Membaca setumpuk buku tentu akan membuat jendela ilmu seseorang bertambah luas. Tapi ternyata kesuksesan seseorang tidak selalu tergantung pada banyaknya buku yang mereka baca.

Kesuksesan seseorang lebih pada kemampuan mereka mengaplikasikan ilmu membaca mereka pada kehidupan yang sesungguhnya sedang mereka jalani. Serta, bagaimana menjadikan ilmu baru dari bacaan mereka untuk membentuk karakter yang lebih kuat. Dan, “membaca” diri sendiri—dalam artian memahami diri sendiri—adalah salah satu kunci sukses agar lebih mampu menjadi pribadi yang tangguh.

Banyak sosok besar lahir dan mampu bertahan dengan kebesaran mereka karena mereka mampu melakukan satu hal. Mereka mengasah kemampuan untuk membaca diri mereka lebih dahulu sebelum terjun langsung untuk memahami lingkungan mereka. Lantas, bagaimana “membaca” diri sendiri bisa menjadi sarana pendidikan penting untuk membangun karakter dan masa depan seseorang? Berikut beberapa hal yang bisa kita mulai untuk menjadi “pembaca” yang baik… 1. Pahami Kebutuhan Dasar Diri Kita

Ada empat kebutuhan dasar pada diri manusia seperti dicetuskan Abraham Maslow dan masih relevan hingga saat ini:

a. kebutuhan akan rasa aman (safety  needs)
b. kebutuhan akan keterikatan dan cinta (belongingness and love needs)
c. kebutuhan akan penghargaan (esteem needs)
d. kebutuhan akan pemenuhan diri (self actualization).

Masing-masing manusia berbeda tingkat kebutuhannya. Ada individu yang membutuhkan penghargaan ketimbang rasa aman. Atau individu lainnya justru membutuhkan keterikatan dan cinta dan merasa hidupnya tidak ada artinya ketika hal itu tidak ada padanya.

Kita sendiri yang paling paham apa yang menjadi kebutuhan dasar kita. Sebab kadang, dengan pasangan hidup terdekat pun tingkat kebutuhan dasar kita akan berbeda.

Pengalaman (field of experience) dan kerangka berpikir (frame of reference) kita dan manusia lainnya berbeda sesuai dengan jalan  hidup yang sudah kita jalani. Itu yang membuat setiap individu sesungguhnya istimewa.

2. Pahami Kelebihan dan Kekurangan Kita

Bila kebutuhan dasar kita sudah dapat kita kenali dengan baik tentunya akan lebih mudah untuk memahami kelebihan dan kekurangan kita.

Tuhan menciptakan segala sesuatunya secara seimbang. Sisi kelebihan kita berimbang dengan sisi kekurangan kita. Hanya manusia pengeluh lebih menonjolkan sisi kekurangan mereka, sedang manusia potensial lebih menonjolkan sisi kelebihan mereka.

Bila memang terlalu sulit untuk memahaminya, coba sediakan waktu untuk merenung. Lalu tulislah dalam kertas secara berimbang apa yang menjadi kelebihan kita dan kekurangan kita.

Bila masih tidak paham juga, minta tolonglah pendapat orang yang dekat dan paham diri kita utuh. Lalu minta mereka untuk memberi tanggapan secara netral tentang sisi baik dan sisi buruk kita.

Setelah itu yang harus kita lakukan tentu saja adalah mengurangi kekurangan kita serendah mungkin dan meningkatkan potensi kelebihan kita setinggi mungkin.

3. Pahami Kekecewaan dan Kesedihan Kita

Tahu Mike Tyson? Ia tumbuh menjadi petinju yang “keras” karena ia tidak dapat mengatasi kesedihan dan kekecewaan pada tempat di mana ia bertumbuh kembang. Lingkungan  yang buruk membuat perilakunya semakin buruk. Hingga ia menjadi pribadi yang tak terkendali dan suka menjadi biang keributan. Pada satu titik ketika ia akhirnya ia menemukan diri pribadinya yang utuh, memahami akar dari kekecewaannya, ia berubah menjadi pribadi yang lebih menyenangkan untuk orang-orang di sekelilingnya. Dan, kini hidupnya lebih seimbang.

Memahami kesedihan dan kekecewaan bukanlah seseuatu yang cengeng. Sedih dan kecewa adalah bagian dari kehidupan yang harus kita lewati sebagai manusia.

Kita paham bagaimana keluar dari kekecewaan ketika kita pernah masuk ke dalamnya. Pengalaman orang lain yang kecewa bisa menjadi alat bantu potensial untuk kita. Namun tidak seefektif ketika kita mengalaminya sendiri.

4. Pahami Mimpi yang Tidak Bisa Kita Raih

Kecewa sebenarnya adalah cermin dari impian dan harapan yang tidak bisa kita terapkan menjadi kenyataan. Memahami lebih mendalam lagi dengan mengaji ulang mimpi dan harapan yang tidak bisa kita raih akan membuat kita lebih memahami diri kita sendiri.

Mimpi yang tidak bisa kita raih terkadang bukan karena kita gagal. Tapi, bisa jadi itu adalah mimpi “salah tempat” sehingga harus kita belokkan pada impian yang lain yang lebih tepat. Right man in the right place adalah pepatah yang cukup efektif untuk hal ini.

Bila kita sudah paham diri kita utuh dengan segala potensi yang ada pada diri kita, maka kita pula yang tahu dengan pasti, apakah satu mimpi memang harus kita tinggalkan begitu saja demi meraih mimpi lain, atau mengejar mimpi itu hingga dapat dan menaklukkannya.

5. Fokuskan Pada Mimpi yang Ingin Kita Raih

Tuhan menciptakan langkah kita memiliki jejak sehingga mudah untuk melihatnya, sementara itu impian ke depan samar. Itu artinya bahwa untuk mundur ke belakang jauh lebih mudah ketimbang untuk maju ke depan. Dan, di sinilah tantangan sebenarnya.

Masa depan yang samar akan semakin samar untuk individu yang hanya fokus pada masa lalu, pada jejak yang jelas terlihat. Tapi untuk individu yang fokus ke depan, kesamaran gambaran masa depan justru menjadi motivasi tersendiri untuk membuatnya menjadi lebih jelas. Pilihan kita sendiri yang menentukan, mana yang akan kita fokuskan dalam hidup ini.

6. Berdamai dengan Keadaan

Cara terakhir untuk mampu membaca diri sendiri adalah dengan merangkul keadaan atau kenyataan yang kita hadapi.

Individu sukses tidak tercipta dalam keadaan yang sama satu dengan yang lain. Mereka tumbuh kembang di lingkungan yang berbeda dan pola pendidikan yang berbeda, juga lingkungan yang mengajarkan prinsip yang berbeda.

Hanya mereka yang bisa berdamai dengan keadaan sekelilingnya yang akan mampu tumbuh menjadi pribadi yang mumpuni dan kuat menahan terjangan cobaan.

Luar biasa!

Sumber: http://www.andriewongso.com