Dikisahkan, ada seorang mahasiswi yang memulai kuliah di luar negeri. Sebagai pengguna transportasi umum, berbeda dengan di negaranya, di sana transportasi menggunakan sistem otomatis. Penumpang membeli tiket sesuai dengan tujuan melalui mesin yang ada di stasiun. Saat turun pun hampir tidak pernah ada petugas yang memeriksa tiket karena semua sudah berjalan selama ini dengan tertib.
Selang beberapa hari, dengan kepandaiannya, si wanita muda itu mampu menemukan kelemahan sistem transportasi sehingga dia bisa naik transportasi umum tanpa harus membeli tiket.
“Hahaha....aku memang pintar! Berada di luar negeri ‘kan harus hemat,” ujarnya dalam hati dengan senang sekaligus bangga.
Empat tahun berlalu. Wanita muda ini lulus dari universitas ternama dengan nilai yang sangat bagus. Dengan penuh percaya diri, dia pun melamar kerja di beberapa perusahaan ternama di sana. Melihat nilainya, semua perusahaan menyambut lamarannya dengan antusias. Tetapi anehnya, mereka semua menolak dengan berbagai alasan. Penolakan demi penolakan membuatnya kecewa dan marah.
“Hmm, perusahaan di negeri itu pasti diskriminatif terhadap tenaga kerja asing.”
Dengan rasa penasaran, dia mohon bertemu dengan manajer personalia salah satu perusahaan untuk tahu alasan penolakan lamaran kerjanya. Dan ternyata, penjelasan yang didapat, jauh di luar perkiraannya.
“Nona, kami tidak ada diskriminasi di sini. Sebaliknya, kami sangat terkesan dengan surat lamaran, nilai akademis, serta pencapaian Anda. Sesungguhnya, kriteria seperti Anda adalah karyawan yang dicari banyak perusahaan,” jelas si manajer personalia.
“Kalau begitu, kenapa tidak ada perusahaan yang menerima saya bekerja?” tanyanya heran.
Sang manajer menjawab, “Sebelum menerima karyawan, kami selalu memeriksa database, danAnda pernah tiga kali kena sanksi tidak membayar tiket saat naik kendaraan umum.”
Wanita ini terkejut. “Hah! Masa karena masalah kecil begitu perusahaan menolak saya?”
Sang manajer mengerutkan dahi. “Masalah kecil? Kami tidak menganggap ini hal kecil. Anda melanggar hukum di minggu pertama Anda masuk negara ini! Saat itu, petugas percaya dengan penjelasan Anda, karena belum mengerti sistem transportasi umum di sini. Kesalahan tersebut telah diampuni dan dimaklumi. Tapi Anda tertangkap dua kali lagi, setelah itu.”
“Oh, yaa... Itu terjadi karena saya sedang tidak ada uang kecil saja,” ucapnya membela diri.
Sang manajer menggelengkan kepala. “Penjelasan itu tidak bisa diterima. Jangan anggap kami bodoh. Kami yakin Anda telah melakukan penipuan ratusan kali sebelum atau sesudah tertangkap kedua atau ketiga kalinya.”
“Tapi itu kan hanya pelanggaran administrasi saja. Kenapa harus begitu serius? Sekarang saya berjanji akan berubah dan menaati peraturan,” debatnya sengit.
“Anda belum mengerti. Perbuatan Anda membuktikan dua hal. Pertama. Anda tipe orang yang pintar mencari kelemahan demi menguntungkan diri sendiri, tanpa peduli merugikan pihak lain atau bahkan melanggar peraturan. Kedua, bekerja adalah masalah kejujuran dan kepercayaan. Apa jadinya jika perusahaan menerima Anda yang jelas tidak jujur dan tidak bisa dipercaya? Dan saya pastikan, tidak ada perusahaan mana pun yang mau menggunakan jasa Anda,” jelasnya dengan suara keras.
The Cup of Wisdom
Seorang penasihat presiden Amerika bernama Billy Graham pernah mengatakan tentang attitude/karakter. Ketika manusia kehilangan hartanya, sebenarnya ia tidak kehilangan apapun. Ketika ia kehilangan kesehatannya, ia baru kehilangan sesuatu. Tetapi ketika ia kehilangan karakter, maka ia akan kehilangan segalanya.
Ya benar sekali, memang kita tidak bisa menganggap remeh sikap mental, karakter, etika, dan moralitas. Tanpa menjunjung tinggi itu semua, maka kita tengah menutup masa depan kita sendiri.
Oleh karena itu, attitude atau sikap mental adalah dasar utama keberhasilan kita. Mari secara sadar kita jaga dan praktikkan sikap mental positif, karakter di manapun kita hidup, bergaul, dan bermasyarakat . karena hal tersebut akan mempengaruhi kesuksesan kita di dalam mengarungi perjuangan di kehidupan ini.
Salam sukses, luar biasa!
Sumber: http://www.andriewongso.com