Aktivitas manufaktur Indonesia melambat pada Maret 2025 tetapi masih dalam fase ekspansif.
Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini, Selasa (8/4/2025) menunjukkan PMI manufaktur Indonesia ada di 52,4. Angka ini lebih rendah dibandingkan Februari 2025 yang tercatat sebesar 53,6.
PMI sempat mencatat rekor tertinggi dalam 11 bulan pada Februari 2025 ditopang permintaan tinggi menjelang Ramadan.
Sebagai catatan, umat Islam Indonesia menjalani puasa Ramadan pada 1-30 Maret 2025.
Ramadan dan momen Lebaran adalah puncak konsumsi sehingga produsen biasanya meningkatkan produksi menjelang bulan tersebut.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.
S&P menjelaskan lonjakan PMI didorong oleh kenaikan pesanan ekspor baru yang kencang. Tingkat perekrutan tenaga kerja dan aktivitas pembelian tetap berada di zona positif. Harapan akan pertumbuhan dalam satu tahun ke depan pun masih tinggi, tidak jauh berbeda dari puncaknya pada Februari.
Usamah Bhatti, Ekonom di S&P Global Market Intelligence, mengatakan data survei bulan Maret menunjukkan masih menjadi bulan positif lainnya bagi kesehatan sektor manufaktur Indonesia.
"Kenaikan dalam output dan pesanan baru terus berlanjut di akhir kuartal pertama, dan tetap solid seiring perusahaan-perusahaan yang terus melaporkan kondisi permintaan yang lebih kuat serta kepercayaan dari klien yang meningkat," ujar Bhatti, dikutip dari website resmi.
Permintaan diperkirakan akan tetap positif dalam jangka pendek dan menengah. Tingkat pekerjaan yang belum diselesaikan yang biasanya menjadi indikator utama untuk aktivitas di masa depan naik dengan laju tercepat dalam hampir dua tahun.
Sementara itu, pertumbuhan lapangan kerja terus berlanjut selama empat bulan berturut-turut. Kepercayaan terhadap prospek tahun mendatang juga tetap kuat didorong oleh harapan akan perbaikan ekonomi dan pengembangan produk baru. Kondisi ini akan terus menopang peningkatan permintaan dan output saat ini.
Dari sisi harga, biaya input terus meningkat secara signifikan meskipun laju kenaikannya lebih lambat dan berada di bawah rata-rata historis. Sebagai akibatnya, harga output hanya dinaikkan secara marginal.
Pendorong Utama Kinerja Manufaktur
Faktor utama di balik PMI di atas 50,0 adalah pertumbuhan berkelanjutan dalam tingkat produksi. Laju pertumbuhan ini merupakan yang terkuat kedua dalam lima bulan terakhir dan didorong oleh peningkatan permintaan baru.
Bahkan, pesanan baru dari dalam negeri dan luar negeri tercatat masih solid, berkat adanya permintaan dari klien baru dan strategi pemasaran yang lebih baik.
Permintaan luar negeri terhadap produk manufaktur Indonesia juga kembali meningkat untuk ketiga kalinya dalam empat bulan terakhir.
Kapasitas & Tenaga Kerja
Sejalan dengan tren peningkatan pesanan baru, tumpukan pekerjaan (backlogs) telah meningkat selama empat bulan berturut-turut. Laju akumulasi backlog pada Maret adalah yang tertinggi sejak April 2023. Akibatnya, perusahaan meningkatkan jumlah tenaga kerja, meskipun laju pertumbuhannya melambat dan tergolong ringan.
Sebagai hasilnya, banyak perusahaan menyebutkan bahwa mereka menggunakan persediaan barang jadi yang ada untuk memenuhi pesanan, yang berkontribusi pada kenaikan paling lambat dalam enam bulan terakhir terhadap persediaan barang pasca-produksi.
Sementara itu, aktivitas pembelian meningkat dengan laju yang solid selama bulan Maret, seiring perusahaan-perusahaan menunjukkan adanya kebutuhan produksi yang lebih tinggi.
Bukti anekdotal juga menunjukkan bahwa perusahaan terus membeli dan menyimpan bahan baku di muka untuk memastikan kebutuhan produksi terpenuhi sehingga menyebabkan peningkatan persediaan pra-produksi selama lima bulan berturut-turut.
Permintaan input yang lebih kuat memberikan tekanan tambahan pada pemasok. Waktu pengiriman rata-rata untuk bahan baku kembali pun mengalami perpanjangan untuk bulan keempat berturut-turut, meskipun hanya secara marginal.
Seperti yang terjadi sejak Desember 2019, para produsen barang di Indonesia kembali melaporkan adanya kenaikan harga input pada periode survei terbaru. Laju inflasi tetap kuat, namun lebih rendah dibandingkan Februari dan berada di bawah rata-rata historis.
Kenaikan harga ini umumnya disebabkan oleh kenaikan harga bahan baku secara umum, dan faktor nilai tukar yang turut menaikkan harga barang impor.
Perusahaan mencoba untuk meneruskan beban biaya input yang lebih tinggi kepada klien melalui kenaikan harga jual di tingkat pabrik. Namun, laju inflasi output tercatat hanya marginal.
Ke depan, para pelaku industri manufaktur Indonesia menyampaikan optimisme yang kuat terhadap prospek tahun mendatang.
Tingkat kepercayaan ini tidak jauh berbeda dari rekor tertinggi dalam 35 bulan terakhir yang tercatat pada Februari. Optimisme ini didukung oleh harapan bahwa pengembangan produk baru dan perbaikan ekonomi yang berkelanjutan akan terus mendorong pertumbuhan pesanan baru dan produksi.
Sumber: https://www.cnbcindonesia.com