?”
Anak itu berpikir, kalau dijawab sudah mati, maka ia akan melepaskan burung yang masih hidup dalam genggaman tangannya itu terbang.
Sebaliknya, bila dijawab masih hidup maka ia akan meremuk keras burung tersebut hingga mati. Dengan itu pak tua tersebut akan kehilangan nama baiknya.
Anak itu semakin tidak sabar menanti, karena kakek tua tersebut tidak segera memberikan jawabannya. Setelah agak lama berpikir, kakek tua itu berkata..
“Secara jujur harus aku katakan bahwa aku tak tahu apakah burung kecil dalam genggamanmu itu masih hidup atau telah mati. Namun aku tahu satu hal, bahwa nasib burung itu berada dalam genggaman tanganmu.”
Hidup kita bagaikan nasib burung kecil itu. Tuhan menghargai kebebasan kita untuk menentukan arah dan nasib hidup kita sendiri.
Sumber: https://iphincow.com