Bank Indonesia (BI) melaporkan kinerja Lapangan Usaha (LU) industri pengolahan terus ekspansi yang tercermin pada Prompt Manufacturing Index (PMI) sebesar 52,93 persen pada kuartal III/2023).
Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengungkapkan bahwa capaian yang menunjukkan ekspansi (>50) tersebut lebih tinggi dari kuartal II/2023 sebesar 52,39% dan kuartal I/2023 di level 50,75%.
“Peningkatan terjadi pada beberapa komponen pembentuk PMI-BI terutama Volume Produksi dan Volume Persediaan Barang Jadi, sementara Volume Total Pesanan juga tetap berada dalam fase ekspansi,” katanya dalam keterangan resmi, Jumat (13/10/2023).
Sementara berdasarkan Sublapangan Usaha (SubLU), Erwin menyampaikan peningkatan terjadi pada mayoritas SubLU, dengan indeks tertinggi terjadi pada Industri Alat Angkut (62,78%), Industri Mesin dan Perlengkapan (60,78%), serta Industri Barang Galian Bukan Logam (59,96%).
Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mengungkap pentingnya penegakkan hukum dan sanksi tegas untuk mencegah oknum dan mafia impor barang tekstil dan produk tekstil (TPT) yang 'bermain' di lapangan.
Ketua Umum APSyFI, Redma Wirawasta mengatakan pihaknya mendukung langkah pemerintah terkait rencana perubahan pengawasan yang semula bersifat Post-Border menjadi Border dengan pemenuhan Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS).
"Kalau langkah pemerintah efektif, perbaikan kondisi akan terlihat dalam 4 bulan kedepan, karena barang impor ini sudah banjir terlalu banyak dipasar," kata Redma kepada Bisnis, Senin (9/10/2023).
Adapun, kebijakan tersebut nantinya akan tertuang dalam Peraturan Menteri dari Kementerian/lembaga terkait, yakni Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan ada delapan subsektor industri, plus satu subsektor yang masuk kategori prioritas Kemenperin dalam upaya mempercepat dekarbonisasi.
Kedelapan subsektor tersebut yakni industri semen, baja, pulp dan kertas, tekstil, keramik, pupuk, petrokimia, serta makanan dan minuman, ditambah subsektor alat transportasi (otomotif).
“Sektor-sektor ini yang disebut dengan industri lahap energi. Dan, kami menambah satu sektor lagi, yakni industri alat transportasi,” katanya dalam keterangan di Jakarta, Kamis.
Sebanyak sembilan subsektor itu ditentukan dalam Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Penyusunan Rencana Aksi Dekarbonisasi Sektor Industri Menuju Target Net Zero Emission (NZE) Tahun 2050 yang digelar Rabu (11/10).
Pemerintah Indonesia memprioritaskan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan agar bisa lebih berdaya saing global. Hal ini sesuai arah peta jalan Making Indonesia 4.0, RIPIN 2015-2035, Undang-undang Cipta Kerja, serta program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Apalagi, Indonesia ditargetkan menjadi hub manufaktur untuk industri farmasi serta alat kesehatan.
“Ada beberapa faktor utama yang membuat Indonesia menarik bagi produsen alat kesehatan, antara lain adalah pasar yang besar dan terus tumbuh, populasi generasi muda, meningkatnya kelas menengah, kebijakan pemerintah yang probisnis, serta ketersediaan tenaga kerja industri terampil,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada Forum Bisnis Farmasi dan Alat Kesehatan Indonesia-Jepang ke-2 tahun 2023 di Osaka, Jepang, Kamis (5/10) waktu setempat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan Indonesia akan mendorong industri fotovoltaik atau teknologi pengubahan energi dari sinar matahari menjadi energi listrik. Mudahnya biasa disebut dengan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Industri itu akan didorong untuk mengambil pasar Amerika Serikat (AS). Menurut Airlangga industrial fotovaltaik ini 95% bergantung pada China. Nah, Airlangga menyebut, AS berencana untuk mengurangi impor dari China mulai 2025.
"Kenapa ini penting? Karena sekarang 95% bergantung pada China. AS di 2025 akan mengurangi impor atau melarang dari China, jadi ini kesempatan bagi Indonesia untuk mendorong fotovoltaik industry," kata Airlangga dalam sambutannya di acara HSBC Summit 2023, Rabu (11/10/2023).
Perlambatan ekonomi di Tiongkok, salah satunya akibat krisis sektor properti, turut menjadi sumber perlambatan ekonomi dunia termasuk juga berdampak bagi Indonesia. Hal ini tampak pada nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok pada Agustus 2023 mengalami penurunan 6,71% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Kondisi tersebut menunjukkan penurunan permintaaan dunia. Di sisi lain kondisi inflasi mereda karena harga komoditas mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan preferensi konsumen di dunia untuk menahan konsumsi meningkat. Meskipun demikian, ekonomi Indonesia masih terjaga. Indeks Kepercayaan Industri bulan September masih menunjukkan nilai ekspansi.
“Indeks Kepercayaan Industri (IKI) September 2023 mencapai 52,51, tetap ekspansi meskipun melambat 0,71 poin dibandingkan Agustus 2023,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif saat rilis IKI September 2023 di Jakarta, Jumat (29/9).
Page 49 of 138