Alkisah, ada seorang pengrajin emas yang sudah berumur dan terkenal di sebuah kerajaan. Selain keterampilan dan kehalusannya dalam membuat perhiasan, dia pun terkenal dengan kebijaksanaannya.
Dengan kemasyhurannya itu, banyak orang ternama datang kepadanya untuk dibuatkan perhiasan. Mendengar kabar tersebut, Sang Raja pun menginginkan sebuah cincin yang akan memperindah dan memperkuat karismanya sebagai raja.
“Paman pengrajin. Aku mendengar kehebatanmu dalam membuat perhiasan indah yang penuh makna dan pesan moral. Karena itu, aku ingin engkau buatkan sebuah cincin untuk rajamu ini. Selain indah bentuknya, engkau harus menuliskan pesan moral di dalam cincin untuk meningkatkan karisma cincin itu,” sabda baginda. “Tuliskan di cincin itu, sesuatu yang bisa disimpulkan dari seluruh pengalaman dan perjalanan hidupmu agar rajamu ini bisa menjadikannya sebagai pelajaran penting dalam kehidupan mendatang. Jelas ‘kan? Pulang dan kerjakan sebaik-baiknya! Aku akan memberikan hadiah yang bernilai bila engkau berhasil memenuhi pesanan.
Namun jika aku tidak mendapatkan apa yang kuinginkan dan ternyata apa yang dibicarakan orang tentangmu hanya omong kosong saja, maka engkau pun akan mendapat ganjaran setimpal.”
Sepulang dari ibukota kerajaan, si pengrajin berpikir keras. Ia ingin agar cincin itu benar-benar punya kharisma dan mampu menjawab tantangan Sang Raja. Sebulan kemudian, dengan kerja kerasnya, sebentuk cincin yang indah dan berkilauan telah selesai dikerjakan. Kemudian, ia mengukir sebuah kalimat pendek dan sederhana di cincin tersebut.
Tepat seperti yang diminta, si pengrajin itu pun menyerahkan cincin buatannya kepada Sang Raja. Raja tak bisa menyembunyikan kekagumannya melihat kehalusan karya tersebut. Ukiran yang dibuat sangat rapi dan halus. Namun, yang paling membuat raja penasaran sebenarnya adalah kalimat yang diukir si pengrajin seperti pesanannya dahulu. Maka, segeralah dibacanya pesan tersebut. Sebuah tulisan dengan huruf yang sangat cantik berbunyi, “Ini pun akan berlalu” terpampang pada cincin, melengkapi keindahan keseluruhan cincin.
Mendapati tulisan tersebut, Sang Raja pun segera bertanya. “Wahai pengrajin, apa maksud tulisan ini? Apakah pengalaman dan perjalananmu tidak berarti sehingga tertulis di situ ‘ini pun akan berlalu’? Jika bagi engkau saja tidak berarti, apalagi untuk seorang raja…?”
“Ampun, Baginda. Hamba hanya merefleksikan apa yang dihadapi selama ini. Ketika dulu bukan siapa-siapa dan bahkan pernah diolok-olok orang karena ingin mengubah nasib, saya selalu mengucapkan pada diri sendiri, ‘ini pun akan berlalu.’ Begitu juga saat sukses telah saya dapat dan banyak orang mengelu-elukan karya saya. Dalam hati, saya harus selalu mengingatkan untuk selalu mawas diri. Karena itu, saya selalu mencamkan kalimat yang sama, ‘ini pun akan berlalu.’ Karena itu, bagi saya, setiap tahap kehidupan adalah sangat berharga, terlebih kehidupan seorang seperti Baginda Raja. Semua itu pasti sangatlah berarti untuk kelangsungan hidup rakyat banyak. Sebagai raja, Baginda pasti menghadapi banyak masalah, dan hamba hanya ingin mengingatkan, ‘ini pun akan berlalu’. Demikian juga saat kesenangan sedang dinikmati, ‘ini pun akan berlalu’. Dengan kata kunci itu, hamba yakin, Baginda akan selalu bijaksana dalam menjaga keseimbangan dalam bersikap serta memimpin negeri ini.”
Mendengar penuturan itu, raja mengangguk-anggukkan kepala. Ia sangat puas dengan jawaban itu dan memberikan hadiah yang layak untuk si pengrajin emas.
Pembaca yang Bijaksana,
Kisah tersebut mengajarkan kita pada sebuah “kondisi netral” di mana kita bisa merasa nyaman dalam kondisi apa pun yang kita hadapi. Saat berlebih atau sedang berada di atas, jika menyadari bahwa semua itu akan berlalu, kita tak akan jadi insan yang tinggi hati.
Sebaliknya, saat berada pada titik rendah kehidupan, kita pun harus yakin, bahwa semua itu akan berlalu. Dengan perjuangan yang maksimal, kerja keras, usaha, dan doa, ada banyak kemungkinan yang bisa mengubah nasib menjadi jauh lebih baik.
Karena itu, jangan pernah berkata “pasrah” jika belum berusaha maksimal. Sebaliknya, jangan pula berkata “menyerah” jika usaha belum menjadi nyata. Karena, semua bisa dan pasti akan berlalu. Dengan pandangan ini, kita akan selalu merasa optimis aktif untuk mengubah setiap langkah menjadi karya nyata yang membawa kebaikan bagi sesama.
Mari, dengan kesadaran “ini pun akan berlalu”, entah dalam peristiwa duka maupun bahagia, kita memaknai setiap peristiwa, agar senantiasa meninggalkan jejak langkah yang indah, dan bukan sesal yang menyertainya.
Salam sukses, luar biasa!
Sumber: https://andriewongso.com