Presiden Prabowo Subianto meminta para menterinya untuk meninjau ulang regulasi terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Prabowo menilai aturan TKDN yang selama ini berlaku terkesan dipaksakan dan justru menghambat daya saing industri dalam negeri.
Hal itu disampaikan Presiden dalam acara Sarasehan Ekonomi yang digelar di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025). Prabowo menekankan, penerapan TKDN seharusnya dilakukan dengan pendekatan yang lebih realistis dan fleksibel, bukan justru membebani pelaku industri.
Pengamat ekonomi Erwin Suryadi menilai pernyataan Presiden menunjukkan kepeduliannya terhadap realita yang dihadapi sektor manufaktur dalam negeri.
"Masih banyak pabrikan kesulitan menekan harga pokok produksi karena keterbatasan bahan baku lokal. Contohnya, mesin kendaraan, baja khusus, hingga aluminium, masih harus diimpor," kata Erwin dalam keterangan tertulis, Jumat (11/4/2025).
Erwin mengatakan regulasi yang membatasi impor bahan baku membuat banyak industri dalam negeri kesulitan menjaga produksi dan memenuhi komitmen terhadap pelanggan. Panjangnya proses pengurusan kuota impor, biaya bea masuk, hingga kebijakan pembebasan pajak untuk produk jadi impor membuat produk lokal semakin sulit bersaing.
Hal ini diamini Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebut penghapusan kuota impor seperti yang diusulkan Presiden Prabowo akan memberikan angin segar bagi industri. Menurutnya, sistem kuota selama ini tidak memberikan pemasukan negara dan justru menambah ketidakpastian dalam perdagangan.
"Kalau pabrik tidak lagi sibuk mengurus kuota impor, mereka bisa fokus berinovasi, meningkatkan kualitas, dan menciptakan lapangan kerja," tutur Erwin.
Dia juga menyoroti lemahnya koordinasi antar instansi pemerintah dalam mengatur regulasi impor.
"Kadang ada aturan teknis antar kementerian yang saling bertabrakan. Itu yang membuat proses birokrasi jadi makin lambat," ujarnya.
Di sisi lain, Erwin menjelaskan bahwa sistem klasifikasi barang menggunakan Harmonized System Code (HS Code) yang selama ini digunakan untuk pengaturan impor, juga menyimpan kelemahan. Menurutnya, kesulitan dalam menentukan klasifikasi barang membuat banyak bahan baku tersendat masuk ke Indonesia.
"Dengan pencabutan kuota impor, pabrikan bisa langsung mengakses bahan baku yang dibutuhkan, tanpa terganjal proses klasifikasi yang berbelit," jelasnya.
Sementara itu, pengamat ekonomi dari UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengingatkan pentingnya Indonesia membenahi masalah struktural agar tidak kehilangan daya tawar di kancah perdagangan global, terutama menghadapi kebijakan tarif dari AS.
Menurutnya, ekspor Indonesia masih terlalu bergantung pada produk padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur yang mudah digantikan oleh negara lain seperti Vietnam atau Bangladesh.
"Birokrasi berbelit dan isu TKDN juga jadi keluhan utama investor asing, termasuk dari Amerika," kata Achmad.
Dia menyebut industri TPT dan alas kaki nasional memang sudah lama tertekan oleh gempuran produk impor, terutama dari China.
"Rencana perubahan regulasi TKDN yang lebih adaptif, sektor manufaktur Indonesia diharapkan bisa bangkit dan kembali kompetitif, baik di pasar domestik maupun global," tutupnya.
Sumber: https://finance.detik.com