Mantan Perdana Menteri Inggris, Winston Churchill, punya kata-kata mutiara yang abadi: A pessimist sees the difficulty in every opportunity, an optimist sees the opportunity in every difficulty. Seorang pesimis melihat kesulitan di setiap kesempatan, seorang optimis melihat kesempatan di setiap kesulitan. Tak ada yang berbeda dari objek yang dihadapi si pesimis dan optimis. Yang ada hanyalah cara pandang yang berlainan. Si optimis memandangnya dengan pikiran positif sedangkan si pesimis dengan pikiran negatif.

Memiliki positive thinking memang harus dibiasakan dan dilatih terus-menerus agar suatu saat kelak akan tumbuh menjadi karakter. Tetapi bagaimana menumbuhkan kebiasaan ini? Kiat berikut bisa berguna.

“A strong passion for any object will ensure success, for the desire of the end will point out the means.”
–William Hazlitt

Pada suatu malam yang sunyi, terdengar ketukan pintu di depan rumah. Sang ibu beranjak  membuka pintu, dan dilihatnya tiga malaikat dengan muka bercahaya di depannya. Salah satu dari mereka berkata, “Kami adalah tiga malaikat, yang diutus oleh Yang di Atas. Sekarang, panggilah seluruh keluargamu!”

Sang ibu masuk kembali dan memanggil suami dan anaknya. Mereka bertiga keluar dan berdiri di hadapan ketiga malaikat itu.

“Keluargamu sangat baik dan dikasihi oleh Yang di Atas,” lanjut malaikat itu. “Dia akan memberi kalian malaikat pelindung. Aku malaikat sukses, dia malaikat kekayaan, dan yang ini malaikat cinta. Pilihlah satu di antara kami sebagai malaikat pelindung kalian.”

Di dalam proses kehidupan kita sebagai manusia, lebih-lebih bagi kita yang hidup di masyarakat luas dan yang sedang berjuang keras dalam menciptakan kualitas kehidupan yang lebih baik, sering kali dalam berhubungan dengan orang lain, kita menemui perlakuan baik/buruk. Sikap-sikap demikian adalah hal yang sangat wajar dan alamiah sekali yang dapat terjadi pada hubungan antar munusia bagi siapa saja, kapan dan dimanapun kita berada.

Namun bila kita sadar sebagai manusia yang mempunyai pikiran sehat, seharusnya dapat membedakan sikap yang positif dan negatif, atau sikap mana yang perlu dipertahankan, dipelihara dan dikembangkan terus menerus.

Sebagai manusia yang dapat mengerti, menyadari dan dapat berpikir jernih, jelas kita harus bisa memilih dan berani menentukan sikap, untuk tetap mengembangkan diri semaksimal mungkin, untuk menjadi lebih baik dan positif lagi.

Bicara mengenai keberanian, mengingatkan saya pada Chinese proverb 一不怕苦, 二不怕死 Yī bù pà kǔ, èr bù pà sǐ (jangankan namanya penderitaan, kematian pun berani dihadapi). Pepatah ini digunakan untuk menggambarkan orang yang berani bertindak.

Mengapa keberanian untuk bertindak begitu penting? Karena tanpa keberanian bertindak maka tidak ada action. Tanpa action, tidak ada langkah awal. Tanpa langkah awal, maka tidak ada pula langkah menuju titik akhir.

Sebenarnya, setiap orang mempunyai kesempatan dan peluang untuk sukses. Tetapi karena takut maka mereka tidak bergerak sama sekali. Alasan klasik selalu menjadi hambatan, seperti: takut gagal, takut kecewa, takut tantangan, takut rugi, takut kerja keras, takut menghadapi persaingan dan segudang takut yang tidak berkesudahan.

Bosan di pekerjaan sering menjadi keluhan yang kita jumpai sehari-hari. Bahkan, menurut sebuah penelitian yang dimuat di Washington Post Amerika, sekitar 55% pekerja di Amerika Serikat-yang notabene sebagai negara maju dengan sistem kerja yang lebih rapi dan teratur- merasa kurang pas dan mudah bosan dengan apa yang dikerjakan. Karena itu, bosan dengan dunia dan pekerjaan sehari-hari sebenarnya adalah hal yang wajar.

Namun, sudah pasti kita pun tak bisa membiarkan hal tersebut terus terjadi. Sebab, dengan bosan yang terus dipelihara dan cenderung dituruti, hampir bisa dipastikan kita tak akan dapat apa-apa. Bahkan, bisa jadi karier pun berhenti di situ-situ saja. Mengapa? Karena kebosanan yang dituruti akan mendorong kemalasan. Ujungnya, jika terus dilakukan, kita sendiri yang akan merugi.

Setiap detik, disadari ataupun tidak, kita memilih. Memilih untuk terus berjalan atau berhenti, memilih untuk menuntaskan atau menunda, dsb. Setiap pilihan ada konsekwensi dan prestasinya. Perasaan lelah, jenuh, dan bahkan sakit harus terbayar bagi mereka yang memiliki keinginan dan target tinggi. Sebaliknya bagi mereka yang merasa cukup dengan keadaannya saat itu, mereka membiarkan semua berjalan apa adanya, tanpa perlu lagi upaya untuk mendapatkan yang lebih. Itulah nilai-nilai yang terkandung di dalam setiap pilihan.

Seringkali apa yang kita inginkan tidak seperti apa yang kita dapatkan. Boleh jadi upaya yang dilakukan masih belum optimal atau arah tujuannya belum fokus. Namun yang perlu kita yakini, apa-apa yang telah kita dapatkan itulah yang terbaik untuk kita saat ini. Menurut pepatah, “Semua akan terasa manis dan indah pada waktunya”. Mungkin sekarang belum saatnya. Tugas kita terus berupaya lebih keras untuk mendapatkan yang terbaik.